Sejak dahulu, wakaf telah menjadi hal yang membudaya di masyarakat agamis di Indonesia. Masyarakat di desa lebih mengenal istilah wakaf contohnya dengan melakukan prosesi pewakafan tanah untuk membangun masjid, musala, sekolah dan sebagainya. Proses ikrar wakaf kedua belah pihak yang terjadi bersifat sederhana tanpa pencatatatan dimana hal tersebut dahulu tidak dimungkinkan.
Sesuai namanya, wakaf undercover bukan serta merta bersifat rahasia, namun keadaan saja yang memaksakan penamaan undercover melekat padanya. Keadaan itu boleh jadi dikarenakan sebab kesengajaan atau ketidaktahuan wakif bahwa dirinya berperilaku wakaf, harta benda yang diwakafkan maupun tujuan pasti akan benda itu dimanfaatkan. Beberapa faktor yang penyebab hal tersebut dikarenakan pertama, faktor administratif, dimana stigma administratif dirasa berbelit dan harus melalui beragam birokrasi sehingga menimbulkan keenganan dari masyarakat. Faktor teologis, dimana keyakinan terhadap ajaran agama yang mengajarkan untuk tidak memperlihatkan kebaikan yang dilakukan. Faktor psikis yang disebabkan oleh persoalan terkait kondisi ataupun watak yang melekat pada diri wakif maupun nadzir. Faktor ekonomis khususnya untuk wakaf berbentuk uang tunai kepada lembaga keungan syariah penerima wakaf yang terkendala ketentuan jumlah nominal wakaf. Dan yang terakhir faktor kepraktisan dimana wakif tidak tertarik dengan proses administratif yang “berbelit” yang bukan merupakan gaya filantropi yang disukai dalam berwakaf.
Buku ini mencatat peristiwa ragam wakaf siri yang terjadi di pedesaan dan melihat dari faktor yang melatari alasan wakaf tersebut, wakaf undercover masih menjadi tradisi di kehidupan masyarakat. Pada sisi tertentu, sistem model ini tidak “terjangkau” oleh pemerintah. Namun begitu wakaf model ini senantiasa hidup dan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.