I. Pendahuluan
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia suatu naskah manuskrip (bahasa Latin manuscript: manu scriptus ditulis tangan), secara khusus, adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Sedangkan kata 'naskah' diambil dari bahasa Arab nuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas. (http://nusantara.fib.ugm.ac.id/2010).
Berbagai naskah kuno yang merupakan kekayaan budaya masa lampau saat ini tersebar di seluruh Nusantara. Media yang dipergunakan untuk menulis karya intelektual yang luar biasa tersebut adalah daun lontar, kertas daluang atau dluwang, bambu atau kulit kayu. Naskah kuno mempunyai arti penting bagi suatu bangsa, termasuk Indonesia. Karenanya perlu usaha penyelamatan dan mempromosikan naskah-naskah kuno tersebut untuk kepentingan nasional. Naskah kuno tersebut di antaranya berisi cerita rakyat, permainan tradisional, seni tari, musik, ritual, perayaan tradisional, pengobatan tradisional, kebiasaan, makanan tradisional, pakaian tradisional, dan arsitektur tradisional.
Naskah kuno Indonesia adalah peninggalan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa Indonesia pada masa lampau. Di dalam naskah kuno ini berisi informasi yang berharga tentang kehidupan sosial budaya pada masa lampau yang sudah tidak ada lagi di masa kini atau kehidupan sosial budaya itu sudah berbeda dengan masa kini. Oleh karena itu naskah kuno ini sering diidentikan dengan benda lama alias jadul oleh orang-orang. Hal ini karena naskah kuno jika dilihat secara sekilas akan terlihat tidak menarik. Bentuknya yang sudah rusak, berdebu, warna kertasnya yang sudah kecoklat-coklatan bahkan menghitam, baunya tidak enak untuk dicium, dan tulisannya yang tidak bisa dibaca oleh kita. Jika orang yang tidak tahu dan tidak mengerti akan pentingnya naskah kuno, maka akan ditinggalkan begitu saja, dan disimpan ala kadarnya di dalam lemari, tanpa memerdulikan akan perawatan dan penyimpanannya. Lambat laun, naskah kuno ini akan rusak dan hancur oleh binatang-binatang kecil dan alam, seperti terkena sengatan matahari dan angin.
Menurut Fathurahman (2011) naskah Nusantara kita bisa mencakup 3 kategori: pertama, semua naskah yang ditulis oleh pengarang asal Nusantara, baik menggunakan bahasa-bahasa lokal Nusantara, seperti Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Aceh, Batak, Bali, Wolio, dll, maupun bahasa asing, seperti Arab dan Belanda; kedua, naskah karangan penulis asing, tapi disalin oleh penyalin lokal dan naskahnya banyak digunakan oleh masyarakat Nusantara; ketiga, naskah karya penulis asing, dengan bahasa asing pula, tetapi ditulis dalam konteks Nusantara.
II. Naskah Kuno dan Sejarah Peradaban Indonesia
Menurut UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab I Pasal 2 yang dimaksud dengan Naskah Kuno atau Manuskrip adalah dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis dengan tangan atau diketik yang belum dicetak atau dijadikan buku tercetak yang berumur 50 tahun lebih (). Dan menurut Ginting (2011) Manuskrip adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Banyak naskah kuno asal Indonesia bermukim di mancanegara sejak ratusan tahun lalu. Namun, meskipun naskah-naskah tersebut bukan milik bangsanya, mereka sangat peduli terhadap kekayaan milik bangsa lain.
Keberadaan Naskah kuno sebagai salah satu warisan kebudayaan, secara nyata memberikan bukti catatan tentang kebudayaan kita masa lalu. Naskah-naskah tersebut menjadi semacam potret jaman yang menjelaskan berbagai hal tentang masa itu. Dari tulisan tersebut sebenarnya membuktikan bahwa Indonesia sudah dikenal sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Kita tidak tahu peradaban kuno apa yang sebenarnya telah ada di Kepulauan Nusantara ini. Bisa jadi telah ada peradaban kuno dan makmur di Indonesia ini yang tidak tercatat sejarah.
Menurut http://www.soyjoy.co.id/about-soy/history/ pada 2853 SM di Cina, Kaisar Sheng-Nung yang merupakan “Bapak Pertanian” mengajarkan rakyatnya bagaimana mengolah biji-bijian sebagai makanan untuk menghindari membunuh binatang. Beliau lalu menyatakan ‘lima tanaman suci’ yaitu kedelai, beras, gandum, barley dan millet, sebagai makanan dan obat Cina. Semenjak saat itu praktek konsumsi kedelai mulai menyebar ke seluruh dunia. Dibudidayakan menjadi tanaman pangan pada abad 17 – 11 SM di bagian timur Cina dan sekitar abad pertama Age of Discovery (abad 15 – 16 M) mulai diperkenalkan ke beberapa negara seperti Jepang, Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Myanmar, Nepal dan India – yang disebabkan oleh pembentukan rute perdagangan laut dan darat.
Pulau-pulau yang berhubungan dengan lima tanaman suci tersebut adalah Jawa. Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa “Pulau Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Hasil pertanian pangan yang terkenal berupa sayur-sayuran dan buah-buahan, serta tanaman lain yang bekhasiat obat misalnya: daun bawang, bawang merah, lobak, petsai, wortel, ketimun, cabe dan lain-lainnya.
Selain Jawa, pulau lain yang terkanal sejak dahulu kala adalah Maluku, sebagai wilayah yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands. Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi.
III. Disiplin Termuat Dalam Naskah Nusantara
Naskah Nusantara adalah rekaman kehidupan sehari-hari masyarakat masa lalu, jadi semuanya serba ada, mulai dari yang ‘biasa-biasa’ saja sampai yang dianggap akademis. Ada adat istiadat, hukum, aktifitas sosial, ekonomi, politik, agama, hingga primbon dan mujarobat, bahkan ada juga naskah tentang takwil gempa. Naskah kan lahir pada masa transisi antara tradisi lisan dan tradisi cetak masyarakat Nusantara, jadi hanya naskah media setiap orang berekspresi saat itu.
Jenis aksara yang digunakan dalam naskah-naskah Banten terdiri atas aksara-aksara: Jawa (Carakan), Cacarakan, Arab, Pegon, dan Latin. Adapun bahasanya menggunakan bahasa-bahasa: Jawa, Sunda, Melayu, Arab, dan terselip bahasa Belanda. Ragam jenis aksara dan bahasa yang digunakan dalam naskah-naskah kuno mencerminkan beragamnya pengaruh kebudayaan luar yang masuk ke dalam lingkungan masyarakat kita.
Dalam konteks keagamaan (baca: Islam), kita bisa menjumpai naskah-naskah al-Quran, tafsir, hadis, fikih, tauhid, tasawuf, bahasa, sastra, yang beberapa di antaranya bisa disebut sebagai ‘yang pertama’, tafsir Melayu pertama, hadis Melayu pertama, fikih Melayu pertama, dan seterusnya.
IV. Masyarakat Indonesia dan Obat-obatan Tradisional
Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang bangsa kita telah terkenal pandai meracik jamu dan obat-obatan tradisional. Beragam jenis tumbuhan, akar-akaran, dan bahan-bahan alamiah lainnya diracik sebagai ramuan jamu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Ramuan-ramuan itu digunakan pula untuk menjaga kondisi badan agar tetap sehat, mencegah penyakit, dan sebagian untuk mempercantik diri. Kemahiran meracik bahan-bahan itu diwariskan oleh nenek moyang kita secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya, hingga ke zaman kita sekarang. Sayang, belum ada bukti-bukti tertulis tentang obat-obatan, meskipun berjenis-jenis penyakit sudah dikenal manusia prasejarah. Bukti tertulis yang paling dipercaya, prasasti, tidak pernah menyebutkan resep obat-obatan tradisional. Sejumlah prasasti yang berhasil dibaca hanya menginformasikan sejenis tumbuh-tumbuhan yang kemungkinan besar digunakan sebagai penyembuh penyakit.
Di berbagai daerah di tanah air, kita menemukan berbagai kitab yang berisi tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat tradisional. Menurut Susantio (2010) di Bali dikenal kitab rontal Rukminii-tatwa. Kitab ini antara lain berisi bermacam-macam obat-obatan yang berhubungan dengan kehidupan seksual suami isteri, misalnya bagaimana agar wajah bisa cantik, mengundang rasa cinta, memperbesar buah dada, dan menjadi muda kembali. Namun masa penulisan kitab itu belum begitu jelas. Selain itu, di Bali juga ditemukan kitab usadha tuwa, usadha putih, usadha tuju, dan usadha seri yang berisi berbagai jenis obat tradisional.
Sebagian lagi masyarakat kuno kemungkinan sudah mengenal obat. Hal ini tergambar dari cerita atau relief cerita candi yang menggambarkan adegan ruwatan. Dalam cerita Sudamala, contohnya, dikisahkan bagaimana Sudamala berhasil menyembuhkan mata pendeta Tambapetra yang buta. Demikian pula relief cerita Mahakarmmawibhangga pada kaki Candi Borobudur, menggambarkan seorang anak kecil yang sakit dan sedang diobati dua orang tabib. Salah satu relief lainnya, juga memperlihatkan kegiatan seorang tabib sedang meracik obat
Akhir-akhir ini, tampak adanya trend hidup sehat pada masyarakat untuk menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karena itu, jamu dan obat-obatan tradisional perlu didorong untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan. Jamu dan obat-obatan tradisional harus didorong pula untuk menjadi komoditi unggulan yang dapat memberikan sumbangan positif bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kegiatan itu juga memberikan peluang kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan.
V. Naskah Kuno dan Pengobatan Tradisional
Kesehatan merupakan topik yang biasa dan sering dibicarakan secara bebas di masyarakat Indonesia, bukan topik yang dianggap sebagai masalah pribadi. Fakta di Indonesia khususnya di Jawa masih ada banyak masyarakat yang percaya dengan pengobatan tradisional. Memang pengobatan alternatif termasuk sebagian dari kebudayaan Indonesia dan bentuknya bermacam-macam. Di Indonesia istilah pengobatan alternatif sering ditukar dengan istilah pengobatan tradisional. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ada bareneka-macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat cara-caranya. Perbedaan ini dijelaskan sebagai terapi yang ‘berdasarkan cara-cara’ seperti terapi spiritual yang terkait hal gaib atau terapi dengan tusukan jari. Jenis terapi yang kedua ‘berdasarkan obat-obatan tradisional’ seperti jamu dan pengobatan herbal (Timmermans 2001:1).
Obat-obatan tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang yang tedapat dalam naskah kuno, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaanya.
Menurut Perpustakaan Nasional RI naskah Nusantara sebagai warisan budaya masa lalu memberikan informasi berharga dari masa lalu. Salah satu informasi berharga yang terkandung dalam warisan leluhur itu adalah pengobatan tradisional. Teks “Usada” dari Bali, “Husada” dari Jawa, “Lontarak Pabura” dari Bugis, “Kitab Tibb” dari Melayu, dan “Ngurus Panyakit Talari Karuhun” dari Sunda adalah sebagian kecil dari contoh-contoh naskah yang mengandung informasi tentang obat-obatan tradisional. Di dalam teks-teks lama tersebut, terkandung informasi mengenai jenis obat-obatan, metode pengobatan, mantra dan jampi-jampi, dan lain-lain yang kiranya selalu menarik untuk dikaji pada era modern saat ini.
Di tengah-tengah serbuan obat-obatan modern, jamu dan ramuan tradisional tetap menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat kita. Tidak hanya masyarakat di pedesaan, masyarakat di perkotaan pun mulai mengkonsumsi obat-obatan tradisional ini. Diberbagai pelosok tanah air, dengan mudah kita menjumpai para penjual jamu gendong berkeliling menjajakan jamu sebagai minuman sehat dan menyegarkan. Demikian pula, kios-kios jamu tersebar merata di seluruh penjuru tanah air. Jamu dan obat-obatan tradisional, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat kita.
VI. Jenis-jenis Tumbuhan Obat Tradisional Dalam Naskah Kuno
Sejak berabad-abad yang lalu, tanaman obat telah digunakan masyarakat umum. Banyak bukti kuat dari naskah-naskah peninggalan kuno yang berisi resep-resep obat herbal dan teknik meraciknya. Karena keampuhan dan efektifitas pengobatan tradisional sudah terbukti dan memiliki banyak keunggulannya, pengobatan herbal masih banyak digunakan sampai sekarang.
Buku yang diterbitkan AgroMedia Pustaka ini membahas secara rinci tentang prinsip-prinsip pengobatan dengan terapi herbal. Mulai dari mengenal tanaman obat berdasarkan fungsinya, mengenali atau mendeteksi suatu penyakit, hingga menentukan jenis ramuan yang akan digunakan. Pengobatan herbal (herbalism) adalah pengobatan tradisional atau pengobatan rakyat mempraktekkan yang didasarkan pada pemakaian tumbuhan-tumbuhan dan ekstrak tumbuhan. Herbalism adalah juga dikenal sebagai pengobatan berkenaan dengan penggunaan tumbuhan untuk pengobatan medis secara herbal, obat herbal, herbology, dan phytotherapy. Kadang-kadang lingkup dari obat bahan tumbuhan yang dipergunakan diperluas termasuk produk-produk jamur dan lebah, mineral-mineral, kulit/kerang-kulit/kerang dan bagian binatang tertentu.
Di berbagai daerah di tanah air, kita menemukan berbagai kitab yang berisi tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat tradisional. Di Bali, misalnya, ditemukan kitab usadha tuwa, usadha putih, usadha tuju, dan usadha seri yang berisi berbagai jenis obat tradisional. Dalam cerita rakyat seperti cerita Sudamala, dikisahkan bagaimana Sudamala berhasil menyembuhkan mata pendeta Tambapetra yang buta. Demikian pula relief cerita Mahakarmmawibhangga pada kaki Candi Borobudur, menggambarkan seorang anak kecil yang sakit dan sedang diobati dua orang tabib. Salah satu relief lainnya, juga memperlihatkan kegiatan seorang tabib sedang meracik obat.
Demikian pula dalam tradisi Melayu, ditemukan naskah-naskah yang menyajikan resep obat-obatan. Naskah-naskah itu, antara lain memuat berbagai jamusawan, jamu sorong, jamu untuk ibu hamil dan melahirkan, obat sakit mata,obat sakit pinggang, hingga obat penambah nafsu makan. Peralihan dari zaman Hindu-Budha ke zaman Islam, telah memperkaya khazanah tradisi pengobatan dalam masyarakat kita. Berbagai buku kedokteran Islam yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, telah diterjemahkan baik ke dalam bahasa Jawa maupun bahasa Melayu. Semua ini berlangsung tanpa terputus, sampai bangsa kita mengenal ilmu kedokteran dari Eropa pada zaman penjajahan.
Menurut Nurrohman (2011) hingga tahun 2001 setidaknya terdapat 2039 spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika Indonesia telah berhasil didata. Keberadaan hutan menjadi sangat penting dikarenakan proses pembentukan yang sangat lama dan panjang dan juga hasil interaksi sosio-budaya masyarakat lokal disekitar dengan hutan menjadikan setiap tipe ekosistem hutan merupakan pabrik alami bagi keanekaragaman hayati tumbuhan obat. Tabel 1 menunjukkan nama dan kegunaan beberapa sayuran tradisional yang berasal dari Jawa Barat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2010) suku Dayak di Unjung, Kalimantan Timur, telah menggunakan beberapa jenis tumbuhan yang dimanffatkan sebagai obat di masyarakat mereka. Daftar tumbuhan yang dimanfaatka sebagai obat tersebut disajikan dalam Tabel 2.
VII. Limbah Logam
Menurut manuskrip berbagai kerajaan di Jawa memang sudah menaruh perhatian besar kepada masalah lingkungan. Untuk itu, mereka menyusun berbagai kitab perundang-undangan, lengkap dengan sanksi hukumnya Di samping prasasti, kitab Calon Arang dari zaman raja Airlangga banyak menyebutkan kegiatan penghijauan, di antaranya penanaman pohon beringin. Pohon yang banyak disinggung kitab-kitab kuno itu memang berkesan menyejukkan karena dianggap tempat bersemayamnya para dewa.
Kita yang hidup sekarang mungkin akan mengernyitkan dahi melihat 30-an pohon beringin terpaksa disingkirkan untuk jalur busway di Jakarta. Menurut kitab itu, Mpu Bharada juga memerintahkan murid-muridnya untuk menanami pertapaan dengan berbagai bunga-bungaan dan tanaman lain. Dari sini terlihat Mpu Bharada mengharapkan terjadi keseimbangan dengan alam, di samping panorama yang romantis tentunya.
Masalah lain yang tidak diabaikan masyarakat kuno adalah pengendalian pencemaran lingkungan akibat limbah logam. Prasasti Telang I (903), Kancana (860), dan Sangsang I (907), mengatakan bahwa para pande (pengrajin logam) yang menimbulkan limbah akan dikenakan pajak yang besarnya dihitung berdasarkan tiap ububan. Kearifan masyarakat Jawa kuno, pada sumber arkeologi lain, terlihat dari upaya menangkarkan berbagai jenis satwa. Gambar terbanyak, menurut Kresno Yulianto dalam skripsinya (1984), terdapat pada relief Mahakarmawibhangga di Candi Borobudur.
Betapa beratnya sanksi hukum di kerajaan Majapahit bisa dilihat dari salah satu pasal di dalamnya: “Barang siapa membakar padi di ladang, tidak pandang besar kecilnya, harus membayar padi lima kali lipat kepada pemilik ditambah denda dua laksa oleh raja yang berkuasa” (Slamet Mulyana, Perundang-undangan Madjapahit, hal 165).
VIII. Sifat dan Cita Rasa
Di dalam Traditional Chinese Pharmacology dikenal 4 macam sifat dan 5 macam cira rasa tumbuhan obat, yang merupakan bagian dari cara pengobatan tradisional timur. Adapun keempat macam sifat tumbuhan obat itu ialah dingin, panas, hangat, dan sejuk. Tumbuhan obat yang sifatnya panas dan hangat dipakai untuk pengobatan sindroma dingin, seperti pasien yang takut dingin, tangan dan kaki dingin, lidah pucat atau nadi lambat. Tumbuhan obat yang bersifat dingin dan sejuk digunakan untuk pengobatan sindroma panas, seperti demam, rasa haus, warna kencing kuning tua, lidah merah atau denyut nadi cepat.
Lima macam cita rasa dari tumbuhan obat ialah pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Cita rasa ini digunakan untuk tujuan tertentu karena selain berhubungan dengan organ tubuh, juga mempunyai khasiat dan kegunaan tersendiri. Misalnya rasa pedas mempunyai sifat menyebar dan merangsang. Rasa manis berkhasiat tonik dan menyejukan. Rasa asam berkhasiat mengawetkan dan pengelat. Rasa pahit dapat mengilangkan panas dan lembab. Sementara rasa asin melunakkan dan sebagai pencahar. Kadang-kadang ada juga yang menambahkan cita rasa yang keenam, yaitu netral atau tawar yang berkhasiat sebagai peluruh kencing.
IX. Nasib Naskah Nusantara sekarang ini
Kondisi fisik naskah-naskah Nusantara kita itu terabaikan dan bertambah rusak, bahkan pada setiap detik saat kita membicarakannya. Ini terjadi terutama dalam kasus naskah-naskah yang tersimpan di tangan masyarakat. Mengapa? Karena kesadaran masyarakat akan nilai pentingnya benda cagar budaya tersebut masih sangat rendah, termasuk jika dibandingkan dengan tingkat kesadaran terhadap artefak-artefak arkeologis seperti arca, makam, prasasti, dan lain-lain. Kondisi ini diperparah oleh infrastruktur konservasi dan restorasi yang belum maksimal, termasuk di lembaga-lembaga Pemerintah, seperti Perpustakaan dan Museum.
Perpusnas sangat berperan besar dalam hal pemeliharaan naskah Nusantara. Ditambah bahwa dalam lima tahun belakangan ini, asosiasi Manassa sendiri banyak melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional, seperti C-DATS Tokyo University of Foreign Studies (TUFS) atau Leipzig University, Jerman, serta lembaga-lembaga lokal lain untuk melakukan upaya penyelamatan naskah Nusantara. Umumnya ada dua pola pelestarian yang kami lakukan: pertama, pelestarian fisik naskahnya melalui konservasi dan restorasi; kedua, pelestarian teks-teksnya melalui upaya alih media digital.
Salah satu contoh terbaik adalah Program Restorasi dan Digitalisasi Naskah Aceh, hasil kerja sama Museum Aceh, Yayasan Ali Hasjmy, PKPM Aceh, Manassa, dan Leipzig University. Sejak 2007 sampai akhir 2009 ini sudah lebih dari 1.989 naskah yang direstorasi, dan 1.223 naskah yang didigitalisasi. Lebih dari itu, kelak semua halaman naskah Aceh tersebut akan dapat dibaca dan dimanfaatkan untuk kepentingan akademis dan penelitian melalui sebuah portal online. Menurut informasi dari Dr. Thoralf Hanstein, Koordinator Program dari Leipzig University, Jerman, upaya pelestarian naskah Nusantara tersebut akan merambah ke koleksi Kraton Jogjakarta, Museum Sonobudoyo, dan koleksi-koleksi lain di Surakarta mulai 2010.
Ini berarti bahwa meskipun pada suatu saat fisik naskah-naskah Nusantara itu secara alami akan musnah, setidaknya teks-teks yang terkandung di dalamnya akan tetap dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
X. Penutup
Naskah kuno adalah salah satu bagian dari identitas setiap bangsa. Bukan kita saja yang mewarisi artefak semisal naskah kuno ini. Jika kita tidak peduli menyelamatkannya, kita akan kehilangan salah satu identitas budaya sendiri. Bahkan kalau melihat trend internasional saat ini, penyelamatan dan pengenalan naskah kuno sebetulnya sudah menjadi kesadaran kolektif masyarakat dunia, terutama melalui teknologi digital yang berkembang sedemikian pesat.
Kecenderungan masyarakat modern yang ingin kembali pada alam (back to nature) merupakan langkah awal berkembangnya pengobatan tradisional yang telah ada sejak zaman dahulu. Pengobatan tradisional dipilih oleh masyarakat untuk mengatasi persoalan-persoalan yang berkatian dengan penyakit. Dengan demikian, penelitian lanjut tentang naskah kuno perlu diintensifkan. Karena kemungkinan dalam naskah itu terdapat beberapa tulisan mengenai berbagai ramuan obat, seperti obat mata, obat batuk darah, obat penyakit ayan, dan bahan pengharum ruangan yang dikenal dengan Setanggi Mekah. Bahan obat berasal dari bahan-bahan alami, seperti dedaunan.
Keragaman obat-obatan tradisional yang dimuat dalam naskah kuno di tanah air, telah memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, dan kesehatan bangsa kita. Negara kita menjadi salah satu pusat tanaman obat di dunia. Ribuan jenis tumbuhan tropis, tumbuh subur di seluruh pelosok negeri. Belum semua jenis tanaman itu kita ketahui manfaat dan khasiatnya. Kita hanya berkeyakinan bahwa Tuhan menciptakan semua jenis tumbuhan itu, pastilah tidak sia-sia. Semua itu pasti ada manfaatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengkajian naskah-naskah kuno yang masih ada, pendataan naskah kuno, penyalinan, dan penerjemahan isi naskah kuno serta pembuatan katalog yang memuat data lengkap tentang koleksi naskah-naskah kuno tersebut. Dengan demikian nilainya sangat penting dan strategis, diperlukan langkah-langkah konkret dalam upaya penyelamatan dan pelestarian naskah-naskah tersebut.
Bagi kalangan akademisi, naskah Nusantara sudah seyogyanya dijadikan sebagai salah satu sumber primer kajian, dalam disiplin ilmu apapun, bahkan termasuk kedokteran misalnya, karena kandungan isi naskah Nusantara sungguh sangat beragam. Jika sudah demikian, pasti masyarakat akan dapat merasakan manfaat naskah kuno tersebut.
Daftar Rujukan
Acharya D. dan Anshu S. 2008.
Indigenous Herbal Medicines: Tribal Formulations and Traditional Herbal Practices. Jaipur:Aavishkar Publishers Distributor. ISBN 978-81-7910-252-7. page 440
Fathurahman, Oman. 2009
Filologi di era modern
Di unduh dari http://www.pasulukanlokagandasasmita.com/filologi-di-era-modern/, pada hari Minggu, 31 Juli 2011, 19.00
Fenny, K.L., A.S. Andreanus and M. Immaculata, 1996
Uji aktivitas imunostimulan daun ginseng Sumatera (Talinum triangulare Willd) leaves and Korea ginseng (Panax ginseng C.A. Mayer) leaves, Skripsi, Departemen Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia (1996).
Ginting, Julianus in Sosial Budaya. March 28, 2011
Di unduh dari http://julianusginting.wordpress.com/2011/03/28/manuskrip-misterius/
Harada, K.; R. Mulyati and A. Muzakkir. 2006
Tumbuhan obat. Taman Nasional Gunung Halimun, awa Barta, Indonesia, Gunung Halimun-Salak National Park Management Project, Bandung.
Hidayani, Fika. 2011
“Belajar nasionalisme dari naskah kuno”
http://www.indscriptcreative.com/2010/10/belajar-nasionalisme-dari-naskah-kuno/ Diunduh pada hari Minggu, 31 July 2011. Pk 20:12
Indonesia Kaya Raya. Diunduh dari http://tingdongwok.blogdetik.com/2010/08/16/indonesia-kaya-raya/ pada harr Rabu, 3 Agustus 2011. Pk 9:57.
Koestanto, Benny Dwi dan Samuel Oktora. 2010
KEBUN RAYA BEDUGUL: Perpaduan Hutan Alam dan Tradisi Bali
Kompas, Sabtu, 9 Januari 2010
Meiyanto, Edy et all. 2007
Penghambatan karsinogenesis kanker payudara tikus terinduksi DMBA pada fasepost inisiasi oleh ekstrak etanolik daun Gynuraprocumbens (Lour), Merr
In: Majalah Farmasi Indonesia, 18(4): 169 – 175
Di unduh dari http://www.scribd.com/doc/52030864/2-manuskrip-gyn-post-edy-2-kolom, pada hari Senin, 1 Augustus 2011, pk 09:30
Naufalin, R. 2005
Kajian kharakteristik antimikroba dari ekstrak bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap berbagai mikroba pathogen dan perusak pangan, Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia (2005).
Nurrohman, Oman.2011
Prospek Tumbuhan Obat Indonesia
Diunduh dari http://omankonservasionist.wordpress.com/2011/05/28/tumbuhan-obat-indonesia/ hari Rabu, 3 Agustus 2011, Pk, 7:51.
Poedjayanto, P. 2008
Pusat tanaman obat dan obat tradisonal. Bandung, Indonesia: Active Media Bandung. Diuduh dari http://www.tanaman-obat.com. hari Rabu, 3 Agustus 2011, Pk, 7:51
Setyowati, Francisca Murti 2010
Etnofarmakologi dan pemakaian tanaman obat suku Dayak Unjung, di Kalimantan Timur.
In: Media Litbang Kesehatan 20(3): 104-112
Shui, G.L., P. Leong and S.P. Wong, 2005
Rapid screening and characterization of antioxidants of Cosmos caudatus using liquid chromatography coupled with mass spectrometry, Journal of Chromatography B 827 (2005), pp. 127–138.
Susantio, Djulianto. 2010
Obat Tradisional Paling Awal
Di unduh dari http://hurahura.wordpress.com/2010/06/22/obat-tradisional-paling-awal/ hari Senin, 15 Agustus 2011, pk 20.15
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia
Naskah
Di unduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama/ hari Senin, 15 Agustus 2011, pk 20.00
Yuniarti, T.2008
Ensiklopedia tanaman obat tradisional, MedPress, Yogyakarta