Deskripsi Majalah Online
Judul | Penentuan tajuk entri utama nama-nama Indonesia berdasarkan pola nama Indonesian dan kebiasaan penulisan di bahan perpustakaan |
Majalah | Visi Pustaka |
Edisi | Vol. 05 No. 1 - Juni 2003 |
Abstrak | Entri utama adalah entri yang digunakan dalam suatu kartu utama, biasanya merupakan sebuah tajuk. Dalam makalah ini istilah entri utama diperlakukan sinonim dng kata utama. Makalah ini juga membahas mengenai nama dilihat dari segi ilmu perpustakaan, yang muncul berdasarkan penggunaan nama dalam kehidupan sehari-hari ditambah dengan penulisan nama-nama dalam berbagai bahan pustaka. Nama-nama Indonesia memiliki berbagai pola ditambah dengan kebiasaan penulisan nama pengarang dalam berbagai bahan perpustakaan akan berpengaruh terhadap penentuan kata utama. Kata utama nama-nama Indonesia adalah bagian terakhir nama dengan beberapa pengecualian. Ketentuan ini perlu disebarluaskan agar penulisan daftar kepustakaan diberbagai literatur primer dan sekunder serta karya ilmiah yang mengharuskan pemuatan karya yang dirujuk, untuk menganut taat asas yaitu bagian terakhir nama akan menjadi kata utama. |
Keyword | Tajuk entri, Nama Indonesia, Bahan Perpustakaan |
Pengarang | Sulistyo-Basuki |
Subjek | Tajuk subjek |
Sumber | |
Artikel Lengkap | 1. Pendahuluan     Nama merupakan bagian dari kegiatan pustakawan, terutama pada waktu mengkatalog bahan perpustakaan . Katalog, bibliografi, majalah indeks dan abstrak yang dibuat pustakawan harus menunjukkan kepada sebuah nama yang seragam sehingga semua bahan perpustakaan yang ditulis oleh masing-masing pengarang dapat ditelusur tanpa memandang pokok soalnya Pustakawan juga menjumpai kenyataan bahwa banyak nama ditulis dalam bentuk nama yang berlainan, baik nama samaran, nama asli dalam berbagai bentuk, frase maupun nama disertai dengan berbagai inisial. Situasi tersebut mendorong pustakawan untuk membuat peraturan menyangkut nama pengarang. Hal tersebut di Indonesia terasa ketika pemerintah membuka Kursus Pendidikan Pegawai Perpustakaan pada tahun 1952, maka dirasakan perlu untuk menyusun peraturan katalogisasi untuk nama-nama Indonesia guna pengajaran serta pembekalan bagi pustakawan Indonesia.     Entri utama di sini adalah entri yang digunakan dalam sebuah kartu utama biasanya merupakan sebuah tajuk. Dalam makalah ini istilah entri utama diperlakukan sinonim dengan kata utama. 2. Penelitian sebelumnya 2.2. Perundang-undangan     Ketentuan nama sudah lama dikenal di Indonesia. Misalnya semasa kerajaan Majapahit ada kebiasaan menggunakan nama bintang sebagai nama diri diri misalnya Kudamerta, Banyakwide, Dandanggendis, Lembu Ampal, Gajah Mada dll. Semasa kesultanan Banten, Sultan Haji (1682 - 1687) memerintahkan semua orang Banten harus pakai nama Arab . Semasa Belanda berkuasa pada tahun 1864 dalam Gouvernments Besluits tgl 4 Oktober 1864 no. 13 (Staatsblad no. 142) dikeluarkan peraturan pendaftaran nama untuk orang pribumi Kristen (Inlandsche Christenen) .Peraturan lain yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda walaupun secara tidak langsung mengenai nama termuat dalam Agrarische Eigendomrect vervanging van Indische orfelijk individual grondbezit door eigendom (Staatsblad th 1872 no. 117) . Peraturan tersebut dikeluarkan karena adanya perubahan nama kecil (nama sejak kecil) menjadi nama tua. Dalam permohonan orang-orang yang ingin memiliki tanah supaya pemohon mencantumkan nama kecilnya. Peraturan lain ialah ketentuan pemilihan nama (naam aanneming) dimuat dalam Staatsblad 1920 no. 751 tgl 1 Oktober 1920 juncto Staatsblad 1927 nomor 564, mulai berlaku sejak 1 Januari 1926. Ki Hadiwijana mengatakan bahwa nama kaum (famili) jang telah diatur oleh Pemerintah Negara sejak th 1925 berlaku bagi bangsa Indonesia diluar keradjaan Djawa Peraturan lain yang mengatur soal nama terdapat pada Staatsblad 1917 - 130 juncto 1918 - 81 mulai berlaku sejak 1 Mei 1919 . Tahun 1961 keluar Undang-Undang no. 4/1961 tentang perubahan atau penambahan nama keluarga. UU tersebut berlaku bagi warganegara Indonesia yang tunduk pada hukum sipil, mulai berlaku sejak 25 Februari 1961. Semasa Orde Baru keluar Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudajaan no, 17485 tgl 18 Juli 1961 yang antara lain berbunyi: 2.3. Penelitian sebelumnya 3. Pola nama-nama Indonesia 3.1. Nama diri Nama ini dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu nama diri tunggal, nama diri diikuti inisial dan nama diri majemuk bukan nama keluarga. 3.1.1. Nama diri tunggal 3.1.2. Nama diri diikuti inisial  Jenis nama ini lazimnya terdapat pada dokumen. Inisial dapat berupaa satu huruf atai lebih. Dilihat dari pengkatallogan, sulit untuk mengetahui nama diri. Contoh:  Marga T  Nama diri majemuk ialah nama diri yang diberikan pada seseorang sejak kelahirannya, terdiri dari dua bagian nama atau lebih yang merupakan satu kesatuan nama. Dalam hal ini nama bagian terakhir diperlukan sebagai bukan nama keluarga sedangkan nama yang jelas mengandung nama keluarga dan sejenisnya akan dibahas pada butir 3.3. Nama diri majemuk bukan nama keluarga dapat dibagi lagi menjadi nama majemuk yang merupakan nama-nama Islam, nama-nama bukan Islam dan gabungan antara nama Islam dnegan nama bukan Islam. Misalnya pada kelompok pertama terdapat nama seperti Muhammad Syamsuddin, Amir Hakim, Muhamad Isa; pada kelompok kedua terdapat nama seperti Djoko Pranoto, Bambang Sanggota dll Kelompok ketiga merupakan campuran seperti Mohammad Diponegoro, Gunawan Mohamad, Abu Kiswo dll. 3.3.. Nama tua Nama tua ialah nama yang dipergunakan seseorang setelah dewasa atau setelah berkeluarga, lazimnya terdapat di Jawa dan Madura . Biasanya setelah memperoleh nama tua, nama kecil menjadi jarang disebut, ada kalanya ditulis sebagai inisial, bahkan kadang-kadang merupakan tabu untuk disebut. Loeb menulis 3.4. Nama keluarga  Nama ini terdiri dari 3 bagian nama atau lebih selalu diakhiri dengan nama keluarga. Penggunaan nama keluarga terdapat di Nusa Tenggara Timur, Ambon, Irian, Boloang Mongondow, Minahasa dan Sangir Talaud. Dalam kelompok ini termasuk pula nama marga dari etnis Batak meliputi 6 subsuku yaitu Toba, Angkola, Mandailing, Simelungun, Dairi atau Pakpak-Dariri, dan Karo  Penggunaan nama keluarga dilakukan oleh keluarga bangsawan seperti Djajadiningrat, Pusponegoro, Tedjasukmana dan lain-lain serta keluarga yang menggunakan nama orang tuanya atau nama tua orang tunya sebagai nama keluarga. Contoh Djojohadikusumo, Sastroamidjojo, Djiwandono dll. 3.4. Nama wanita yang sudah kawin.  Bagi wanita yang sudah kawin, penggunaan namanya sesudah kawin akan bervariasi. Ada yang tetap mempertahankan nama seperti sebelum menikah seperti Aisyah Amini ada yang menggunakan nama ayah (Dewi Fortuna Anwar), ada yang menggunakan nama suami dengan tambahan sebutan Nyonya atau kadang-kadang Ibu..., ada yang menggunakan nama diri di tambah nama keluarga suami (misal Charlotte D. Pusponegoro, Caroline Maria Tedjanegara), nama diri ditambah dengan nama suami (contoh Nelly Adam Malik, Karminah Supardjo) lalu nama diri ditambah dengan nama keluarga suami diikuti tanda hubung lalu menyusul nama keluarga isteri. Contoh: 3.5. Nama dengan pola khusus.  Jenis nama-nama ini punya ciri khas, sedikit banyak dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan kelompok etnis maisng-masing. 3.5.1. Sebutan yang menunjukkan urut-urutan dalam keluarga. Nama seperti ini terdapat di Bali yang mengenal sebutan yang menunjukkan urut-urutan dalam kelahirannya. Sebutan tersebut berlaku dari anak pertama sampai keempat selanjutnya dimulai lagi dari sebutan pertama. Anak pertama disebut Wayan dari kata wayahan artinya paling tua, untuk anak wanita sering digunakan sebutan Luh..  Covarrubias mengatakan anak pertama dari kasta Sudra disebut wayang sedangkan dari kasta lebih tinggi disebut Putu atau Gde . Untuk anak kedua diberi sebutan Made atau Nengah, anak ketiga disebut Nyoman sedangkan anak keempat diberi sebutan Ketut. 3.5.2. Teknonim Teknonim artinya penyebutan orang tua berdasarkan nama anaknya bukannya nama diri orang tua. Misalnya seorang lelaki bernama A kemudian ketika punya anak (sebutkan B) maka sebutan A menjadi Ayahnya B. Kebiasaan ini terdapat di hampir seluruh daerah Indonesia. 3.5.3. Nama frase Nama frase ialah nama yang terdiri dari dua bagian atau lebih atau kalimat yang membentuk suatu pengertian. Dalam kehidupan sehari-hari nama frase sering digunakan untuk memberi ciri khusus pada seseorang sedangkan padabahan perpustakaan tercetak digunakans ebagai pengenal khas. Contoh banyak terdapat pada kolom pojok surat kabar. 3.5.4. Nama yang terpotong-potong. Bentuk ini banyak dijumpai dalam bahan perpustakaan sebagai pengarang. Contoh: Pura-di-Reja 3.5.5. Nama yang berubah. Nama seseorang dapat berubah karena menghindari sakit artinya karena seoarng anak selalu sakit-sakitan maka namanya diganti (contoh Bung Karno), karena perkawinan (Suroto menjadi S. Kartodirdjo), diangkat menjadi penghulu (Amin menjadi Amin Sutan Pamenan), karena kelahiran anak pertama (Paidjo menjadi Bapaknya Paimin),. Karena memperoleh sebutan baru dari istana (Go Tik Swan menjadi Raden Tumenggung Hardjonegoro), karena nama panggilan lebih terkenal daripada nama asli (Pancratius Wardojo lebih dikenal sebagai Pak Besut. Bung Tomo lebih dikenal daripada nama aslinya Sutomo), karena undang-undang (misalnya Tjeng Lie Tin menjadi Anna Maria Sri Susanti Daud), karena menjadi pengarang serta menggunakan nama samaran (Hasbullah Parlindungan mengubah namanya menjadi Matu Mona, Djamaludin menggunakan nama a samaran Adingeoro dan mendirikan organisasi politik maupun sosial (Soewardi Soerjaningrat menjadi Ki Hadjar Dewantoro, anggota CC PKI Joseph Simandjuntak mengubah nama menjadi Jusuf Adjitorop). 3.6.Sebutan tambahan pada nama. 3.6.1. Gelar dan panggilan. Pada nama seseorang dapat ditambahkan gelar kebangsawanan atau gelar jabatan (lazimnya berlaku di kraton) dan panggilan. Panggilan misalnya penambahan kata Bang, Bung, Neng db misalnya Bung Hatta, Bung Tomo 3.6.2. Nama clan diikutigelar adat Pola semacam ini terdapat pada etnik Batak diberikan pada waktu mencapai usia lanjut atau waktu memangku jabatan atau waktu perkawinan. 3.6.3. Nama atau nama tua diikuti dengan gelar adat. Lazimnya berlaku untuk etnis Minang, dapatdiikuti dengabn tambahan kata gelar (Djamaluddin gelar Sutan Maharaja Lelo) atau nama diri langsung diikuti denagn gelar (misal Rustam Sutan Paalindih, Aman Datuk madjoindo) 3.6.4. Nama diri diikuti dengan nama tempat.    Nama diri yang diikuti dengan nama tempat disebut conferred name atau karan desa biasanya diberikan pada seorang ulama yang tidak disebut nama aslinya melainkan menggunakan daerah asal atau tempat dia membuka pesantren atau perguruan. Misalnya Tengku Cik di Tiro nama aslinya ialah Muhammad Saman, Tuanku Imam Bonjol memiliki nama asli Muhammad Sahab. 4. Penentuan kata utama     Berdasarkan pola nama yang ada di Indonesia ditambah dengan nama -nama Indonesia yang tercantum pada bahan perpustakaan, maka langkah berikut ialah menentukan kata utama nama Indonesia. Untuk menentukan kata utama yang akan digunakan pada katalog, bibliografi dan penulisan kepustakaan terdapat empat pendekatan. 4.1. Pada bagian nama pertama atau secara langsung Penentuan secara langsung artinya bagian pertama nama langsung menjadi kata utama, dikenal pula dengan sebuta straight order. Bila cara ini dianut maka nampak urutan nama sebagai berikut: (1) Bagian nama pertama yang menjadi kata utama adalah inisial seperti nampak pada contoh di atas, dalam hal ini yang menjadi kata utama ialah A. Hal tersebut tidak mungkin bila sebuah huruf akan menjaadi kata utama. Kebiasaan menulis nama inisial dikatakan "nama ketjilnya kebanjakan ditulis dengan tersingkat [sic] dan ada pula naa janng nama ketjilnya sama sekali tidak ditulis lagi."  Contoh yang ditemukan dalam bibliografi seperti kata Muksan nampak di bawah ini (2) Inisial tidak mungkin menjadi kata utama lebih-lebih bila sesudah insial ada nama lengkap. Bila penentuan langsung ini dilaksanakan maka hasilnya ialah entri berdasarkan huruf pertama diikuti nama lain yang justru tertulis lengkap. (3) Ketentuan tersebut sulit diterapkan pada nama Indonesia yang menggunakan nama keluarga, nama marga dan nama orang tua. Di dalam katalogisasi ada ketentuan yang menyatakan bahwa dasar kata utama ialah nama keluarga bilamana nama keluarga diketahui. (4) Nama-nama yang masih ada hubungan keluarga (anak, bapak, nenek) akan terpisah padahal dalam prinsip pengatalogan dikenal konsep collocation subkelas dari sebuah klasifikasi berdasarkan asas persamaan. Dalam katalogisais bila menggunakan pendekatan bagian pertama menjadi kata utama akan melanggar prinsip kolokais. Contoh 4.2.. Menurut nama keluarga.  Kemungkinan ini berdasarkan pendapat bahwa bagian nama terakhir merupakan nama keluarga atau nama marga. Ketentuan berdasarkan nama keluarga dapat diterapkan bila pengkatalog menjumpai nama-nama yang jelas-jelas merupakan nama keluarga seperti Sahulata, Sapulete, Tilaar, Weas, Aritong, Sitepu dll. Namun demikian ketentuan ini sulit diterapkan bagi nama-Indonesiayang terdiri dari dua nama atau lebih namun tidak jel;as nama keluarganya. Perhatikan nama Amir Yahya, sulit diketahui apakah Yahya merupakan nama keluarga atau bukan. Tidak ada cara yang tepat untuk mengetahui apakah bagian nama terakhir menurut nama keluarga atau tidak terkecuali pengkatalog kenal pribadi [pada pengarang atau menanyakan langsung pada pengarang. Dalam hal demikian tugas pengkatalog menjadi tidak praktis, makan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. 4.3. Menurut bagian nama yang paling dikenal.  Penentuan kata utama pada nama paling terkenal sulit dilakukan lebih-lebih bila pengarang menggunakan nama yang berbeda-beda. Brown pernah menyatakan nama paling terkenal itu justru tidak ada. Dikatakanya Perhatikan contoh di bawah ini. Dari mana yang tertera di atas sulit untuk mencari mana nama yang paling terkenal! (2) Ada nama pengarang yang merupakan ayah dan anak namun susunannya berbeda. Misalnya nama Notosusanto, Nugroho Notosusanto, Smita Notosusanto. Yang pertama merupakan nama ayah, yang kedua lebih dikenal pada nama Nugroho sedangkan nama ketiga merupakan nama yang dikenal pada nama pertama. Namun ketiga-tiganya memiliki hubungan keluarga yaitu ayah, anak, cucu. Lalu bagaimana menentukan kata utamanya. (3) Akan terjadi benturan antara nama paling dikenal dengan nama pengarang yang memiliki nama keluarga. Pada nama keluarga sebutan yang terkenal justru nama keluarganya. Lalu bagaimana membuat peraruran penentuan tajuk entri utama? 4.4. Menurut bagian nama terakhir. Pendekatan ini memilik keuntungan sebagai berikut: Di segi lain pendekatan ini memiliki kerugian seperti: 4.5. Perlukah keseragam penentuan nama untuk Asia Tenggara? Penentuan entri utama nama-nama Indonesia tidak saja mendapat perhatian dari pustakawan Indoensia melainkan juag dari kalangan pustakawan Asia Tenggara dan negara lain yang memiliki banyak bahan perpustakaan asal Indonesia.. Walaupun Malaysia dan Brunei dan juga Thailand (dengan beberapa pengecualian) menggunakan bagian nama pertama sebagai kata utama, kiranya hal tersebut tidak perlu kita ikuti demi keseragaman pengatalogan. Filipina justru menentukan kata utama pada bagian akhir nama. Singapura menentukan kata utama pada nama keluarga tergantung pada etnisnya misalnya Cina diatur menenut ketentuan nama-nama Cina, untuk nama-nama Melayu diatur menurut ketentuan nama Melayu yang berlaku di Malaysia sedangkan nama-nama India menganut aturan yang berlaku di India. Indonesia harus menentukan sendiri karena perkembangan budaya dan sejarah yang berlainan sehingga masing-masingnegara memiliki peraturan tersendiri. 5. Penggunaan dalam bahan perpustakaan  Penggunaan nama-nama dalam bahan perpustakaan misalnya dalam entri ensiklopedia,daftar kepustakaawn yang menyertai setiap karya ilmiah, majalah sekunder seperti bibliografi, majalah indeks dan abstrak dapat melibatkan pustakawan dapat pula tidak melibatkan pustakawan. Dalam penyusunan entri nama. Hal tersebut berpengaruhpada penyusunan nama-nama.  Kalau memperhatikan entri pada berbagai buku rujukan seperti direktori, biografi, buku telepon maka kita dapat mengetahui bahwa tidak ada penyusunan nama yang bauk, bahkan buku telepon cenderung menggunakan bagian pertama. Hal tersebut mungkin terjadi karena pelanggan diminta untuk menentukan nama yang akan disusun dalam buku direktori.  Hal serupa dengan berbagai ensiklopedia umum maupun khusus sehingga entri nama yang disusun tidak konsisten. Perhatikan entri Ensiklopedia Indonesia, Ensiklopedia Islam Indonesia.
 Tiadanya konsistensi dalampenentuan kata utama juga terjadi berbagai ensiklopedia, namun hal tersebut tidak terjadi pada buku rujukan yang di dalamnya diikutsertakan pustakawan. Karya Roeder Who¿s who in Indonesia misalnya menggunakan nama bagian terakhir sebagai kata utama karena di dalam tim redaksi ada pustakawan. Pada terbitanseperti Bibliografi Indonesia, Bibliografi nasional Indonesia, Indeks madjalah ilmiah, Indeks majalah ilmiah Indonesia, Index of Indonesian Learned Periodicals dan Indonesian Abstracts sepenuhnya menggunakan bagian nama terakhir sebagai kata utama. Banyaknya kata utama berdasarkan bagian nama terakhit ditunjukkan oleh Zubaidah Isa Tabel 1 Entry word in Indonesian names 6. Manakah yang akan kita pilih? Berdasarkan pendekatan yang dilakukan sambil memperhatikan pola nama-nama Indonesia serta kebiasan penulisan nama di berbagai bahan perpustakaan, maka pendekatan keempatlah yang paling cocok. Adapun pendekatan itu ialah kata utama nama-nama Indonesia adalah pada bagian akhir nama dengan beberapa pengecualian. Walaupun merujuk ke bagian nama terakhir, peraturan yang akan dibuat juga memuat pengecualian untuk Hal yang tidak memungkinkan penentuan kata utama pada bagian akhir dapat ditampung pada peraturan pengecualian .Maka usulabn peraturan untuk nama-nama Indonesia berbunyi sebagai berikut: 6.1. Nama Indonesia 6.1.1. Umum Bagi pengarang yang menggunakan lebih dari satu bagian nama dalam karyanya, maka kata utama ditentukan pada bagian nama yang terakhir diikuti dengan bagian bagian nama lainnya. Penunjukan seperlunya dibuatkan dari bagian nama yang paling dikenal. Sutanaya, I Made 6.2. Perkecualian (1) Nama dengan unsur nama di, el, nan dan sebagainya. (3) Nama yang berakhir dengan inisial atau singkatan (4) Nama yang memuat gelar tradisi Palindih, Rustam Sutan 7.2. Perubahan pada AACR 2. Perubahan untuk nama-nama Indonesia yang perlu diusulkan ialah: (ii) 22.26E. Nama yang mengandung unsur nama tempat. 7. Penutup |