FGD Penyusunan RPJMN 2020 - 2024 Bidang Perpustakaan

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Bandung, Jawa Barat—Salah satu kecakapan di abad 21 adalah kecakapan literasi. Kecakapan literasi adalah kecakapan yang meliputi aspek berbahasa berkomunikasi, membaca dan menulis. Literasi merupakan alat (tools) yang digunakan untuk pengembangan karakter dan kompetensi setiap manusia. Kecakapan literasi membutuhkan kecerdasan yang terintegrasi antara spiritual, intelektual, emosi dan fisik.

Kecakapan literasi dapat berkembang baik jika dalam proses pembelajaran melibatkan ke empat elemen diatas. Artinya, agar mampu berbahasa dengan baik, seseorang harus memiliki wawasan yang luas. Wawasan luas hanya diperoleh melalui aktivitas baca yang baik, baik dari sisi kualitas bacaan maupun kuantitas bahan bacaan. Dan sekolah menjadi salah satu faktor yang disorot dalam pengembangan literasi siswa.

Pengelola perpustakaan sekolah harus memiliki literasi, kemampuan membaca dan menulis dengan baik. Tapi, sayangnya jumlah pustakawan di sekolah masih sangat minim. Padahal mereka ini diharapkan bisa memberikan penjelasan terhadap siswa di sekolahnya akan pentingnya literasi, karena hal itu menjadi salah satu kecakapan di abad 21.

Demikian terungkap dalam focus group discussion (FGD) Background Study Penyusunan RPJMN 2020-2024 di Bidang Perpustakaan yang diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas di Bandung, Rabu, (18/4).

Di era digital ini, informasi sangat mudah dibuat, didapat, disebarkan, dan ditelusur. Akibatnya ruang-ruang virtual sarat dipenuhi luapan informasi. Meski ada yang bermanfaat bagi tumbuh kembang para siswa maupun yang berimplikasi negatif bagi mereka.

Dalam suatu hasil survei minat baca, bahwa kaum remaja menjadi lebih baik dalam membaca ketika dirinya termotivasi. Yang penting adalah mengkondisikan lingkungan fisik. Karena ada yang mampu membaca, bertutur dan menulis. Ada yang mampu membaca tapi tidak mampu bertutur. Namun ada juga yang mampu membaca tapi tidak bisa menuangkan ide (menulis), ujar Richie Cynthia Johan dari Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Sementara itu, munculnya komunitas baca banyak diprakarsai oleh masyarakat untuk turut serta dalam mengembangkan budaya baca. Pengelola taman baca masyarakat (baca ; library supporter) secara alami bergerak, bahu membahu saling merekomendasikan, mendukung dan berkomitmen melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Perpustakaan harus bertransformasi peran dengan banyak melibatkan kegiatan pelibatan masyarakat. Apalagi teknologi informasi dan komunikasi jejaring sangat mudah dilakukan dengan dukungan multi pihak, imbuh pegiat literasi Agus Munawar.

Lalu, dimana peran stake holder? Agus menjelaskan bahwa peran stake holder adalah memberi ruang pada komunitas untuk berkegiatan di perpustakaan, melakukan pemetaan terhadap apa yang menjadi potensi komnitas, memberikan apresiasi dan dukungan, mendorong perpustakaan menjadi pusat berkegiatan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Komunitas seperti taman baca adalah modal sosial dalam masyarakat. Jadi, kalau ada bantuan buku kalau bisa berbasis kebutuhan agar kena sasaran, tambah Agus

Di provinsi Jawa Barat berdiri lebih dari 500 TBM dan mayoritas tidak berbadan hukum sehingga kesulitan ketika akan mengajukan bantuan karena mensyaratkan lampiran akta notaris. Jadi kalau mau minta bantuan koleksi harus ada akte, tambah Agus. Padahal TBM telah banyak melahirkan inovasi dan kreatifitas. TBM juga adalah komunitas yang paling dekat dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Tapi, TBM juga memerlukan dana untuk keperluan operasional.

Namun, dibalik tumbuh pesatnya TBM di Jawa Barat, 1 juta penduduknya masih buta aksara dari total penduduk yang masih mengalami buta aksara nasional, yakni sebanyak 8 juta. Makanya, peningkatan literasi menjadi bermanfaat dalam menyongsong Revolusi Industri 4.0. Penguatan literasi untuk kesejahteraan masyarakat harus melibatkan semua bidang ilmu dan multi pihak. Buku-buku harus disebar sebanyak mungkin sesuai kebutuhan masyarakat. pustakawan juga ahrus berperan sebagai pendamping sehingga penguatan literasi tetap berkesinambungan. Jangan sampai jumlah pustakawan kalah banyak dengan jumlah TBM.

 

Reportase : Hartoyo Darmawan

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung