Gramedia Writers and Readers Forum 2018 : Ajang Sharing Penulis, Penerbit, dan Pembaca

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Sebuah riset disampaikan Direktur Gramedia Soewandi S Brata bahwa tren penulis baru mulai bermunculan. Indikatornya, Soewandi mencatat di tahun 2015 terbit 44 ribu judul buku baru, di tahun 2016 terdata 57 judul baru dari 64 ribu judul yang terdaftar di International Standard Book Number (ISBN). Padahal biasanya tren per tahun di Indonesia hanya berkisar 30-35 ribu terbitan buku baru.  

“Trennya sudah bagus tapi belum cukup,” imbuh Soewandi Brata saat membuka Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF) di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu, (7/4). GWRF 2018 adalah gagasan mempertemukan penulis, pembaca, editor dan penerbit. Bisa dikatakan ajang tersebut semacam kopi darat (sharing) antara penulis dan pembaca. Untuk pertama kalinya GWRF berlangsung di Gedung Perpusnas yang digelar selama dua hari (7 dan 8 April).

Sebanyak 25 penulis ternama Indonesia akan berbagi ilmu dan pengalaman mereka. Penulis-penulis itu di antaranya, Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, Tere Liye, Eka Kurniawan, Leila S Chudori, Bernard Batubara, dan Maman Suherman. Mereka disebar ke dalam 17 kelas (pagi, siang, sore) dengan total peserta 2.800 orang. "Di sinilah para pembaca bisa mendapatkan wawasan bagaimana sebuah karya diproses, ditulis dan juga bagaimana kita menikmatinya dengan baik," jelas Soewandi Brata.

Selain menggelar kelas sharing, GWRF juga mengadakan kelas Editor Clinic. Editor Clinic adalah forum temu penulis dan penerbit. Di sini para penulis pemula diberikan masukan  maupun tips-tips bagaimana menciptakan karya tulisnya agar diterima penerbit dan dicintai publik. Pihak penyelenggara GWRF 2018 mengklaim sedikitnya 1.000 naskah telah terkumpul untuk dibedah oleh penerbit lewat forum Editor Clinic.

Gramedia melihat akhir-akhir ini masyarakat semakin sensitif, mudah tersulut emosi saat membaca sebuah informasi. Riset tentang Civil Society menyebutkan bahwa bangsa yang maju sangat menyukai aktivitas membaca. Kesuksesan yang didalamnya ada etos kerja keras, semangat dan etika yang bagus. Sebaliknya, pada negara-negara yang tidak maju, perilaku masyarakatnya cenderung ke arah hal-hal mistis ketika ditimpa masalah. Sehingga peran literasi amat dibutuhkan karena dampaknya yang luar biasa kepada peradaban suatu bangsa.

Kemampuian literasi yang baik sanggup menghindarkan masyarakat dari perilaku yang merusak, sikap emosional dan tidak mudah menerima segala bentuk informasi yang belum diketahui kebenaran ataupun kevalidan sumbernya.

Paradigma perpustakaan di era teknologi dan keterbukaan salah satunya membantu masyarakat untuk berpikir cerdas lewat membaca. Keterbukaan informasi bagi masyarakat dapat diperoleh jika perpustakaan mampu menyediakan akses yang seluas-seluasnya.

“Di ibaratkan, satu peluru hanya mampu menembus satu kepala tapi sejatinya telah membunuh kemanusiaan. Sedangkan satu buku mampu menembus jutaan kepala jika didigitalkan dan sejatinya mampu menciptakan miliaran peradaban baru,” terang Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando. kala menyampaikan apresiasinya terhadap event yang diadakan Gramedia.

Gramedia Writers and Forum merupakan salah satu upaya mengajak masyarakat mencintai perpustakaan. Secara khusus, lanjut Kepala Perpusnas, perpustakaan adalah rumahnya para penulis dan penerbit. Tidak lahir seorang penulis jika dia bukanlah pembaca yang baik. Siklus ini akan terus bertumbuh.

Kepala Perpusnas juga mengajak masyarakat mematahkan sebuah anggapan bahwa di masa depan perpustakaan akan musnah (hilang) seiring kecanggihan teknologi informasi. “Itu tidak akan terjadi karena di negara-negara maju yang terjadi buku yang tercetak justru melebihi pertumbuhan media visual”.

Yang terjadi di Indonesia bukanlah persoalan minat bacanya yang rendah melainkan keterbatasan bahan bacaan yang mau dibaca sehingga menurunkan daya baca. Oleh karena itu, Perpusnas mengharapkan para penulis dan penerbit untuk mau memperhatikan kebutuhan informasi yang diharapkan atau sesuai dengan kondisi dimana masyarakat tinggal.

“Buku yang terbit diupayakan sesuai kebutuhan mayarakat. Masyarakat saat ini lebih memerlukan buku-buku ilmu terapan, seperti membuat pakan ternak, budi daya hasil pertanian, perternakan, dan sebagainya atau buku-buku teknologi tepat guna maupun keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan sebagai pengembangan keahlian,” beber Kepala Perpusnas.

 

Reportase : Hartoyo Darmawan

 


 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung