Halalbihalal, Momentum Silahturahmi dan Saling Memaafkan

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Salemba, Jakarta – Di hari pertama masuk kerja usai Idulfitri 1443 H, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI menyelenggarakan halalbihalal secara hybrid, Senin (9/5/2022) di Aula Perpusnas Salemba.

Halal Bihalal dihadiri pejabat pimpinan tinggi madya dan pratama, pustakawan utama, purnabhakti, dan seluruh pegawai di tiap unit kerja. 

Pengisi tausiyah, Ustadz Doni Dion mengatakan, makna dari halalbihalal adalah silahturahmi dan saling memaafkan. Silahturahmi bertujuan untuk memperkuat persaudaraan.

"Seperti sekarang ini kita kumpul untuk bersilahturahmi. Silaturahmi penting karena silahturahmi menyambung sesuatu yang putus, mengikat sesuatu yang lepas," ungkap ustadz pemenang Akademi Sahur Indonesia (AKSI) Asia 2021.

Mengenai anjuran silahturahmi, lanjut ustadz Doni Dion, Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori. Adapun bunyi haditsnya Man ahabba ayyubsatho lahu firrizqi, wayunsa’a lahu fii atsarihi wal yashil rahimahu. Artinya: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahim.

"Yang ingin dilapangkan rezekinya, ingin dipanjangkan umurnya maka senantiasa mereka menyambung tali silahturahmi.  Karena kalau kita lihat secara medis, kita bertatap muka satu sama lain itu akan memunculkan suatu hal yang bahagia," ungkapnya.

Selain itu, dengan silahturahmi juga mendekatkan kebaikan, menjauhkan kemudharatan, serta mendatangkan keberkahan. Selain silahturahmi, makna halalbihalal yakni saling memaafkan.

"Poin penting halalbihalal ini kita silahturahmi, harus saling memaafkan kesalahan orang lain, itu yang paling mulia. Apalagi kita semua ini bersaudara walaupun berbeda suku, ras, agama dan budaya," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menjelaskan, sejarah kupat yang diperkenalkan Sunan Kaijaga kepada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga membudayakan dua kali bakda, yaitu bakda lebaran dan bakda kupat yang dimulai seminggu sesudah lebaran.

"Kata ketupat dalam filosofi Jawa memiliki berbagai makna. Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari ngaku lepat artinya mengakui kesalahan," jelasnya.

Tradisi sungkeman, lanjutnya, menjadi implementasi ngaku lepat mengakui kesalahan bagi orang Jawa. "Dan saya kira ini mengajarkan pentingnya menghormati orang tua," lanjutnya.

Kemudian, lebaran sudah usai menandakan berakhirnya waktu puasa. Lebaran meluber atau melimpahkan rezeki, ajakan untuk kaum Islam mengeluarkan zakat fitrah, zakat mal, dan lainnya. Leburan sudah habis dan lebur artinya dosa dan kesalahan akan melebur habis.

"Karena Islam dituntut untuk saling memaafkan satu dengan yang lain. Laburan berasal dari kata labur dengan kapur yang biasa digunakan untuk menjernihkan air maupun pemutih dinding maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin," pungkasnya.

Reportase: Wara Merdeka

Fotografer: Ahmad Kemal/Prakas A

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung