Harapan Baru bagi Pelaku Ekonomi Kreatif

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta-Sejarah dan perjuangan dalam mewujudkan regulasi untuk kebangkitan dan kemajuan ekonomi kreatif (ekraf) di Indonesia dihadirkan dalam sebuah buku berjudul Kebangkitan Ekraf dari Regulasi karya Dr. H. Abdul Fikri Faqih yang merupakan mitra legislatif sebagai Wakil Ketua X DPR RI.

Buku tersebut merupakan gambaran dinamika pembahasan regulasi Rancangan Undang- Undang (RUU) Ekonomi Kreatif yang secara intensif dibahas dari tahun 2018 hingga 2019 dan pada akhirnya disahkan menjadi undang – undang.

Regulasi yang dimaksud adalah Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif yang dirancang dan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah serta telah diundangkan pada tanggal 24 Oktober 2019.

Sebagai bentuk apresiasi kepada penulis dan sekaligus sebagai bentuk kampanye budaya membaca dan menulis, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) meluncurkan buku tersebut sekaligus dirangkaikan dalam talkshow bertema Membaca itu Sehat, Menulis itu Hebat di gedung teater Perpusnas, Rabu secara hybrid. (15/03/2023)

Hadir dalam kegiatan ini adalah Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando beserta jajaran Pejabat Tinggi Madya dan Pejabat Tinggi Pratama, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, Bupati Buton Selatan, La Ode Budiman, Bupati Pasaman Barat, H. Hamsuardi, Bupati Nias, Yaatulo Gulo, Bupati Aceh Jaya, Nurdin dan Bupati Minahasa, Royke Octavian Roring serta salah satu penyanyi/aktor/komika Indonesia yang sedang naik daun berkat lagunya, Komang, Raim Laode.

Dalam sambutannya, Muhammad Syarif Bando menyampaikan apresiasi atas karya yang telah ditorehkan oleh Fikri Faqih. “Kehadiran buku yang fundamental ini adalah sebuah kekayaan khazanah bangsa. Dengan regulasi ini, values dari sebuah produk ekonomi kreatif akan semakin terjamin, sehingga masyarakat akan mendapatkan nilai tambah serta hak paten,” ungkapnya.

Kaitan perpustakaan dalam ekonomi dijelaskan oleh Syarif Bando. “Peran perpustakaan dalam pengembangan ekonomi antara lain 67% pengunjung perpustakaan mendapatkan informasi bisnis di perpustakaan, 43% mendapatkan tawaran pekerjaan dan 72% pengunjung mendapat kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan,” imbuhnya.

Sementara itu, Fikri Faqih menjelaskan alasan lamanya pembahasan hingga menjadi UU. “Lamanya pembahasan karena panitia kerja ingin menciptakan undang – undang yang mampu menjawab permasalahan dan kebutuhan di bidang ekonomi kreatif. Serta Peraturan Pemerintah yang selesai di tahun 2022 karena adanya problematika dari sisi pelaku ekonomi kreatif, yaitu tentang permodalan dan marketing system,” jelasnya.

Fikri Faqih menambahkan, “Literasi dan ekonomi kreatif harus bergerak bersama dan tidak bisa dipisahkan serta berkolaborasi”.

Sementara itu, Raim Laode mengungkapkan keterkaitan antara literasi dengan bidang yang digelutinya. Selaku pihak yang bergerak di bidang seni, Raim Laode memandang literasi dalam suatu produk.

“Produk literasi adalah kreatifitas. Kita hidup di era, dimana orang kreatif mengalahkan kapitalis dengan kreatifitas,” kata Raim Laode.

Syarat literasi menurutnya ada dua. “Syarat literasi adalah motivasi dan sarana,” tambahnya.

UU Nomor 24 Tahun 2019 memberikan kepastian hukum untuk pengembangan ekonomi kreatif dengan ekosistem yang kondusif sehingga memberikan perlindungan dan meningkatkan kemampuan ekonomi kreatif dalam skala global.

Hal tersebut disampaikan oleh Sandiaga Uno. “Berbicara tentang ekosistem harus ada pemainnya. Terdapat sekitar 24 juta pelaku ekonomi kreatif di seluruh Indonesia. Subsektor kuliner sebanyak 42%, subsektor fashion 18%, subsektor kriya 15% dan 14 subsektor lainnya antara lain aplikasi, permainan, musik, arsitektur, desain kreasi visual dan lain – lain,” terangnya.

Sandiaga Uno menambahkan, bahwa per tahun 2022 dengan disahkan PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif yang diundangkan pada tanggal 12 Juli 2022 senyatanya memberikan kemudahan bagi para pelaku ekonomi kreatif. “Produk ekonomi kreatif yang didaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) akan mendapatkan keleluasaan, menjadikan HAKI dan produknya menjadi obyek pembiayaan. Yang artinya akses pembiayaan bagi para pelaku ekonomi kreatif sudah bisa dibiayai oleh perbankan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) ataupun crowdfunding,” pungkasnya.

Kegiatan ditutup dengan peluncuran buku yang ditandai dengan penandatanganan bersama di atas kanvas oleh Muhammad Syarif Bando, Sandiaga Salahuddin Uno dan Abdul Fikri Faqih.

 

Reportase     : Anastasia Linawati

Dokumentasi : Aditya Irfan

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung