Jakarta—Kaum Ibu diyakini memiliki peran penting dalam membangun kebiasaan membaca dan kemampuan literasi anak. Sebagai perpustakaan pertama bagi anaknya, ibu bisa membangun konstruksi biologis dan psikologis anak sejak dini.
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Joko Santoso menyatakan ibu yang banyak membaca memiliki peluang lebih tinggi memiliki anak yang cerdas secara intelektual dan mental. Disebutkan Joko, hal ini dapat dibangun ibu melalui kebiasaan membacakan cerita atau mendongeng kepada anak.
Berdasarkan riset dari Cincinnati Children’s Hospital Medical Center terungkap bahwa ada efek sangat baik terhadap otak anak, saat mendengarkan cerita dari sebuah buku. Penelitian yang melibatkan sekitar 20 anak itu menunjukkan bahwa ketertarikan terhadap buku yang dibacakan seorang ibu kepada anaknya, meningkatkan aktivitas di sisi kanan otak serebelum.
"Ini merupakan area otak yang mendukung penyempurnaan keterampilan kognitif, peningkatan memori, pemecahan salah, dan memberikan perhatian. Dengan menirukan kebiasaan membaca ibu sejak mula, anak anak mampu menguasai lebih banyak kosakata dan motoriknya berkembang lebih sempurna," jelasnya saat memberikan sambutan dalam diskusi virtual dengan tema Kekuatan Literasi dalam Perlindungan Tumbuh Kembang Anak yang diselenggarakan IKA BKPRMI LTB dan FGII, pada Kamis (28/10/2021).
Penguatan literasi anak harus dilakukan karena menghadapi perkembangan zaman, masyarakat dituntut tidak hanya menguasai literasi lama yakni membaca, menulis, dan matematika. Dia menambahkan, ada tuntutan untuk menguasai literasi baru atau sering disebut sebagai literasi informasi yang mencakup literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.
"Literasi data adalah kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital. Sementara literasi teknologi adalah memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding/programming, artificial intelligence, dan engineering principles)," urainya.
Dan literasi manusia adalah kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif seperti leadership, team work, cultural agility, entrepreneurship (social entrepreneurship).
Dia menegaskan, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan dengan kecakapan literasi baru akan memiliki peran dominan di era revolusi industri 4.0. Pada era ini, SDM harus memiliki kemampuan soft-skill dan hard-skill. Apalagi diperkirakan 60 persen pekerjaan di dunia akan menggunakan otomasi dan 30 persen pekerjaan di dunia akan digantikan oleh mesin canggih.
"Mengapa ini penting? Tema ini sangat berpengaruh terhadap peluang dan tantangan era revolusi industri 4.0, di mana literasi dan transformasi digital dan juga distribusi pasar kerja mewarnai suasana kita," ujarnya.
Tantangan pemerintah di era revolusi industry 4.0 adalah menyiapkan SDM yang literat, berkualitas, dan berdaya saing serta mampu mempraktikkan prinsip literasi baru (literasi inklusi sosial).
Reporter: Hanna Meinita
Â
Â
Â