Influencer dan Ekonomi Digital

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

TERDAMPAK sangat dalam, hingga -5,3%. Inilah salah satu dampak multi dimensional dari pandemi covid 19 yang hingga kini belum juga dapat diatasi baik nasional; belum lagi secara global banyak negara yang sudah terjebak dalam resesi ekonomi. Data BPNB pada 6 Septermber 2020 ada 194.109 kasus terinfeksi posiitif cobid 19, yang dinyatakan sembuh 138.575orang dan meninggal 8.025 orang, termasuk lebih dari 100 orang dokter meninggal karena virus ini. Sementara itu, di dunia ada 27.042.187 kasus terinfeksi posiitif covid 19, yang dinyatakan sembuh 19.145.359 orang dan meninggal 882.979 orang. Kita harus bersatu-padu untuk bersama-sama mengatasi maslaah tersebut. Kita harus disiplin mentaati protokol kesehatan, jangan sok jagoan dan besar kepala gegabah dan abai yang ujungnya dapat merugikan orang lain, termasuk dirinya sendiri. Kalau yang terinfeksi orang yang tidak disiplin pantaslah itu karena perbuatannya; namun kalau orang lain yang dirugikan atau bahkan meninggal maka sesungguhnya orang yang tidak disiplin itulah yang membunuhnya. Mau sampai kapan pandemi ini menghantui kehidpan ini? Pun, pemerintah telah menyiapkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan angaran sebesar Rp 87,55 Triliun untuk kesehatan, untuk jaminan sosial mencapai Rp 203,9 Triliun akibat dari berhentinya aktivitas penyerapan tenaga kerja sehingga banyak korban PHK. Untuk pemulihan ekonomi disiapkan sebesar Rp 226,72 Triliun untuk memacu kinerja industry dan pertumbuhan ekonomi. Dan Rp 177,03 Triliun untuk menjaga volatilitas sector keuangan dan pembiayaan UMKM dan koperasi. Ini harus kita kawal agar benar-benar tepat sasaran dan tidak dikorupsi; terlebih dimasa-masa pilkada serentak tahun ini. Faktanya banyak kepala daerah/wakilnya yang mengkorupsi uang rakyat dan kini menghuni hotal prodeo (jeruji besi) sebagai koruptor. Inilah buah simalakama dari pemilu langsung yang akan selalu berulang 5 tahun sekali. Pilkada serentak tahun ini diikuti oleh 270 daerah (9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota) dengan anggaran penyelengraan mencapai Rp 15 Triliun, ditambah Rp 5 Triliun untuk protokol kesehatan di TPS-TPS; diluar baya yang disiapkan oleh bakal calon yang maju dalam kontestansi politik lokal ini; antara lain untuk mahar politik dalam mendapatkan surat rekomendasi dari pimpinan pusat parpol, kampanye hingga politik uang.

Influencer menjamur

Kemajuan teknologi informasi dan komuniasi yang berbasis internet dan digital telah menumbuh-suburkan para influencer, endorser maupun buzzer dalam mempengaruhi opini publik di dunia maya. Hal ini juga merambah ke dunia politik, bahkan pemerintah pun disinyalir menggunakan jasa influencer maupun buzzer dengan menyiapkan dana yang cukup besar. Satu sisi ini suatu keniscayaan, namun harus pula diwaspadai penggunaan uang rakyat/negara, jangan sampai dikorupsi serta keberadaan influencer maupun buzzer akan mengancam eksistensi kehumasan yang lambat laun dapat dibubarkan karena tergeser oleh para influencer yang lebih terkenal dan banyak followernya daripada bagian humas. Pun, nilai ekonomi dari pendapatan para influencer sangat fantatis, seperti Keyli Jenner bayarannya mencapai USD 1 juta atau Rp 14,4 miliar sebagai sponsor perusahaan/instansi tertentu melalui instagrammnya yang memiliki 112 juta follower; Selena Gomez bayarannya mencapai USD 800 ribu atau Rp 11,6 miliar dengan 139 juta folower; Christiano Ronaldo bayarannya mencapai USD 750 ribu atau Rp 10,8 miliar dengan 137 juta follower; Justin Bieber bayarannya mencapai USD 650 ribu atau Rp 9,4 miliar dengan 101 juta follower; dan Neymar da Silva bayarannya mencapai USD 600 ribu atau Rp 8,7 miliar dengan 100 juta follower. Sedangkan di Indonesia influencer banyak dimainkan oleh para selebritis atau tokoh masyarakat yang kini mulai menjamur, terlebih di tahun pilkada serentak saat ini. Pilkada yang banyk dimonopoli oleh dinasti-dinasti sehingga rakyat harus cerdas untuk tidak memilihnya, gunakan hati nurani agar suara kita tidak tergadai oleh pencitraan dan politik uang. Sadarlah bahwa republik ini milik kita semua, sehingga jangan sampai dikuasai oleh kelompok dan dinasti tertentu. Ada contoh sangat baik yang patut kita teladani yaitu sikap Jenderal Polisi Hugeng Iman Santoso yang menolak anaknya (Aditya) untuk ikut seleksi AKABRI matra kepolisian karena beliau menjaga integritasnya supaya tidak terjerembab dalam penyalahgunaan wewenang. Inilah nilai moral yang harus dijunjung tinggi, bukan sekedar peraturan perundang-undangan; karena norma moral etika sesungguhnya lebih tinggi daripada hanya sekedar aturan-aturan yang dibuat demi kepentingan mereka. Disinilah diperlukan pemimpin yang negarawan berkarakter kebangsaan. Tragis memang, di zaman now, sangatlah sulit menemukan sosok-sosok yang berkarakter negarawan. Umumnya mereka belum selesai dengan urusan dirinya maupun keluarganya sehingga mereka akan mengutamakan kepentingan diri dan keluarganya (maupun kroni-kroninya).

Disamping influencer, ada juga endorser dan buzzer yang meramaikan jagat maya, dunia digital. Influencer dalam melakukan akktivitasnya seperti promotor yang mempromosikan seseorang maupun produk. Endorser dalam mempromosikan terlebih dahulu mencobanya, kemudian mereview dan mempromosikannya semacam testimoni). Sedangkan buzzer bagaikan informan yang menyampaikan informasi berulang-ulang agar si penerimanya mengerti (aware), tanpa harus mempengaruhinya. Informasi yang diberikan pun tergantung user/pemesannya. Banyak yang menggunakan akun anonim sehingga sulit dilacak oleh orang awam dan sering mengirimkan informasi-informasi yang sesat menyesatkan. Intinya, mereka-mereka adalah penyedia jasa untuk mempengaruhi orang melalui medsos entah bagaimana caranya. Semakin mereka mampu mempengaruhi dan mempromosikan suatu produk, value serta engagement yang mereka miliki semakin besar.

Ekonomi Digital

Di tengah covid 19, ekonomi digital berkembang sangat pesat dipicu adanya protokol kesehatan sehingga komunikasi dan semua transaksi antar personal dilakukan melalui media daring/online yang dilakukan dari rumah masih-masing. Trilogi pencegahan penyebaran covid 19 yang meliouti cuci tangan, pakai masket dan jaga jarak pun harus ditaati demi kemashlahatan bersama. On line system telah menjadi kebutuhan zaman now, namun internet di nusantara baru menjangkau sekitar 47%, sehingga belum ada pemerataan; termasuk pusat bigdata berada di negara Singapura (disini banyak kerawanan dan ancaman bagi keamanan data maupun transaksi-transaksi digital). Masih banyak persoalan menyangkut sistem digital yang harus diselesaikan; seperti UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE belum cukup mengatur transaksi dan ekonomi digital, konektivitas jaringan belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia, akses teknologi dan keuangan bagi pelaku ekonomi digital masih menjadi kendala, Cyber security nasional masih lemah karena kita belum memiliki platform IT nasional sendiri, masih dikuasai oleh asing. Sehingga diperlukan kehadiran dan keberpihakan negara untuk menyiapkan infrastruktur dn regulasi menyangkut ekonomi digital yang pro-rakyat dan pro-kepentingan nasional.

Digitalisasi sudah merambah ke semua gatra kehidupan, bukan hanya sektor ekonomi saja; sebut saja pembelajaran daring/online. Ada kebijakan yang sekedar sporadis belum menyentuh persoalan substansialnya. Bagaimana mungkin, para siswa/peserta didik yang tinggal di kampung-kampung, gunung-gunung, pulau-pulau kecil yang terluar, terdepan dan tertinggal dapat menikmati pelmbelajaran daring ini? Akses internet saja baru menjangkau sekitra 47% di seluruh nusantara. Dihebohkan lagi dengan program subsidi pulsa untuk para dosen, guuru, siswa dan mahasiswa yang jumlahnya mencapai Rp 8,9 triliun. Semestinya kita fokus untuk membangun infrastruktur internet agar terjadi pemerataan dan jangan menganggap bahwa bahwa Indonesia itu  keadaannya sama seperti Jakarta. Di Jakarta saja banyak kelompok rakyat miskin dan korban PHK akibat covid 19 yang terdegradasi pendapatannya sehingga tidak mampu membeli gawai (smartphone). Kini anak-anak mereka harus gigit jari, tidak dapat menikmati merdeka belajar. Disilah diperlukan  afirmative poliicy yang berkesinambungan dan tuntas.

Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

 PEN di tengah pandemi covid 19 merupakan langkah re-setting dan transformasi erekonomian di tengah Era Abnormal (yang kebyakan orang menyebutnya era new normal). Pemulihan Ekonomi nasional (PEN) sangat ditentukan oleh kebijakan sector kesehatan agar menjaga kapasitas pemerintah pusat hingga daerah, penegak hukum dan sector usaha dalam mengawal kebijakan transisi PSBB supaya tidak menimbulkan lonjakan kasus baru covid 19 (second wave) sehingga kegiatan ekonomi dapat berlangsung. Begitu juga, kebijakan pemulihan ekonomi nasional harus benar-benar sesuai sasaran dan taat azas agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan maupun melanggar hukum, walaupun extra ordinary. Harus dijamin efektivitas paket jaring pengaman sosial dan paket stimulus ekonomi ke sektor-sektor UMKM,  koperasi, BUMN, perbankan maupun perusahaan lain. Namun tetap dicermati jangan sampai ada penumpang gelap yang  menangguk keuntungan, terlebih dalam waktu dekat ada pilkada serentak 2020 ditengarai bakal menjamur politik dinasti dan uang. Oleh karena itu rakyat harus cerdas dan berani menolak politik dinasti dan uang agar demokrasi benar-benar berlangsung luber dan jurdil.

     Pacu ekonomi di tengah wabah covid 19 di Era Abnormal sangat mutlak diperlukan disiplin tinggi dari setiap orang yang berada di ruang public, tempat , pusat-pusat bisnis, pasar-pasar, perkantoran maupun tempat-tempat keramaian lainnya. Pun, kita menyaksikan begitu PSBB dilonggarkan terjadi lonjakan kasus terinfeksi positif covid 19 dalam jumlah besar. Pertumbuhan ekonomi tidak sekonyong-konyong terwujud tanpa ihtiar kita semua, mulai dari mobilitas masyarakat, modal dan barang. Ketiganya merupakan faktor fundamental dalam mencapai pertumbuhan. Di sisi lain, golongan ekonomi lemah dan pelaku usaha mikro dan kecil maupun koperasi perlu penguatan baik permodalan, manajerial dan kinerjanya. Ini sangat penting, agar ekonomi nasional segera pulih, kalu berlarut-larut dapat terjadi resesi. Setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi resesi yaitu terjaganya sector keuangan dan dunia usaha.    Respon terhadap kebijakan PEN harus mampu mengantisipasi dinamika perubahan baik faktor internal maupun eksternal, setidaknya 2 tahun ke depan. Faktor internal anatara lain a) ketergantungan kepada permintaan dalam negeri sangat tinggi, sementara kita belum akan bisa mulai bekerja optimal hingga Covid-19 dikendalikan secara penuh; b) Ketidakpastian terhadap akses dan distribusi Vaksin, diperkirakan baru teratasi antara 12 bulan hingga 18 bulan ke depan (sampai dengan akhir tahun 2021); c) Utilisasi produksi dan penyediaan lapangan kerja; dan d)  permintaan dalam negeri belum akan optimal hingga akhir tahun 2021, dan baru mulai merangkak naik menuju optimal pada tahun 2022.; e) Hasil restrukturisasi yang dilakukan Perbankan pada tahun ini, seperti penundaan pembayaran bunga maupun cicilan utang, diperkirakan sebagian berpotensi menjadi kredit bermasalah di tahun depan. Adapun faktor eksternal antara lain : kondisi perekonomian yang tidak kondusif, perdagangan dunia diperkirakan masih lemah serta kecenderungan semua negara mementingkan diri masing-masing. Pun, kita harus melakukan penguatan terhadap identitas kebangsaan sebagai modal dasar ke-Indonesia-an kita agar senantiasa bersama-sama, bersatu padu melawan covid 19 sambil berdoa agar Allah SWT mengangkat penyakit tersebut dan kita bisa beraktivitas kembali seperti sediakala.  Aamiin YRA.

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN