Kepala Perpusnas: Naskah Kuno Adalah Bukti Keberadaan dan Martabat Bangsa
Medan Merdeka Selatan, Jakarta— Manuskrip atau naskah kuno dapat menjadi rujukan penting dalam melakukan hubungan diplomasi antar negara serta sebagai alat untuk mengukuhkan keberadaan dan kemartabatan suatu bangsa.
Hal tersebut disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), E. Aminudin Aziz, dalam paparannya pada kegiatan Kunjungan Belajar Mahasiswa Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (FISIP UHAMKA).
“Sebagai contoh, manuskrip berupa surat berbahasa Melayu yang dikirim raja Aceh kepada penguasa di Inggris Raya pada tahun 1600-an atau yang disebut golden letters menjadi penguat hubungan diplomatik Indonesia dan Inggris karena dalam naskah tersebut tercantum jelas niat baik, the art of seeking friends, antara kedua pihak,” jelasnya, Kamis (26/6/2025).
Lebih lanjut, dalam kegiatan yang bertema “Komunikasi Internasional: Diplomasi Naskah Kuno dan Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Resmi Konferensi Umum UNESCO,” Kepala Perpusnas menyampaikan bahwa naskah kuno dapat menjadi bukti nyata keberadaan bangsa Indonesia kepada dunia sejak dahulu kala.
“Ada sekian naskah kuno yang sudah menjadi bagian dari Memory of The World (MoW) baik itu misalnya naskah La Galigo, naskah Babad Diponegoro, kemudian Hamzah Fansuri, Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Ini semua adalah bukti tentang keberadaan, bentuk kemartabatan bangsa kita di masa lalu,” urainya.
Nilai kemartabatan atau harga diri, lanjutnya, ditemukan dalam Babad Diponegoro yang menceritakan bahwa pemberontakan yang terjadi pada tahun 1825 adalah upaya mempertahankan martabat, harga diri yang dirasa telah direndahkan oleh kaum kolonial.
“Menyambut peringatan 200 tahun Perang Diponegoro atau Perang Jawa pada 20 Juli 2025, kita ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai harga diri yang tidak bisa ditawar dan ini yang ingin ditampilkan pada saat pembangunan kita saat ini,” tegasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Perpusnas membuat turunan dari babad Diponegoro berupa cerita komik sebanyak 25 jilid mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro.
“Cerita ini dikemas dalam wujud komik agar lebih menarik untuk anak-anak. Dengan membaca komik ini, setidaknya anak-anak mempunyai pengalaman membaca perjuangan Pangeran Diponegoro untuk kemudian menjadi bahan membangun kesadaran berbangsa dan bernegara di kalangan generasi muda,” jelasnya.
Dalam kesempatan ini, Ketua Kelompok Kerja Pengelolaan Naskah Nusantara, Aditia Gunawan, memaparkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar karena telah mengenal literasi sejak dini bahkan di abad-abad pertama dengan memiliki bahasa tulis sebagai sarana diplomasi.
“Bangsa Indonesia telah mengenal tiga gelombang kebudayaan, mulai dari ekspansi kebudayaan India di Nusantara pada abad ke-5, kemudian kebudayaan Islam dan pengaruh Eropa melalui kolonialisme,” jelasnya.
Melalui naskah kuno, lanjutnya, dapat ditemukan bahwa bangsa Indonesia telah menjalin hubungan internasional sejak lama seperti misalnya hubungan dagang antara India dengan kerajaan Sriwijaya, kerajaan Majapahit dan India, utusan Tiongkok yang datang ke kerajaan Sriwijaya untuk belajar agama Buddha dan sebagainya.
Sementara itu, Dekan FISIP UHAMKA, Tellys Corliana, menyampaikan naskah kuno adalah salah satu bentuk bahasa tulis yang memiliki nilai penting dimana tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
“Kita dapat belajar banyak bagaimana kondisi masyarakat Indonesia pada masa lampau melalui naskah-naskah kuno tersebut. Selain itu, jumlah naskah kuno Indonesia yang mencapai sekitar 80.000 menjadi satu hal yang harus kita banggakan karena ini merupakan salah satu identitas budaya bangsa,” pungkasnya.
Reporter: Anastasia Lily
Dokumentasi: Prakas Agrestian
Galeri

