Medan Merdeka Selatan, Jakarta--Literasi memiliki peran krusial bagi seorang pelajar. Dengan literasi, mereka mengembangkan pemahaman mendalam terhadap berbagai konsep, mampu berpikir kritis, dan memperluas wawasan.
Demikian disampaikan Plt. Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), Ofy Sofiana saat memberikan sambutan pada kegiatan webinar Literasi Pelajar bertajuk Literasi sebagai Aksi di Era Digitalisasi, yang merupakan hasil kolaborasi bersama Ikatan Pelajar Muhammadiyah di Lantai 2 Ruang Auditorium Perpusnas, Senin (20/11/2023).
“Pelajar yang literat, lebih mampu mengatasi tantangan akademis dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks. Dengan literasi yang kuat, pelajar dapat menjadi individu yang mandiri, kreatif, terampil, dan mampu membuka pintu menuju masa depan yang cerah,” katanya.
Pemerintah terus berupaya untuk membudayakan kegemaran membaca dan membangun budaya literasi masyarakat Indonesia. Adapun tantangan terbesar dalam menumbuh kembangkan kegemaran membaca adalah adanya disparitas ketersediaan bahan bacaan dengan jumlah penduduk Indonesia.
“Sebagai bentuk upaya menangani masalah tersebut, Perpusnas telah mengembangkan layanan berbasis digital untuk mengurangi disparitas jumlah bahan bacaan diantaranya e-Resources, iPusnas, Indonesia OneSearch (IOS), dan Khasanah Pustaka Nusantara (Khastara),” ungkapnya.
Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, mengisahkan bahwa dia sudah mengenal literasi sejak kecil berkat kedua orang tuanya. Hal ini dikarenakan, mereka ingin sosok Gol A Gong tetap memiliki masa depan yang cerah.
“Saya diamputasi tahun 1974, mulai saat itu juga orang tua menyarankan saya untuk rajin membaca, mendengarkan dongeng, dan bermain badminton. Itu semua merupakan bentuk dorongan yang mereka berikan agar saya bisa percaya diri dan mampu hidup berkompetisi dengan yang bertubuh sempurna,” kisahnya.
Berpengalaman di bidang film, televisi, dan radio, Gol A Gong juga rutin menulis buku. Menurutnya selain membaca, akan lebih baik lagi jika seseorang mampu menulis.
“Saat ini menulis tidak hanya dijadikan sebagai hobi, namun juga memiliki nilai ekonomi. Selain berbentuk buku, hasil tulisan juga dapat diposting melalui platform digital seperti TipTip, wattpad, dan lainnya,” jelasnya.
Pimpinan Redaksi GEOTimes, David Krisna Alka mengatakan sekolah telah mengajarkannya untuk peduli terhadap lingkungan dan karena banyak membaca banyak karya sastra, dia jadi ‘melek literasi’.
“Dulu ada namanya majalah Horizon, di sana ada rubrik untuk pelajar yang saya rutin kirimkan sajak dan puisi untuk dimuat. Ketika SMA, guru saya meharuskan muridnya untuk membuat catatan harian,” ucapnya.
Baginya catatan harian menjadi kunci untuk melatih menulis dan mengutarakan pikiran. Sama halnya yang terjadi pada konten kreator, mereka juga mencatat untuk membuat skenario, mengestimasi waktu, dan mencoba berimaginasi.
“Maka dari itu jangan malas mencatat. Mencatat sekarang ini kan tidak hanya dengan menulis di kertas tapi malah lebih sering di hp. Contohnya quote-quote di TikTok dan Instagram, itu kan konten yang memiliki impact karena memberi inspirasi, menyentuh kemanusiaan, dan menyebarkan pengetahuan,” terangnya.
CEO Penerbit Irfani, Ahmad Soleh menulis di era digital menjadi suatu kebutuhan karena hidup yang dijalani dikeliling dengan teks. Soleh menambahkan bahwa apa yang disampaikan David merupakan suatu hal yang dia lakukan untuk belajar menulis.
“Tahun 2015, ketika saya masih kuliah, saya pernah menjadi kontributor muhammadiyah.id. Saya jadi salah satu wartawan untuk meliput kegiatan-kegiatan di akar rumput. Itu menjadi pintu pengalaman karena saya bertugas mereviu kegiatan dengan mencatat poin-poin yang disampaikan, kemudian setelah itu dinarasikan menjadi berita. Cara itu saya lakukan untuk belajar menulis dan lebih jauh lagi mengasah nalar kritis serta daya ingat untuk menangkap informasi yang telah disampaikan,” pungkasnya.
Reporter: Basma Sartika
Dokumentasi: Robby Rodhian/Aji Anwar