Mengenal Iluminasi, sang Penghias Naskah

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Iluminasi atau umumnya disebut gambar dalam naskah kuno dibuat untuk menghias naskah agar memiliki daya tarik. Pada awalnya, iluminasi digunakan dalam bentuk penyepuhan emas pada beberapa halaman naskah kuno Nusantara. Menurut peneliti madya Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Mu’jiza, iluminasi dalam naskah nusantara mengacu kepada istilah teknis dalam ilmu pernaskahan yaitu khusus pada gambar-gambar yang menghiasi naskah. Biasanya, iluminasi tampil pada halaman depan.

“Emas ditempa menjadi lempengan yang sangat tipis, nah itu bisa dipakai untuk menghias. Kemudian bisa juga dibentuk meniadi taburan emas. Nah taburan emas itulah yang dijadikan naskah-naskah yang mempunyai status sosial yang tinggi. Karena naskah pada masa itu, bisa dijadikan hadiah untuk diplomasi antara pejabat di kalangan atas,” urai Mu’jiza saat menjadi pembicara Diskusi Naskah Nusantara dengan tema “Iluminasi dalam Naskah-naskah Nusantara” di Ruang Teater Mini Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Kamis (4/7).

Menurut ahli pernaskahan Melayu ini, gambar yang menjadi hiasan naskah terdiri dari empat hal yakni iluminasi, ilustrasi, rubrikasi, dan inisial. Di Indonesia, iluminasi ditemukan dalam berbagai naskah yang tersebar di beberapa daerah. “Dalam sastra Jawa ada di Serat Arjuna Wijaya, sastra Melayu Hikayat Iskandar Zulkarnain, sastra Sunda Wawancara Abdul Kadir Jaelani, sastra Bugis dalam naskah Lontarak Paburra, Bali, dan Batak dalam Buku Sihir Perang,” jelasnya.

Mu’jizah menjelaskan iluminasi yang ditampilkan pada naskah kuno mewakili kebudayaan masyarakat setempat. Berdasarkan pengamatannya, iluminasi pada naskah kuno Melayu muncul pertama kali pada tahun 1650-an dalam surat-surat Sultan Iskandar Muda. “Tradisi di Melayu belum terlalu tua, mungkin di Makassar bisa lebih tua lagi karena I La Galigo kan lebih tua lagi,” urainya.

Iluminasi memiliki lima fungsi yakni untuk memperindah naskah, memperjelas teks, mengungkap sejarah naskah, mengungkap sejarah seni lukis, dan keberagaman motif atau gambar beserta maknanya. “Biasanya teks dibuat lebih dulu oleh pengarang atau penyalin. Kemudian iluminasi dibuat oleh illuminator dalam bentuk sketsa lalu diberi warna,” urainya.

Menurut Mu’jizah masih banyak naskah gambar nusantara yang belum digarap. Karenanya, dia mengajak kaum muda untuk menggali hal ini. “Karena mereka yang harus meneruskan kekayaan budaya yang menjadi warisan nenek moyang. Ini adalah bukti kecerdasan dari masyarakat Indonesia,” pungkasnya.

Reportase: Hanna Meinita/Fotografer: Ranny Kusumawardani

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung