Para Pemimpin Bangsa Diajak Meneladani Ajaran Kepemimpinan Asthabrata

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta - Para calon pemimpin bangsa diminta belajar ajaran kepemimpinan Asthabrata Pakualaman. Ajaran kepemimpinan Asthabrata yang merangkum model kepemimpinan dari Paku Alam II hingga Paku Alam X tersebut, mensyaratkan pemimpin seharusnya memiliki delapan karakter utama berdasarkan teladan watak para dewa lokapala (penjaga alam semesta), agar tercapai hidup masyarakat yang bahagia dan sejahtera.

Pemimpin harus seperti Batara Indra yang bijaksana, Batara Yama yang memiliki karakter adil dan tegas, Batara Surya yang cermat dalam urusan keuangan, Batara Candra yang memiliki pesona dan kepribadian memikat, Batara Bayu yang memiliki kepribadian kuat tidak mudah terhasut, Batara Wisnu yang aksetis dan petapa, Batara Brama yang tangguh dan berani, dan Batara Baruna yang cerdas dan bijaksana. Ajaran kepemimpinan kearifan lokal dari kadipaten yang berusia 200 tahun ini dinilai relevan dengan kondisi bangsa pada saat ini.

Hal ini disampaikan Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam saat menyampaikan pidato kunci pada peluncuran buku “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata Kadipaten Pakualaman” karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam X di Ruang Auditorium Lantai 2, Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada Kamis (12/4).

“Asthabrata yang berasal dari Kakawin Ramayana berupa ajaran kepemimpinan dari Rama yang disampaikan kepada adiknya, Barata, mendapatkan perhatian khusus dari para adipati yang bertahta di Kadipaten Pakualaman. Terdapat 12 teks yang mencoba menjelaskan konsep Asthabrata. Konsep ini merupakan mahakarya intelektual pada zamannya,” jelasnya.

Menurut GKBRAA Paku Alam, buku ini dikemas ulang dalam tiga bahasa yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Tujuannya untuk mengajak para pakar dan aparatur pemerintahan agar mengkaji kembali hasil pemikiran pujangga Pakualaman yang pada masanya pernah dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pada sesi diskusi buku, pengajar dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada Sudibyo menyatakan, ajaran kepemimpinan Asthabrata relevan dengan kondisi politik yang tengah memanas di Indonesia. Sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa masa kini, Sudibyo merangkum ajaran Asthabrata dalam empat hal yakni, Ngadeg (artinya tetap berpegang kepada ketentuan ajaran agama masing-masing); Sabar (tetap tenang menghadapi segala macam peristiwa); Bener, lurus hati; Kuwat (tahan terhadap godaan  nafsu jahat). 

“Hanya dengan sikap-sikap itulah kita akan dibya tidak terhanyut dalam berbagai godaan yang secara sengaja atau tidak disengaja menghampiri kita,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menilai peluncuran buku ini menambah khazanah bagi perpustakaan dan ajaran kepemimpinan. Perpustakaan sebagai institusi masa depan yang menghubungkan pengetahuan masa lampau, kini, dan yang akan datang harus melakukan sosialisasi nilai-nilai kearifan lokal tersebut.

“Karena kekuatan sebuah buku, bahwa kita semua mempercayai senjata itu sangat ampuh dibawa ke medan perang, tetapi tentara sekalipun tidak perlu membawa itu kecuali menghadapi musuh bangsa. Karena satu peluru memang hanya menembus satu kepala tapi sejuta huruf sejatinya telah membunuh jutaan nilai kemanusiaan. Satu buku bisa menembus jutaaan kepala sekaligus menumbuhkan milyaran kemanusiaan yang baru. Siapa menulis buku sebenarnya dia telah mendapatkan keabadian namanya dalam suatu zaman yang tiada akhir. Siapa membaca buku, dia sedang membangun peradaban dan siapa mengajarkan kebaikan dan perdamaian sejatinya dia telah mewujudkan peradaban dunia,” pungkasnya.

Reportase: Hanna Meinita

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung