Pelestarian Bahan Perpustakaan Miliki Tingkat Urgensi Tinggi

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta - Kegiatan pelestarian bahan perpustakaan memiliki tingkat urgensi yang sangat tinggi karena terkait dengan koleksi dan akses pemustaka.

Kepala Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Made Ayu Wirayati, mengatakan berdasarkan UU No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, Perpusnas memiliki 6 (enam) fungsi di mana salah satunya adalah sebagai perpustakaan pelestarian.

“Bagaimana kita menyiapkan koleksi agar bisa bertahan selama mungkin bagi generasi yang akan datang,” ucapnya saat memberi sambutan pada webinar Konservasi Bahan Perpustakaan dan Naskah Kuno dengan tema “Pemanfaatan Kearifan Lokal dan Penanganan Pascabencana dalam Melestarikan Naskah Kuno Nusantara” yang berlangsung secara daring, Selasa (20/9/2022).

Bagi wanita yang disapa Ayu ini, preservasi adalah kegiatan yang meliputi unsur manajerial, metode, dan teknik dalam melestarikan pelestarian fisik dan pelestarian informasi bahan perpustakaan. Dia menambahkan bahwa preservasi mengalami transformasi.

Tidak hanya menerapkan prinsip-prinsip dasar tentang memperpanjang umur, merawat, dan memperbaiki, preservasi juga memberikan kemudahan akses seluas-luasnya bagi pemustaka dengan digitalisasi. Dengan demikian, kebutuhan pemakai dapat terpenuhi serta memberi peran sosial kepada masyarakat.

“Preservasi hari ini juga tentang bagaimana memberikan kemudahan akses kepada pemustakaan sehingga informasinya bisa diakses dimana pun pemustaka berada,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Pustakawan Ahli Madya Perpusnas, Ellis Sekar Ayu menerangkan di dalam preservasi ada istilah bernama konservasi. Dia menjelaskan konservasi merupakan kegiatan untuk mencegah kerusakan dan mengawetkan bahan perpustakaan agar dapat bertahan dalam waktu yang lama.

Naskah kuno yang mengandung nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan memiliki karakteristik antara lain berusia di atas 50 tahun, ditulis dengan tangan, terbuat dari bahan organik, sumber makanan serangga, dan media yang cocok untuk tumbuhnya jamur.

“Naskah yang tidak dirawat dan dipelihara mudah mengalami kerusakan, misalnya berlubang, berjamur, kotor, dan bernoda,” ungkapnya.

Menurut Ellis, perawatan dan pemeliharaan naskah berdasarkan kearifan lokal yang notabene menggunakan metode, teknik, dan bahan-bahan alami memiliki kelebihan tersendiri. Adapun kelebihannya yakni bahan baku mudah di dapat, tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, ramah lingkungan, tidak memiliki efek berbahaya pada naskah, dan metodenya tidak memerlukan banyak keahlian, peralatan serta dana.

Sementara itu, Pustakawan Ahli Pertama Perpusnas, Imam Supangat menunjukkan bahwa berdasar pada data BNPB Tahun 2021, Indonesia mengalami sebanyak 5.402 bencana alam. Jumlah tersebut terdiri dari 33% banjir, 29% cuaca ekstrem, dan 24% tanah longsor.

Dalam upaya pemulihan koleksi pascabencana banjir, Imam memaparkan beberapa langkah yang diambil Perpusnas untuk memberi bantuan. Pertama adalah membentuk tim kerja yang sudah memiliki pengalaman dan kesiapan diri. Kedua, membentuk rencana kerja terkait panduan kerja, pertimbangan keamanan, dan keselamatan. Ketiga, membangun kerja sama antar tim, pemilik koleksi, dan pihak berwenang. Keempat adalah menentukan lokasi kerja, penampungan koleksi, dan pengeringan.

Paparan ditutup dengan praktik penanganan koleksi terdampak banjir. Untuk membersihkan koleksi dari lumpur, Imam mengimbau untuk merendam koleksi di dalam air atau alkohol, lalu menggunakan kuas atau sikat untuk menghilangkan noda lumpur yang membandel.

“Pemulihan koleksi atau rehabilitasi dilakukan biasanya seminggu atau dua minggu setelah proses penyelamatan manusianya. Maka dari itu koleksi yang terendam banjir biasanya sudah dalam kondisi rusak karena lumpur yang sudah mengering,” terangnya.

Selanjutnya pada proses pengeringan, dibutuhkan bahan penyerap seperti kain katun atau tisu untuk mengurangi kadar air yang masih tersisa dan kipas angin untuk mempercepat prosesnya. Kemudian langkah terakhirnya adalah meratakan koleksi dengan menggunakan mesin press atau pemberat.

“Kondisi kering dari koleksi yang basah itu kan biasanya bergelombang, maka perlu ditekan atau diproses dengan mesin press agar bentuknya kembali seperti semula,” pungkas Imam.

Reporter: Basma Sartika

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung