Perpusnas Hadirkan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dan Bahan Bacaan Bermutu Tahun 2024 Dengan Model Baru

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Salemba, Jakarta - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) akan menghadirkan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dan Bahan Bacaan Bermutu Tahun 2024 dengan model dan pendekatan yang baru. 

Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Perpusnas, E.Aminudin Aziz pada Sosialisasi Penguatan Budaya Baca dan Literasi melalui Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial dan Penyediaan Bahan Bacaan Bermutu untuk Perpustakaan Desa, Perpustakaan Kelurahan, dan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2024 yang digelar Kamis (21/03/2024).

Plt. Kepala Perpusnas mengungkap tingkat kegemaran membaca berdasarkan hasil survei Perpusnas Tahun 2018 berada pada angka 52,92% dan jumlah penduduk yang mengakses internet sampai 2018 berdasarkan data Badan Pusat Statistik itu baru 43,47%.

“Dengan kondisi tersebut program penguatan kegemaran dan budaya literasi dilakukan melalui bantuan bahan bacaan bermutu tahun 2024 untuk 10.000 perpustakaan di desa/kelurahan dan taman bacaan masyarakat yang masing-masing akan mendapatkan 1000 judul buku khusus untuk anak SD dan PAUD agar dapat dimanfaatkan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan daya nalar masyarakat,” ungkapnya.

Plt. Kepala Perpusnas mengatakan bahwa Perpusnas juga terus berupaya menginisiasi menjalin kerjasama yang baik dengan para pemangku kepentingan dalam mengupayakan penguatan institusi sosial penggerak literasi dan inovasi yang mencakup pengembangan mitra-mitra perpustakaan.

“Melalui upaya kolaboratif ini diharapkan tercipta ekosistem literasi yang inklusif dan berkelanjutan dan program yang kami gagas pada Tahun 2024 itu merupakan salah satu kegiatan di Perpusnas yang kami tujukan sebagai upaya penguatan budaya baca dan literasi hingga tingkat desa. Dimana hasil diskusi dengan tim dari Komisi X DPR RI ternyata perpustakaan itu jauh dari masyarakat tidak sampai ke pelosok desa di mana masyarakat kita hidup di sana,” terangnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan program ini merupakan strategi pemerintah untuk memperbaiki budaya literasi, inovasi, dan kreativitas. “Pertimbangannya adalah bahwa literasi itu memiliki kontribusi positif untuk membantu menumbuhkan kreativitas dan inovasi serta meningkatkan keterampilan dan kecakapan sosial kapanpun dan dimanapun,” ucapnya.

Dalam kegiatan yang mengangkat tema “Peningkatan Layanan Perpustakaan Desa dalam Memperkuat Kecakapan Literasi Untuk Mendukung Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka” tersebut, Direktur Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Amich Alhumami menyebut menyebut bahwa transformasi Indonesia diarahkan untuk mewujudkan negara maju dengan perekonomian yang tinggi dan bisa berdampak pada kesejahteraan. Maka agenda penting pendidikan dan literasi harus ditempatkan pada posisi yang strategis dan prioritas

Menurutnya literasi sebagai faktor esensial dan upaya membangun pondasi yang kokoh bagi terwujudnya masyarakat berpengetahuan dan berkarakter. “Pada akhirnya perpustakaan bisa menjadi sarana pendukung bagi penguatan literasi masyarakat dengan akses yang sangat luar biasa pada sumber pengetahuan yang semakin terbuka dan informasi yang makin kaya,” jelasnya.

Amich juga menyebut perpustakaan dalam upaya meningkatkan literasi melalui transformasi sosial dan pemberdayaan masyarakat harus diperkaya juga dengan sumber bacaan  yang bermutu serta infrastruktur teknologi yang memudahkan akses kepada sumber-sumber pengetahuan melalui teknologi internet yang mendukung bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan mewujudkan masyarakat berpengetahuan.

Bupati Maros, Chaidir Syam yang juga turut hadir mengatakan hadirnya program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang mengenalkan perpustakaan tidak hanya sebagai tempat membaca buku namun juga sebagai tempat berkegiatan masyarakat menjadi angin segar bagi pertumbuhan literasi di Kabupaten Maros.

“Melalui program TPBIS ini kami masyarakat bisa membaca dan berkegiatan di perpustakaan sehingga bisa memperoleh keterampilan dari bahan bacaan hingga mereka memperoleh kesejahteraan,” ungkapnya.

Menurut Chaidir, komitmen menjadi hal paling penting dalam peningkatan literasi di daerah. Pemerintah Kabupaten Maros mengawali komitmen tersebut dengan menghadirkan Peraturan Daerah nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengembangan Budaya Literasi dan kemudian secara mandiri juga mereplikasi secara mandiri program TPBIS.

Pada tahun 2023 Kabupaten Maros secara mandiri telah berhasil mereplikasi 10 perpustakaan desa/kelurahan. Kabupaten Maros juga berencana menambah 15 perpustakaan desa/kelurahan yang akan mereplikasi program TPBIS pada tahun 2024.

Direktur Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi, Teguh Hadi Sulistyono yang hadir menilai investasi pada sumber daya manusia dirasa masih kurang populer di kalangan pemerintah desa karena hasilnya tidak dapat dilihat langsung dibandingkan dengan pembangunan fisik atau infrastruktur.

Namun dirinya menegaskan Kementerian Desa mendorong seluruh desa untuk mengalokasikan dana desa dalam upaya peningkatan literasi desa. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Desa Nomor 7 tahun 2023 dimana salah satu prioritas kebijakan prioritas penggunaan dana desa yaitu untuk pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana perpustakaan desa, taman bacaan masyarakat, sanggar belajar, termasuk pengadaan buku dan juga bahan bacaan.

“Kami berterima kasih kepada Perpusnas yang akan menyalurkan bantuan 1000 buku untuk 10.000 desa yang mana akan menguatkan regulasi yang kami susun untuk desa,” imbuhnya.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Abdul Khak juga mengatakan dengan kondisi literasi di Indonesia saat ini dimana belum tercapainya tingkat literasi yang diharapkan hingga sulitnya akses buku yang ramah anak di daerah terutama 3T (tertinggal, terdepan, terluar) mengharuskan adanya intervensi dalam penyediaan buku bermutu.

“Kami dari Kemendikbud mengintervensi dalam 3 hal, yaitu dimulai dengan menyiapkan buku bermutu yang diminati anak-anak, kemudian yang kedua kami mencetak dan mengirimkan buku ke sekolah yang membutuhkan secara langsung, dan yang ketiga kami melatih guru maupun pustakawan di sekolah untuk mengolah dan mengelola buku-buku tersebut,” pungkasnya.

 

Reporter: Alditta/ Eka Purniawati

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung