Perpusnas Prioritaskan Pengelolaan Naskah Nusantara sebagai Identitas Bangsa

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando menegaskan kebijakan Perpusnas dalam pengolahan naskah nusantara menjadi prioritas yang tidak bisa ditawar lagi. Karena eksistensi bangsa Indonesia tak lepas dari keberadaan naskah nusantara.

Terlebih, lanjut Syarif, perpustakaan sudah dideklarasikan sebagai institusi peradaban yang merupakan jembatan ilmu pengetahuan masa lampau, kini dan yang akan datang.

"Kalau toko buku hanya akan menjual buku yang terbit tahun ini atau paling lama buku yang terbit 3 tahun. Sedangkan perpustakaan, esensinya disana akan menyimpan karya bangsa yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu," ujarnya dalam Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara 18 dengan tema Naskah Nusantara: Identitas, Kebangsaan dan Literasi Budaya yang diselenggarakan oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) secara daring, Rabu (25/8/2021).

Menurutnya, penting bagi bangsa Indonesia (sejarawan) untuk menghadirkan naskah nusantara dalam bentuk yang kontekstual dan momentum  sesuai dengan periodesasi kesejarahan dari peristiwa yang pernah terjadi. Karena naskah nusantara di satu sisi sebagai identitas kebangsaan dan sisi lain merupakan simbol kemajuan bangsa.

"Saya berharap melalui Manassa, Indonesia  dapat menunjukkan kelasnya pada dunia tentang kejayaan-kejayaan yang pernah dicapai sejak masehi bahkan jauh sebelum masehi bisa kita tunjukkan," lanjutnya.

Sejalan dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional bertanggung jawab melestarikan dan mendayagunakan manuskrip sebagai kekayaan bangsa.

Syarif mengatakan, dalam pengelolaan naskah nusantara akan ditindaklanjuti oleh jajarannya di Kedeputian Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi. Perpusnas pun telah mengambil langkah nyata dengan adanya laman Khasanah Pustaka Nusantara yang telah diluncurkan pada tahun 2019.

Sementara itu, Guru Besar Filolog Universitas Hasanuddin, Nurhayati Rahman mengatakan dalam buku yang berjudul The Writing System Of The World disebutkan bahwa penemuan tulisan adalah puncak pencapaian tertinggi dalam kebudayaan dan peradaban manusia, karena itu bangsa Indonesia perlu bangga memiliki tradisi literasi. Ini terlihat dari berbagai macam naskah yang ada di Indonesia.

"Melalui naskah itulah kita dapat melacak seperti apakah geliat intelektual masa lalu. Dan ternyata kita bukanlah bangsa yang buta literasi," ungkapnya.

Nurhayati mengatakan pada umumnya berbagai suku mulai dari sabang sampai Merauke memiliki peninggalan tertulis. Meskipun ada beberapa suku yang tidak mempunya tradisi tulis.

"Dari naskah itu pula saya paham bahwa ternyata Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dihubungkan melalui perahu-perahu yang menjadi jembatannya dan menjadi sumber pemersatu melalui naskah-naskah ini," lanjutnya.

Perempuan yang banyak terlibat dalam penerjemahan naskah karya sastra I La Galigo itu mengatakan, dalam mempelajari naskah berarti mengadopsi nilai-nilai yang terkandung ke dalam kehidupan.

Seperti halnya keberanian orang Bugis, lanjut Nurhayati, bisa diwujudkan ke dalam berani mengambil keputusan. Sedangkan kelembuatan orang Jawa bisa digunakan untuk negosiasi politik. "Saya pikir naskah yang ada di nusantara ini harus dipelihara karena naskah menjadi berbagai macam informasi di Indonesia," tutupnya.

 

Reportase: Wara Merdekawati

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung