Rekam Jejak Pantun di Indonesia

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta–UNESCO telah menetapkan pantun sebagai warisan budaya takbenda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di kantor pusatnya di Paris, Perancis pada 17 Desember 2020.

Penetapan tersebut adalah hasil dari proses panjang pengajuan kepada UNESCO yang dilakukan sejak 2016 dan merupakan momentum awal penghargaan dunia internasional terhadap salah satu budaya warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Selain itu, ada pula aspek perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan yang perlu diperhatikan sebagai tindak lanjut atas ditetapkannya pantun sebagai warisan budaya takbenda. Demikian disampaikan Fitra Arda, Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saat menjadi narasumber pada Lokakarya Koleksi Langka bertema “Rekam Jejak Perkembangan Pantun di Indonesia”, yang diselenggarakan secara daring pada Rabu (10/2/2021). 

“Penetapan itu momentum awal pantun dihargai dunia internasional tapi langkah berikutnya, bagaimana tata kelolanya ke depan. PR kita adalah bagaimana mau wariskan kepada generasi berikutnya,” ungkap Fitra.

Senada dengan pernyataan tersebut Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Ofy Sofiana menyampaikan harapannya lokakarya ini dapat menjadi kontribusi nyata Perpusnas sebagai lembaga yang memiliki koleksi langka yang memuat karya pantun anak bangsa dalam rangka melestarikan warisan kekayaan budaya bangsa Indonesia.

“Keberadaan pantun dalam budaya Indonesia terekam kuat dalam koleksi-koleksi langka Perpustakaan Nasional RI. Pantun dapat ditemui dalam naskah kuno, surat kabar langka dan majalah langka, juga buku langka yang dijaga kelestariannya oleh Perpustakaan Nasional RI agar dapat diakses dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memajukan dan mencerdaskan bangsa,” papar Ofy.

Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang Ardoni menjelaskan bahwa pantun yang merupakan tradisi lisan ditemukan dalam kehidupan suku bangsa di nusantara dengan berbagai istilah. Karena bersifat lisan, maka dokumentasinya sangat sedikit. “Dokumentasinya sangat sedikit ditemukan pada saat ini, makanya di Perpustakaan Nasional, ini termasuk dalam urusan koleksi langka, memang bener-bener langka. Kenapa langka, ya dari jaman dulu tidak dituliskan, bahkan sekarang pun masih jarang yang dituliskan,” tegas Ardoni.

Ofy menambahkan bahwa keberadaan koleksi langka Perpustakaan Nasional tersebut, beserta berbagai konten berharga di dalamnya, perlu di-expose kepada seluruh segmen masyarakat sehingga dikenal dan dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh masyarakat.

Praktisi Audio Visual dan Media Sosial Kementerian Komunikasi dan Informatika Dimas Aditya Nugraha mengamini pernyataan tersebut seraya menjelaskan bahwa pantun sebagai bagian dari budaya bangsa harus dilestarikan. “Penting untuk menjaga pantun dengan membuat ekosistem yang baik,” ujar Dimas. Ia berpendapat bahwa diperlukan cara-cara yang inovatif untuk memasyarakatkan pantun dan untuk menarik minat generasi milenial perlu menggunakan media sosial.

Peneliti Pusat Studi Budaya dan Laman Batas Universitas Brawijaya, F. X. Domini B. B. Hera, atau yang lebih dikenal dengan Cak Sisko, mengharapkan varian pantun dari Sabang sampai Merauke dapat menjadi warisan budaya takbenda di masing-masing wilayah tersebut.

 

Reportase: Eka Cahyani

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN