Sambut Hari Kunjung, Momentum Wujudkan Cita-cita Bangsa Melalui Membaca

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta, Bulan September merupakan bulan yang istimewa bagi insan perpustakaan, baik pustakawan maupun para pegiat literasi. Pasalnya, tiap tanggal 14 September selalu diperingati sebagai Hari Kunjung Perpustakaan.

Hari Kunjung Perpustakaan menjadi momentum yang sangat penting dirayakan dengan berbagai kegiatan, tidak hanya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) saja tetapi juga perpustakaan daerah dan perpustakaan khusus lainnya.

"Kita tunjukkan semangat dan komitmen kita untuk terus menggerakkan produktivitas bangsa, kemampuan bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa dengan membaca," ungkap Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Joko Santoso, yang bertindak sebagai Pimpinan Apel pada Apel Pagi Rutin, Senin (6/9/2021).

Sejarah Hari Kunjung Perpustakaan, ujar Joko, dimulai sejak 14 September 1995 pada saat pemerintahan Presiden Soeharto. Ini berawal dari dari Ketetapan Presiden Soeharto kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI dengan surat nomor 020/A1/VIII/1995 pada tanggal 11 Agustus 1995. dalam surat tersebut, berisi tentang usulan pencanangan hari kunjung perpustakaan pada tanggal 14 September 1995.

"Presiden Soeharto memiliki harapan dengan adanya ketetapan tersebut dapat memberikan tujuan yang positif bagi gerakan aktivis intelektual di Indonesia, terutama di dalam menyebarkan budaya membaca generasi bangsa Indonesia," ujarnya.

Dalam tulisan yang ditulis oleh Kepala Perpusnas pertama, Mastini Harjo Prakoso pada Majalah Himpunan Perpustakaan Chusus Indonesia (HPCI), lanjut Joko, disebutkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara yang produktif dalam menerbitkan berbagai judul buku. Hal ini juga terkait dengan semangat Presiden Pertama Soekarno yang memang sangat menggilai membaca dan mendukung penuh untuk menjadikan penerbitan termasuk juga aktivitas membaca, pemberantasan buta huruf, \ sebagai prioritas pertama.

"Terlihat pada tahun 1963, banyak terbitan buku di Indonesia bahkan pihak swasta sudah mulai berani membangun berbagai usaha penerbitan dan buku di Indonesia. Hal ini menjadi perhatian Amerika sebagai negara Adi Kuasa. Bahkan mereka membeli buku terbitan Indonesia dengan membuka kantor cabang Perpustakaan Nasional Amerika Serikat di Indonesia," jelasnya.

Tak hanya Amerika Serikat, Badan Literasi Belanda Koninklijk Instituut voor Taal –, Land – en Volkenkunde (KITLV) memusatkan untuk mengakuisisi terbitan indonesia di bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, Australia juga membuka perwakilan kantor Perpustakaan Nasional menunjuk agennya untuk membeli ragam buku terbitan Indonesia khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan sosial.

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam, lanjutnya, serta Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dapat dijadikan Perpusnas untuk terus menggerakkan serta memastikan karya tentang Indonesia dari berbagai macam terbitan bisa dihimpun.

"Ini untuk menjadikan Perpusnas sebagai pusat rujukan yang memang dapat diandalkan, sebagai upaya kita untuk menyediakan refrensi dari berbagai macam penelitian penting tentang indonesia," pungkasnya.

 

Reportase: Wara Merdeka

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung