Sembilan Buku Karya Penulis Inkubator Literasi Diluncurkan
Salemba, Jakarta – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) meluncurkan sebanyak sembilan buku yang merupakan hasil karya program Inkubator Literasi Pustaka Nasional (IPLN) 2024 dengan tema "Kearifan Lokal untuk Warisan Masa Depan".
Sembilan buku tersebut, diantaranya, Cerita yang Menyatukan lokus Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pesona Jawa Timur lokus Jawa Timur, Jejak Budaya Dayak: Warisan Leluhur Kalimantan Tengah lokus Kalimantan Tengah, Menjaga warisan, Merawat identitas: Kearifan Lokal dari Tanah Aceh lokus Aceh.
Bung Karno dan Blitar lokus Blitar, Merekam Jejak Literasi di Kartanegara lokus Kutai Kartanegara, Potret Kearifan Lokal Bengkulu: Merekam Budaya dan Adat Istiadat dalam Literasi lokus Bengkulu, Mengakar di Kuningan: Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal lokus Kuningan, Jejak Warisan di Tanah Banten lokus Banten.
Sekretaris Utama (Sestama) Perpusnas, Joko Santoso, menyampaikan penulisan memiliki peran penting yang sangat kuat dengan membaca. Kegiatan menulis tidak hanya merupakan ekspresi ide, tetapi alat untuk memperkaya dialog intelektual, mendorong pemikiran kritis, dan memperkuat pemahaman mendalam tentang berbagai isu.
"Penulis menjadi penggerak Utama dalam menciptakan diskusi yang reflektif dan kritis, memperluas wawasan dan membangun budaya literasi," ungkapnya dalam Peluncuran Buku Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN) 2024 dan Peluncuran Inkubator Literasi Pustaka Nasional (IPLN) 2025 yang dirangkaikan dengan Seminar ‘Redefinisi Kepustakawanan Indonesia’, yang diselenggarakan secara hibrida, Senin (16/6/2025).
Lebih lanjut, Sestama menjelaskan, IPLN hadir sebagai solusi strategis untuk meningkatkan jumlah dan kualitas penulis di Indonesia. Progtam ini menyediakan pelatihan menulis intensif, mentoring dari para penulis berpengalaman, serta fasilitas teknologi digital yang mendukung prises kreatif dan publikasi.
"Melalui pendekatan terintegrasi ini, kami berharap dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi penulis baru untuk berkembang, dan menciptakan ekosistem literasi yang berkelanjutan," jelasnya.
IPLN merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh Sub Kelompok Penerbitan Perpusnas melalui Perpusnas Press. IPLN 2025 mengusung tema ‘Menulis Demi Generasi Literat’. Tahun ini, memiliki fokus terhadap ulasan dan dokumentasi upaya Peningkatan literasi di empat lokus yaitu Kota Medan, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.
"Keempat lokus ini menjadi tempat pertama untuk pelaksanaan IPLN dengan tema baru ini. Saya berharap muncul penulis-penulis baru yang memberikan inspirasi di tengah masyarakat," terangnya.
Sementara itu, dalam seminar dengan tema Redefinisi Kepustakawanan Indonesia, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas, sekaligus Inisiator ILPN, Edi Wiyono, menyampaikan, konsep Trisula Pustakawan sebagai kekuatan utama profesi pustakawan masa kini, yakni penjaga pengetahuan, pencipta pengetahuan, dan penyebar pengetahuan.
"Saat ini pustakawan tidak cukup hanya mengelola Koleksi. Kita harus hadir sebagai penyaring dan penyampai pengetahuan yang valid," ungkapnya.
Dia menekankan, untuk menjadi pustakawan yang transformative, diperlukan kombinasi hard skill, soft skill, dan etika profesi. "Kita harus mampu menulis, berbicara, dan membedakan mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Dosen Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Diponegoro, Lydia Christiani, bahwa menurut Blasius Sudarsono, seorang pustakawan harus memiliki kemampuan (hard skill) dan kemauan (soft skill) yang seimbang. Ketimpangan di antara keduanya seringkali menyebabkan hilangnya jiwa dalam praktik kepustakawanan yang diibaratkan seperti pustakawan zombie.
Lydia mengajak untuk merfkeksikan makna dari istilah kepustakawanan yang selama ini cenderung dimaknai sebagai aktivitas teknis pustakawan. Padahal, imbuhnya, akhiran "-ship" dalam bahasa Inggris, seperti pada librarianship, mengandung dimensi kualitas, status, keterampilan, dan kebersamaan, sesuatu yang selama ini sering luput dari perhatian praktisi.
“Pustakawan tidak hanya bekerja dengan katalog dan sistem digital. Mereka adalah fasilitator informasi dan penjaga nalar publik,” tegas Lydia.
Sementara itu, Dosen Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rusdan Kamil, mengulas buku Cerita tentang Pustakawan dan Kepustakawanan (CPTK) karya Blasius Sudarsono.
"Buku ini bisa menjadi bahan tenungan bagi generasi muda, khususnya generasi Z yang sedang meniti awal karier di dunia perpustakaan," ujarnya.
Menguti data BPS tahun 2023, generasi Z yakni mereka yang lahir antara 1997-2012, merupakan 27,94 persen dari populasi Indonesia. Namun, saat ini sekitar 9-10 juta dari mereka masih menganggur. Di tengah keterbatasan lapangan kerja pasca-pandemi dan tantangan transisi digital, banyak di antara mereka yang mempertanyakan masa depan profesinya.
“Banyak pustakawan muda bertanya: apakah profesi ini bisa menghidupi saya hingga tua? Apakah saya akan tetap di sini 10 tahun ke depan?” lanjutnya.
Dia menyebut, karya Blasius Sudarsono sebagai bacaan wajib bagi pustakawan muda yang ingin memahami makna profesinya secara lebih mendalam.
“CPTK bukan hanya cerita. Ia adalah ajakan untuk merenung, bertanya, dan membangun komitmen pribadi terhadap profesi ini,” pungkasnya.
Reporter: Wara Merdeka
Dokumentasi: Ahmad Kemal
Galeri



