Transfer Knowledge Hanya Bisa Dilakukan Dengan Membaca

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Salemba, Jakarta - Benarkah literasi Indonesia buruk? Apabila yang dipahami dari literasi hanya sekedar kemampuan untuk mengenal huruf, kata, dan kalimat, maka itu bukanlah jawaban yang tepat. Melainkan bahwa literasi sejatinya adalah kedalaman pengetahuan seseorang untuk menciptakan barang dan jasa yang bisa digunakan pada tingkat kompetisi global.

Membuka webinar dengan tema “Literasi Indonesia, Seburuk Itukah?”Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengatakan bahwa literasi memiliki empat tingkatan yakni kemampuan seseorang untuk memiliki akses atas sumber-sumber informasi, kemampuan untuk memahami apa yang tersirat dari yang tersurat, kemampuan dalam mengungkapan ide, teori, gagasan dan inovasi baru, serta kemampuan untuk menciptakan barang dan jasa yang dapat digunakan pada kompetisi global.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sumber daya alam Indonesia sangat beragam dan berlimpah, namun itu semua belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal karena keterbatasan kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal penguasaan teknologi untuk menciptakan barang dan jasa. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM menjadi titik fokus pemimpin negara tahun ini. Beruntungnya pintu untuk meningkatkan kualitas SDM adalah transfer knowledge yaitu dengan membaca.

Siapapun tidak bisa serta merta menilai bahwa indeks literasi masyarakat Indonesia rendah sebelum menghitung rasio kebutuhan buku masyarakat Indonesia. Sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh UNESCO, setiap masyarakat harus membaca tiga buku baru setiap tahunnya. Pada kenyataannya di daerah pedalaman bahan di daerah perbatasan antar negara, tidak ditemukan buku baru.

“Tidak adil rasanya menuduh masyarakat di daerah perbatasan tidak mau membaca. Jauh lebih penting memikirkan infrastruktur serta sarana dan prasarana dalam menyediakan bahan bacaan daripada mempertanyakan literasi Indonesia buruk atau tidak,” lanjut Syarif Bando pada Webinar Literasi yang diselenggarakan oleh Moco Academy, pada Selasa, (8/9).

Setuju dengan penjelasan Kepala Perpusnas tentang literasi, Pegiat Literasi Maman Suherman mengatakan semua lapisan masyarakat harus mampu bersinergi untuk menyebarkan bahan bacaan sampai ke daerah. Selain itu, karena sekarang manusia berada di dalam era digital sehingga membutuhkan akses internet yang bisa menjangkau hingga ke pelosok agar masyarakat mudah mengakses bahan bacaan secara online.

“Infrastruktur untuk belajar bukan hanya ruang kelas melainkan juga akses internet yang sama rata, baik yang di kota maupun di pelosok desa,” jelas Maman.

Sedangkan, menurut Alma Dhea-salah satu penulis muda-literasi adalah salah satu cara untuk mengekspresikan diri dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan diri. “Anak yang berprestasi jauh lebih dari sekadar yang memiliki banyak piala atau memenangkan olimpiade, melainkan yang memiliki kemampuan bertutur dengan baik,” ungkap Dhea.

 

Reporter: Robby Fuji, Rizki Agung

Fotografer: Raden Radityo

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung