Webinar Bersama DBI: Masyarakat Lebih Percaya Teks Daripada Konteks

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

 

Salemba, Jakarta—Psikolog kenamaan dunia Sigmun Freud pernah mengatakan bahwa membaca mampu mengatasi depresi atau gangguan mental. Para veteran Perang Dunia ke-2 pun disarankan membaca novel untuk menyembuhkan luka psikis akibat peperangan. Terapi tersebut diperkuat dengan banyaknya  penelitian yang menyebutkan aktivitas membaca yang dilakukan setiap hari tidak membuat manusia cepat pikun.

“Membaca itu kebutuhan. Memberikan kekuatan lahir batin. Jika sudah dilakukan secara rutin maka seperti ada sesuatu yang hilang jika tidak melakukannya,” ungkap Duta Baca Indonesia Najwa Shihab saat Webinar ‘Nikmatnya Membaca Buku’ yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Selatan, pada Jumat, (24/7).

Nana, sapaan akrab Najwa, mengaku beruntung dibesarkan dalam lingkungan yang gemar membaca. Kedua orang tuanya bahkan langsung memberikan contoh. Ia mengaku ingat kalau sebelum tidur, ibunda setiap malam rutin mengisahkan cerita-cerita. Pun, sang ayah juga demikian, selalu berlangganan majalah dan rajin mengajak ke toko buku setiap hari kamis. Tidak mengherankan jika semasa dulu Nana sudah memiliki perpustakaan mini pribadi karena melimpahnya koleksi buku yang dipunya. Kemudian, ia menyewakan peminjaman yang uangnya untuk membeli buku lagi.

“Keluarga adalah pilar utama untuk melahirkan anak sedari kecil mencintai buku. Buat anak-anak meniru merupakan kebiasaan yang sering dilihat dan dilakukan. Dari situ, akan muncul kecintaan,” terangnya.

Bahkan, Najwa mengaku sanggup melahap beberapa buku dalam waktu sehari jika dalam kondisi mood bagus. Menurutnya, setiap buku mempunyai momentum sendiri.

Di era saat ini, literasi baca-tulis di masyarakat memang belum ajeg. Sayangnya, terpaan media sosial (digital) menjadi pelik. Masyarakat jadi lebih menyenangi membaca melalui media sosial. Bahkan, untuk mengawali aktivitas keseharian ketika bangun tidur hal yang pertama dilakukan adalah membuka status percakapan di media sosial.

Patut dipahami bahwa karakteristik membaca pada media fisik, seperti buku, majalah, koran, dan sebagainya berbeda dengan digital. Karakter yang terbiasa membaca pada media fisik lebih cenderung kritis, analistis. Ada rasa kebahagiaan, bahkan menjadi obat terapi, makanya dikenal ada istilah bibliotherapy. Membaca buku selama enam menit sanggup mengurangi tingkat stress dan memulihkan otot-otot, tambahnya

Beda dengan pembaca digital yang condong mempercayai apa yang sudah disodorkan (pembaca reaktif). Meski disatu sisi elemen visual lebih menarik dan memanjakan mata.

“Tipikal sebagian masyarakat lebih senang mencari informasi yang senada, yaitu pembenaran atas informasi yang telah diterima sebelumnya. Bukan sebaliknya, yakni mencari informasi untuk kebenaran. Hanya membaca teks, bukan konteks,” terang Najwa.

 

Reporter : Hartoyo Darmawan

Fotografer : Ahmad Kemal

 

  

 

 

 

 

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung