45 Tahun Ikatan Pustakawan Indonesia Membangun Negeri: Kontribusi dan Tantangan

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta – Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) yang berdiri pada 6 Juli 1973 saat ini berusia 45 tahun. Usia yang cukup matang dalam memberikan kontribusinya bagi masyarakat, negara serta menjawab tantangan di masa depan. Memperingati hari jadinya, IPI menyelenggarakan talkshow yang diselenggarakan di Ruang Auditorium lantai 2 Gedung Fasiltas Layanan Perpustakaan Nasional Jalan Medan Merdeka Selatan Jakarta Pusat pada hari kamis (12/7). Talkshow menghadirkan narasumber Sulistyo Basuki, Roy Sembel, Reza Haryanti dan moderator Joko Santoso.

Ketua Umum Ikatan Pustakawan Indonesia Dedi Junaedi dalam laporannya menjelaskan, IPI adalah organisasi profesi yang merupakan wadah bagi para pustakawan dalam mengembangkan kepustakawanan di Indonesia. “Sebagai organisasi profesi, IPI merupakan sarana silaturahmi, tempat menampung aspirasi pustakawan dan ajang curah pendapat serta tempat untuk bertukar informasi dan pengetahuan dan juga menambah wawasan,” ujar Dedi. Dedi juga menambahkan IPI juga berperan sebagai tempat untuk mengayomi pustakawan dan para anggotanya. Lebih lanjut Dedi dalam usahanya meningkatkan kompetensi pustakawan Indonesia, IPI bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional dalam menyelenggarakan berbagai macam bombingan teknis terkait perpustakaan dan kepustakawanan.

Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando dalam sambutannya menerangkan pada tahun 2018, Perpustakaan Nasional memiliki tagline Pustakawan Bergerak dan pada tahun 2019 nanti akan memiliki tagline Pustakawan Berkarya. “Pustakawan bergerak dalam rangka knowledge mobilization, kata kuncinya adalah harus bermanfaat bagi masyarakat,” jelas Syarif. Syarif berpesan kepada seluruh pengurus IPI untuk bekerja mengembangkan profesinya sesuai dengan tuntutan jaman. “Kedepannya IPI harus menjadi Think Tank atau pemikir dalam kontribusinya membantu menyusun kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional sehingga dapat menjadi mercusuar perubahan.

Narasumber Sulistyo Basuki yang merupakan seorang akademisi mengemukakan IPI sangat berjasa dalam mengembangkan organisasi profesi kepustakawanan. “Tugas akreditasi pustakawan seharusnya menjadi tugas IPI sebagai organisasi profesi dan pengurusnya harus profesional dan terpisah dari jabatan yang melekat di Perpustakaan Nasional,” saran Sulistyo.

Sedangkan motivator Roy Sembel memaparkan tantangan profesi perpustakaan di era industri 4.0. Menurutnya profesi pustakawan harus tetap berlanjut dan berevolusi, profesi pustakawan tidak akan hilang tetapi jenis-jenisnya akan berubah atau bermetamorfosa. “Jadi harus siap untuk terus belajar dan berubah mengikuti perkembangan jaman,” kiat Roy. Roy menerangkan industri 1.0 dimulai abad ke 18 saat pertama kali revolusi industri dengan dimulainya sistem mekanisasi atau mesin. Industri 2.0 dimulai abad ke 20 dengan dimulainya otomatisasi atau mass production. Industri 3.0 dimulai abad ke 21 dengan dimulainya komputerisasi. Industri 4.0 ada pada saat ini dengan berkembangnya cyber system.

Reza Haryanti yang berpengalaman sebagai Senior Officer di The ASEAN Secretariat membagikan pengalamannya dalam organisasi yang memiliki budaya kerja yang beragam. Pekerja dari negara Singapura dan Malaysia memiliki ritme atau etos kerja yang tinggi. “Kita sebagai bangsa harus bisa mengimbangi dan menunjukan kompetensi sebagai orang Indonesia yang bisa mengejar alur kerja mereka,” jelas Reza.

 

Reportase : Arwan Subakti

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung