Beri Arahan Diklat CPTA dan Pelestarian Bahan Pustaka 2018, Kepala Perpusnas : Diklat Buka Peluang Untuk Meningkatkan Kompetensi

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Kemayoran, Jakarta Pusat — Perpustakaan Nasional kembali menyelenggarakan Diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA) angkatan ke-41 dan Diklat Pelestarian Bahan Pustaka (BP) angkatan ke-4 Tahun 2018 di Ibis Hotel Kemayoran, Jakarta, Senin, (19/2). Diklat CPTA dan pelestarian bahan pustaka diikuti sebanyak 60 orang yang berasal dari Perpusnas, perpustakaan provinsi, perpustakaan umum Kabupaten/Kota, dan perpustakaan khusus. Diklat CPTA merupakan pra syarat untuk menjadi pejabat fungsional pustakawan, sedangkan diklat pelestarian BP  merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, persepsi dalam pelestarian BP.

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menerangkan diklat merupakan peluang untuk meningkatkan kompetensi. “Wahyu diturunkan kepada manusia pilihan Tuhan untuk disampaikan kembali lewat bahasa yang mudah dimengerti oleh umatnya, yakni aksara. Untuk bisa mengerti aksara, diperlukan keterampilan mengenal huruf. Dari proses mengenal huruf, tersusunlah kata-kata yang kemudian terangkai menjadi kalimat.  Rangkaian kalimat inilah yang akhirnya mempunyai makna yang bisa dipahami manusia. Maka, perpustakaan juga demikian. Perpustakaan adalah sekumpulan aksara yang berisikan hasil karya manusia. Hasil dari karya manusia salah satunya berupa ilmu pengetahuan yang selanjutnya dimuat ke dalam berbagai media penyampaian, diantaranya buku agar bisa dibaca dan dipahami oleh generasi manusia berikutnya," urai Kepala Perpusnas.  

Jika manusia sudah terbiasa membaca, maka upaya literasi sudah berada di arah yang benar. Literasi menurut Kepala Perpusnas dibagi empat, yakni 1) kemampuan seseorang mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan, seperti buku, majalah, koran, jurnal, gambar, dan sebagainya yang memungkinkan seseorang eksis dengan profesinya, 2) kemampuan seseorang memahami apa yang tersirat dan tersurat, 3) kemampuan seseorang mengemukakan ide (gagasan) baru dari segala yang dilihat dan dibaca, dan 4) kemampuan seseorang atau korporasi/lembaga atau bahkan negara menciptakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakatnya sesuai perkembangan jaman.

Keberadaan perpustakaan bisa menjembatani terjadinya literasi mengingat perpustakaan adalah institusi yang mencerdaskan kehidupan bangsa. “Masyarakat Indonesia harus terlepas dari belenggu kemalasan, kebodohan dan kemiskinan. Semua komponen bangsa harus terlibat,” tegas Muhammad Syarif. Oleh karena itu, Presiden Jokowi melalui UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah menyatakan bahwa urusan perpustakaan ditetapkan oleh pemerintah menjadi urusan wajib dan menaikkan status perpustakaan dari kantor menjadi dinas. Bangsa yang maju adalah yang menghargai perpustakaan, seperti yang dikatakan para pendiri bangsa,  Thomas Jefferson “Saya tidak bisa hidup tanpa buku,"  dan Muhammad Hatta  “Aku rela dipenjara asal bersama buku".

Subtansi diklat, lanjut Kepala Perpusnas, adalah menanamkan keyakinan didalam diri bahwa ilmu yang didapat berguna bagi orang lain sehingga mampu memotivasi dan mempengaruhi orang lain. Agama apapun mengajarkan bila mau selamat haruslah belajar. "Perpustakaan dikenal di seluruh dunia sebagai institusi peradaban, sebagai benteng demokrasi yang selalu memberikan hak-hak mendasar kepada masyarakat. Oleh karena itu setiap orang yang menemui kesulitan pasti datang ke perpustakaan. Perpustakaan selalu menyediakan  jalan keluar untuk berbagai masalah yang dihadapi,” tutup Muhammad Syarif.

Reportase : Arwan Subakti

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung