Bukan Sekadar Catatan, Manuskrip Mengandung Nilai Tinggi

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta - Berbicara mengenai manuskrip, ada sesuatu yang menarik darinya yakni lebih dari sekadar catatan. Manuskrip tidak hanya berbicara tentang masa lalu, akan tetapi nilai yang terkandung di dalamnya jauh melampaui itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), E. Aminudin Aziz saat memberikan sambutan pada kegiatan Rapat Koordinasi dan Lokakarya Bidang Pelestarian Bahan Perpustakaan dan Naskah Kuno Nusantara Tahun 2024 di El Royale Hotel, Selasa (21/5/2024).

“Saat ini kita mungkin bicara macam-macam, padahal siapa tahu dulu nenek moyang kita sudah berbicara lebih jauh tentang itu. Mereka mungkin sudah bicara tentang masa kini, tapi kita tidak tahu. Catatan tentang keaktifan manusia zaman dulu tercatat dalam manuskrip. Maka ini menjadi salah satu alasan mengapa manuskrip perlu kita pelajari, lestarikan, dan manfaatkan apa yang ada di dalamnya,” jelasnya.

Di Indonesia ada sekitar 82ribu manuskrip yang tersebar, tetapi yang sudah terdokumentasikan dengan rapi di Perpusnas baru sekitar 12ribu. Dari sisanya yakni sekitar 70ribu, baru sekitar 6ribu yang diolah ke dalam bentuk digital.

Melihat masih ada lebih banyak manuskrip yang belum dimanfaatkan, Perpusnas mengembangkan satu program prioritas terkait yaitu pengarusutamaan naskah nusantara.

“Mengapa hal ini penting? Karena dasar pemikiran yang menyatakan bahwa manuskrip menyimpan kekayaan yang sangat besar ke depannya. Kita belajar dari masa lalu, untuk dimanfaatkan di masa kini, dan untuk berkembang di masa yang akan datang,” ungkap pria yang akrab disapa Amin.

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa percepatan digitalitasi harus dilakukan dengan memulai untuk bekerja menggunakan tempo, kerangka berpikir, dan cara yang berbeda. Itu semua dilakukan menurut Amin guna mencapai tujuan yang lebih baik.

“Pergerakan ini saya kawal terus, jangan sampai nanti ada yang ‘meleng’ atau tidak fokus dan skip beberapa pekerjaan karena ada kepentingan yang jauh lebih besar dari hanya sekadar digitalisasi dan menyimpan,” katanya.

Pada beberapa kesempatan, Amin berkisah, dia telah melakukan pembicaraan dengan tim dari perpustakaan-perpustakaan kelas dunia yang menyimpan manuskrip nusantara. Mengetahui nilai kepentingan dari manuskrip yang mereka simpan semakin meningkat, maka mereka mengajak Perpusnas bekerjasama.

“Ke depan ada satu platform yang akan dibangun bersama, Indonesia menjadi tempat penampungannya dan nanti setiap perpustakaan maupun pemilik naskah akan terkoneksi satu sama lain. Sehingga ketika ingin mengakses sebuah manuskrip yang berada jauh, kita tinggal klik saja,” ujarnya.

Mengenai percepatan digitalisasi manuskrip koleksi Perpusnas, Kepala Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan, Made Ayu Wirayati, memaparkan bahwa naskah kuno yang belum dialihmediakan akan diselesaikan dalam kurun waktu dua tahun.

“Jumlah naskah kuno yang disimpan di Perpusnas ada 12.730 judul, jumlah naskah kuno yang sudah dialihmediakan ada 6.066 judul, sedangkan yang belum dialihmediakan ada 6.664 judul. Kami merencanakan untuk menyelesaikan sisanya di tahun 2024 sebanyak 2.000 judul dan 4.664 judul di tahun 2025,” ucapnya.

Sementara itu, Ayu mengatakan dibutuhkan strategi untuk melakukan percepatan pelestarian naskah kuno di Indonesia.

“Apabila Perpusnas mampu menyelesaikan naskah kuno yang dimiliki, bagaimana dengan naskah kuno di Indonesia? Dari 82.158 eksemplar yang ada, baru 22.712 eksemplar atau sekitar 27% yang terlestarikan. Untuk itu, tentu saja diperlukan strategi seperti melakukan penguatan dasar hukum pelestarian naskah kuno Indonesia (pemetaan, pendataan, identifikasi kerusakan, konservasi, alih media, kerja sama) dan pendataan pelestarian dan pengidentifikasian kerusakan naskah kuno secara masif dan terintegrasi di seluruh wilayah Indonesia,” paparnya.

Strategi tersebut diwujudkan dalam bentuk situs web Pendataan Pelestarian Naskah Kuno (Penaku), sebuah sistem informasi pendataan kerusakan naskah kuno yang digunakan dalam memetakan dan mengidentifikasi kondisi kerusakan serta tindakan yang telah dilakukan terhadap naskah kuno secara real-time dan terpusat berbasis wilayah.

Di kegiatan tersebut juga ada sesi diskusi panel yang menghadirkan dua narasumber, Kepala Departemen Konservasi Massal, Deputi Institut Konservasi Perpustakaan Nasional Polandia, Jerzy Henryk Manikowski dan Pakar dalam Pemulihan Pasca Bencana dan Perawatan Massal untuk Koleksi Warisan Budaya pada Perpustakaan dan Arsip di Italia, Davide Livi.

Pada kesempatan itu, Jerzy membagikan pengalamannya dalam menggunakan sistem deasidifikasi masal berupa Bookkeeper dan C900 pada koleksi Perpustakaan Nasional Polandia. Masing-masing dari Bookeeper dan C900 memiliki prosedur tersediri dalam proses pengerjaannya, begitu pula dengan keunggulan dan kelemahannya.

“Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, berikut adalah saran pribadi yang dapat saya sampaikan antara lain pengerjaan yang dilakukan selama 24 jam, tim yang secara teknis cakap untuk mengerjakannya, mempekerjakan seorang konservator, melakukan komunikasi yang baik dengan penjaga koleksi, serta merecanakan urutan tindakan yang tepat seperti konservasi dan kemasan pelindung,” terangnya.

Di sisi lain, Davide mengungkapkan bahwa untuk pemeliharaan rutin terdapat tiga pilar yang harus diperhatikan yaitu pengamatan debu atau jamur, aroma, dan pengukuran suhu. Terkait perawatan khusus, dia menjelaskan bahwa pekerjaan ini dilakukan langsung oleh personil yang terkualifikasi untuk permasalahan yang memerlukan respon segera baik yang disebabkan oleh kejadian yang tidak dapat diprediksi ataupun karena permasalahan yang ada semakin buruk.

“Kesiapan tanggap darurat berkaitan dengan pemulihan koleksi yang rusak akibat bencana alam, sehingga memerlukan penanganan khusus untuk proses pengeringan, pembersihan debu, dan penekanan dengan menggunakan mesin press, sebelum akhirnya dapat diletakkan kembali di tempatnya,” pungkasnya.

Kegiatan yang mengangkat tema “Penerapan Preservasi di Negara Maju dalam Mendukung Pelestarian Warisan Dokumenter Bangsa” ini berlangsung selama dua hari, Selasa-Rabu (21-22/5/2024).

Adapun kegiatan lain yang diselenggarakan ialah penyerahan sertifikat MOWCAP manuskrip Tambo Tuanku Imam Bonjol oleh Plt. Kepala Perpusnas kepada Gubernur Provinsi Sumatera Barat dan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat.

Reporter: Basma Sartika

Dokumentasi: Andri Tri Kurnia/Prakas Agrestian

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung