Kuatkan Literasi Anak Lewat Gerakan Sosial

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Pendiri Tanah Ombak Padang, Suhendri Pong membuat catatan sendiri dalam kisahnya menguatkan literasi untuk kesejateraan masyarakat sebagai gerakan sosial. Apa yang dilakukan pada lingkungan kumuh kota Padang, merekayasa sosial melalui konsep pendidikan dan penempaan yakni belajar, membaca, melejitkan potensi sesuai bakat dan minat dan kemandirian

"Saya menciptakan ruang belajar bagi sarana pembelajaran, pelatihan bagi skill yang dibutuhkan untuk keindahan lingkungan, praktik menanam, membangun kerjasama dan empati," ujarnya saat Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 secara virtual pada Selasa (23/3/2021).

Diakui, Tanah Ombak ingin memuliakan harga diri, perubahan perilaku, perubahan lingkungan TBM sebagai basis perubahan dan kreativitas dan tempat rekreatif bagi orang luar yang ingin mengenal TBM lebih asyik. Menurutnya ruang baca sebagai ruang mengekspresikan kreatifitas melalui teater atau seni peran dan kesenian (lukis, musik dan tarian) dan menjadi awal menuju hidup yang lebih baik.

"Awal mulanya karena teather noktah, karena saya bagian dari teather tersebut. Kemudian karena melihat berbagai hal di masyarakat," tutur dia.

Komunitas yang diberi nama Tanah Ombak resmi berdiri pada akhir 2014 dan diaktakan pada 2015. Padahal mulanya hanya komunitas seni dan fungsi sosial. Fungsinya lainnya ialah ekspresi dan pembelajaran. Dari fungsi sosial inilah ia mendirikan sebagai komunitas bernama Tanah Ombak.

Keadaannya jauh berbeda dengan lingkungan di kampung nelayan yang memang butuh dukungan literasi. Tujuan komunitas ini sederhana, yaitu mengembangkan minat baca di kalangan anak-anak dan remaja. Sekaligus pula membuka ruangan literasi lingkungan untuk anak-anak, khususnya di perkampungan nelayan tersebut.

Dengan mengenalkan dunia baca dan literasi kepada anak-anak, kehadiran ruang baca Tanah ombak seolah menjadi lentera.

Di Tanah Ombak, anak-anak belajar membaca, menggambar, dan menulis. Inilah proses kreatif. Semua kegiatannya diwujudkan dalam bentuk kesenian, teater,musik dan dongeng. Hendri mengungkapkan, anak-anak wajib membaca buku minimal 15 menit sehari.

Anak-anak usia lebih dari 10 tahun juga diajari menulis. Bahkan, mereka juga sudah mempunyai buku puisi, esai, dan prosa. Berbekal ilmu seni di bidang teater, Hendri mengajak siapa pun untuk berkesenian. Khususnya anak-anak di sekitar Kampung Nelayan Pantai Padang.

Konsepnya hanya sederhana mencoba menciptakan anak-anak yang mencintai buku dan mengasah karakter ke arah yang lebih baik.

 

*Laporan Tim Humas Perpustakaan Nasional RI

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung