Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Iluminasi atau umumnya disebut gambar dalam naskah kuno dibuat untuk menghias naskah agar memiliki daya tarik. Pada awalnya, iluminasi digunakan dalam bentuk penyepuhan emas pada beberapa halaman naskah kuno Nusantara. Menurut peneliti madya Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muâ€™jiza, iluminasi dalam naskah nusantara mengacu kepada istilah teknis dalam ilmu pernaskahan yaitu khusus pada gambar-gambar yang menghiasi naskah. Biasanya, iluminasi tampil pada halaman depan.
â€œEmas ditempa menjadi lempengan yang sangat tipis, nah itu bisa dipakai untuk menghias. Kemudian bisa juga dibentuk meniadi taburan emas. Nah taburan emas itulah yang dijadikan naskah-naskah yang mempunyai status sosial yang tinggi. Karena naskah pada masa itu, bisa dijadikan hadiah untuk diplomasi antara pejabat di kalangan atas,â€ urai Muâ€™jiza saat menjadi pembicara Diskusi Naskah Nusantara dengan tema â€œIluminasi dalam Naskah-naskah Nusantaraâ€ di Ruang Teater Mini Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Kamis (4/7).
Menurut ahli pernaskahan Melayu ini, gambar yang menjadi hiasan naskah terdiri dari empat hal yakni iluminasi, ilustrasi, rubrikasi, dan inisial. Di Indonesia, iluminasi ditemukan dalam berbagai naskah yang tersebar di beberapa daerah. â€œDalam sastra Jawa ada di Serat Arjuna Wijaya, sastra Melayu Hikayat Iskandar Zulkarnain, sastra Sunda Wawancara Abdul Kadir Jaelani, sastra Bugis dalam naskah Lontarak Paburra, Bali, dan Batak dalam Buku Sihir Perang,â€ jelasnya.
Muâ€™jizah menjelaskan iluminasi yang ditampilkan pada naskah kuno mewakili kebudayaan masyarakat setempat. Berdasarkan pengamatannya, iluminasi pada naskah kuno Melayu muncul pertama kali pada tahun 1650-an dalam surat-surat Sultan Iskandar Muda. â€œTradisi di Melayu belum terlalu tua, mungkin di Makassar bisa lebih tua lagi karena I La Galigo kan lebih tua lagi,â€ urainya.
Iluminasi memiliki lima fungsi yakni untuk memperindah naskah, memperjelas teks, mengungkap sejarah naskah, mengungkap sejarah seni lukis, dan keberagaman motif atau gambar beserta maknanya. â€œBiasanya teks dibuat lebih dulu oleh pengarang atau penyalin. Kemudian iluminasi dibuat oleh illuminator dalam bentuk sketsa lalu diberi warna,â€ urainya.
Menurut Muâ€™jizah masih banyak naskah gambar nusantara yang belum digarap. Karenanya, dia mengajak kaum muda untuk menggali hal ini. â€œKarena mereka yang harus meneruskan kekayaan budaya yang menjadi warisan nenek moyang. Ini adalah bukti kecerdasan dari masyarakat Indonesia,â€ pungkasnya.
Reportase: Hanna Meinita/Fotografer: Ranny Kusumawardani

Mengenal Iluminasi, sang Penghias Naskah

Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Perpustakaan Nasional RI menerima 22 film religi hasil karya peserta didik Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di DKI Jakarta. Penyerahan film dalam bentuk rekaman digital tersebut dilakukan Ketua Pembinaan Alto Kreatif Media Joko Krismianto kepada Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando di Ruang Auditorium Soekarman, Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas, Jakarta, pada Kamis (8/11). Serah terima hasil karya anak bangsa untuk disimpan Perpusnas ini sesuai dengan amanat UU Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Film-film religi berdurasi sekitar lima menit tersebut merupakan hasil workshop yang dilakukan Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta kepada peserta didik dari MAN di Jakarta. Melalui film religi, generasi muda diharapkan bisa menjadi teladan bagi bangsa Indonesia.
â€œDi mana film-film itu mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai sosial, bahkan nilai ekonomi, dan juga budaya bangsa Indonesia. Makanya film-film itu adalah salah satu produk karya seni yang sangat fundamental nilai kemanusiaannya, dan apabila bicara tentang nilai kemanusiaan, maka di situlah inti dari perpustakaan sebagai institusi peradaban,â€ jelas Syarif Bando saat membuka temu wicara â€œMembangun Karakter Bangsaâ€ di hadapan para guru dan peserta didik dari berbagai MAN di DKI Jakarta. Dalam kegiatan tersebut, 22 film religi hasil karya siswa MAN diputar untuk disaksikan bersama dan dilakukan pemilihan film favorit versi penonton.
Untuk menghadapi tantangan zaman, Syarif Bando mendorong generasi muda untuk membaca. Karena membaca menggali potensi analisa pikiran manusia. Membaca membuat individu berpikir kritis dan menghasilkan ide dan gagasan baru, termasuk dalam memproduksi film. â€œSetiap sutradara akan menghasilkan film baru yang lebih baik dari film sebelumnya karena dilengkapi bahan bacaan,â€ tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Syarif Bando mendorong para peserta didik untuk membaca koleksi digital Perpusnas yang tersedia dalam aplikasi iPusnas dan e-resources.
Temu wicara menghadirkan tiga nara sumber yakni Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando, Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi DKI Jakarta Saiful Mujab, serta Ketua Pembinaan Alto Kreatif Media Joko Krismianto dan dipandu Rudi Hernanda. Dalam paparannya, Saiful menyatakan kegiatan workshop film religi bertujuan menggali potensi para pelajar madrasah. Ini sesuai dengan slogan â€œMadrasah Hebat Bermartabatâ€.
â€œPara pelajar sangat antusias setelah workshop selama tiga hari. Ini merupakan kreasi yang positif di lingkungan madrasah, sehingga bisa berkontribusi positif di tengah masyarakat. Film jangan hanya dijadikan totontan dan hiburan, tapi bagaimana kita menanamkan nilai edukasi, moral, agama, universal ke dalam film,â€ jelas Saiful. Dalam kesempatan tersebut, Saiful mengapresiasi kesediaan Perpusnas dalam memfasilitasi kegiatan menonton bersama ini. Karenanya dia meminta para siswa untuk menjadikan perpustakaan sebagai rumah kedua.
Reportase: Hanna Meinita
Â

Perpusnas Terima 22 Film Religi Karya Siswa MAN Jakarta

Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur juga turut melakukan kampanye program â€˜Read Me a Bookâ€™. Kegiatan ini dilakukan di gedung layanan perpustakaan setempat dan juga di beberapa sekolah di wilayah Jawa Timur.
â€œKami sudah mulai melakukan kampanye â€˜Read Me a Bookâ€™. Dalam melangsungkan kegiatan ini kami bekerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya sekolah, dengan melibatkan siswa dan guru,â€ ungkap Kabid Pelayanan Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Mei Endah Ariani, di sela sela kunjungannya di Gedung Layanan Perpusnas, Kamis (13/02).
Mei menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan sebanyak empat yellow apron atau apron kuning dari Perpustakaan Nasional, yang merupakan salah satu syarat dalam melakukan kampanye â€˜Read Me a Bookâ€™.
â€œSudah dapat tadi ada empat apron, dan sudah mendapat bimbingan terkait teknis pelaksanaan kampanye ini,â€ lanjutnya.
Seperti diketahui, Perpustakaan Nasional dengan National for Children and Young Adults (NLCY) Korea Selatan bekerjasamaÂ  melakukan kampanye Read A Loud yang merupakan bagian dari program Read Me a Book. â€œRead Me a Bookâ€ adalah program pembudayaan gemar membaca dengan cara read a loud. Kampanye ini berlangsung pada 15 Januari hingga 23 april 2020.
Syarat kontes kampanye Read A Load yakni pecerita buku wajib mengenakan apron kuning, Â kemudian mengunggah foto/video dibarengi hashtag wajib, yaitu #readmeabook_yellowapron #yellowapron_hashtagchallenge #aseanrokisreading_indonesia #nationallibraryofindonesia.
ReportaseÂ Â Â Â Â Â Â Â Â Â  : Wara Merdekawati
FotograferÂ Â Â Â Â Â Â Â Â  : Raden Radityo

Jawa Timur Turut Kampanyekan Read Me a Book

<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Jakarta, - Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando mengatakan, Pustakawan melalui organisasi profesi bisa mengambil peran dan pengabdian dalam bidang perpustakaan.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">&ldquo;Organisasi profesi mempunyai kode etik yang mengikat untuk memastikan anggotanya berada dalam koridor yang tepat,&rdquo; imbuhnya saat membuka Webinar Kepustakawanan yang mengangkat tema &ldquo;Organisasi Profesi dan Kepemimpinan&rdquo; yang digelar Kamis, (19/1/2023) secara hybrid.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Melalui keberadaan organisasi profesi kepustakawanan diharapkan akan mengembangkan kepemimpinan yang dapat menjawab tantangan perkembangan dunia perpustakaan di masa mendatang.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Sejalan dengan itu, Syarif mengingatkan bahkan tugas Pustakawan adalah mengumpulkan berbagai informasi yang berserakan dan disajikan untuk kepentingan publik.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Melalui Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), seorang Pustakawan menurut Syarif harus menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan menjadi pemimpin dalam menyebarluaskannya kepada masyarakat.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Syarif juga mengajak IPI untuk terus ikut serta mengembangkan perpustakaan di daerah. Karena Pustakawan harus hadir di manapun masyarakat perlu pengetahuan untuk memperoleh kecerdasan
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">&ldquo;Sesuai mandatori Undang-Undang 1945 tugas kita adalah mencerdaskan anak bangsa. Jadi apabila tidak diurus dengan baik, IPI bisa dibilang gagal. Maka saya mengajak IPI untuk turun ke daerah bersama Perpusnas,&rdquo; imbuhnya.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Ketua Umum (IPI), Syamsul Bahri mengatakan sejak dibentuk pada 1973, masih banyak tantangan yang dihadapi IPI dalam membangun dan mengembangkan perpustakaan dan dunia kepustakawanan di Indonesia.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Namun menurut Syamsul, IPI akan terus berkolaborasi dan menjadi rekan kerja Perpusnas dalam program-programnya.
"<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Salah satunya dalam pencapaian 5 tingkatan literasi di Indonesia di mana pada setiap tingkatannya banyak pihak yang berperan di dalamnya. Ini tidaklah mudah. Semua Pustakawan harus memahami 5 tingkatan literasi. IPI tidak bisa hanya diam,&rdquo; imbuhnya. Hal tersebut, ungkap Syamsul juga akan dikawal sebagai&nbsp; program prioritas IPI dengan melibatkan pengurus IPI di berbagai daerah.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Di sisi lain, Pakar Kepustakawanan Universitas Gadjah Mada, Ida Fajar Priyanto menjelaskan IPI memberi perhatian atas persepsi masyarakat terkait tugas Pustakawan di Indonesia.
<span style="font-size: 11pt; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">&ldquo;Kita punya masalah pada <span style="font-size: 11pt; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: italic; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">brand image. <span style="font-size: 11pt; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Masyarakat masih banyak yang melihat bahwa Pustakawan hanya sebagai penjaga buku. Jadi perlu dirubah bahwa Pustakawan lebih dari itu,&rdquo; gagasnya.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Menurut Ida Fajar, IPI harusnya bisa memegang peran yang lebih penting. Contohnya seperti yang dilakukan American Library Assosication (ALA) yang bisa mengakreditasi berbagai program studi pendidikan. <span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">&ldquo;IPI bisa menjadi organisasi yang penting meskipun tantangannya memang berat. Saya membayangkan, IPI menjadi payung seluruh asosiasi perpustakaan di Indonesia yang memiliki divisi-divisi,&rdquo; imbuhnya.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Menurut Ida Fajar perlu adanya regenerasi dalam IPI melalui kolaborasi antara pengurus senior dan junior seperti yang dilakukan di Malaysia dan China. &ldquo;Perilaku Pustakawan juga harus dimunculkan di mana Pustakawan menjadi idola bukan hanya penjaga buku,&rdquo; pungkas Ida.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Dalam kesempatan yang sama, hadir Presiden Persatuan Pustakawan Malaysia, Ghazzali Mohamed Fadzhil.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Sebagai seorang Pustakawan menurut Ghazzali salah satu yang penting adalah pola pikir. &ldquo;Pola pikir kita harus diubah, di mana saya berpendapat bahwa sebenarnya apa yang kita urus adalah ilmu. Bukan bukunya tapi apa yang ada di dalam buku,&rdquo; ujarnya. Dengan begitu Pustakawan akan lebih berani untuk mengubah wajah perpustakaan.
<span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Dengan adanya perubahan pola pikir tersebut, Pustakawan sebagai pemimpin akan lebih berani untuk mendekati masyarakat. <span style="font-size: 11pt; font-family: Dosis, 'san serif'; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Ghazzali berharap, kedepannya kerja sama Indonesia dan Malaysia dalam bidang kepustakawanan juga harus terus diperkuat. Reporter: Eka Purniawati Fotografer: Prakas Agrestian

Kepala Perpusnas: Pustakawan Mengabdi Melalui Organisasi Profesi

Bandung, Jawa Barat&mdash;Penulis Maman Suherman menilai dikotomi literasi pedesaan dan literasi urban sudah tidak relevan. Pasalnya, dia menilai pada masa kini batasan antara desa dan kota sudah tidak ada.
Problematika yang dialami desa dan kota sudah hampir sama. Dia menyebut, desa dan kota menghadapi masalah literasi yang sama yakni memaknai bahwa literasi bukan sekadar membaca dan menulis. 
 
Hal ini disampaikan penulis Maman Suherman dalam talkshow di gelaran Perpusnas Writers Festival (PWF) 2023. Pria yang akrab disapa Kang Maman ini menyatakan saat ini, angka melek huruf di Indonesia sudah tinggi yakni di atas 96 persen. Namun, kemampuan untuk memahami bacaan dinilai masih rendah.
 
&ldquo;Apakah kita sudah mengikuti Ki Hajar Dewantara, jadi baca dan memahami. Persoalan di perpustakaan, gedung ada tapi aktivitas tidak ada. Harusnya, di perpustakaan daerah ada buku dari hasil karya lokal,&rdquo; ujarnya di De Majestic, Bandung, Jabar, pada Kamis (7/9/2023).
 
Kang Maman menambahkan, literasi bukan sekadar perpindahan buku dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, aktivitas dalam mendukung literasi juga membutuhkan dana dan dukungan materiil. Selayaknya perpustakaan jangan merasa bangga jika memiliki banyak koleksi buku. Seharusnya, perpustakaan bangga jika banyak orang yang membaca koleksi bukunya.
 
&ldquo;Literasi adalah hulu hingga hilir, jadi bukan hanya punya TBM. Tapi membaca buku agar anak-anak yang datang merasa bisa berguna. Ini bukan tentang kognitif, afektif, psikomotorik, tapi belajar keteladanan seperti Ki Hajar Dewantara yakni Taman Siswa. Sehingga perpustakaan bukan hanya tentang Gedung,&rdquo; urainya.
 
Sementara itu, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Nero Taopik menyatakan sejak 2012 sudah aktif membangun Komunitas Ngejah di Garut, Jabar. Dia menyebut, saat ini tercatat ada 2.300 TBM di Indonesia. Namun diyakini jumlahnya melebihi itu yakni 5.000 TBM. &ldquo;Sebanyak 80 persen saya yakin ada di pedesaan,&rdquo; tambahnya.
 
Pria yang biasa disapa Kang Opik ini mengaku aktivitasnya banyak dilakukan di pedesaan. Meski begitu, mendorong literasi urban dapat dilakukan dengan rancangan yang tepat yakni optimalisasi pemanfaatan keberaan infrastruktur teknologi digital yang cenderung sudah bagus, pemanfaatan ruang publik/fasilitas umum dengan menyediakan akses literasi, serta menyediakan program yang menyesuaikan dengan kultur masyarakat perkotaan yang identik dengan mobilitas tinggi.
 
Dia menambahkan, mendorong literasi urban dapat dilakukan dengan memiliki program khusus yang menyasar daerah-daerah pinggiran kota yang biasanya dihuni mayoritas kaum urban, serta optimalisasi program kolaborasi antarpihak.
 
&ldquo;Contoh dan bentuk kegiatannya, kalau di daerah pinggiran hanya disediakan pojok baca tidak diselenggarakan kegiatan atau aktivitas, pastinya tidak akan laku. Harusnya ada pengelola atau pendampingan. Atau gerakan literasi di halte,&rdquo; urainya.
 
Pendiri Koran Gala Bonni Irawan yang juga hadir sebagai narasumber menyatakan, secara survei, Indonesia memiliki angka yang bagus dalam pemberantasan buta aksara. Namun kenyataannya, banyak media cetak yang tutup sejak 2018. Bahkan yang terbaru, Toko Buku Gunung Agung juga menutup tokonya.
 
Dia menambahkan, hal ini bukan berarti minat baca turun dan angka literasi. Menurutnya, literasi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Menurut UNESCO, jelasnya, ada enam literasi dasar yakni literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan.
 
&ldquo;Harus ada gerakan agar enam literasi dasar ini dapat dilakukan. Maka desain literasi urban harus menyelesaikan masalah di kota yakni hoaks, kesehatan mental, dan lainnya,&rdquo; pungkasnya.
 
Reporter: Hanna Meinita
 
Fotografer: Ahmad Kemal Nasution

Desa dan Kota Menghadapi Masalah Literasi yang Sama

Senen, Jakarta--Setelah melalui serangkaian tes dan uji presentasi selama sepekan, ajang Pustakawan Berprestasi sudah melewati tahap akhir. Pustakawan asal Daerah Istimewa Yogyakarta Anang Fitrianto Nugroho terpilih sebagai Pustakawan Terbaik Nasional 2018. Anang berhasil menyisihkan 28 pustakawan terbaik yang mewakili provinsi.Â  Kesuksesan yang diraih Anang Fitrianto mengulang capaia prestasi yang diraih Yogyakarta pada 2017 lalu. Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah secara berurutan meraih terbaik kedua dan ketiga.Â 
Hasil tersebut disampaikan Dewan Juri yang dipimpin oleh Ketua Umum Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Dedi Junaedi, Jumat, (17/8).Â  "Tidak mudah memilih yang terbaik karena semua peserta berusaha menunjukkan segenap potensi, inovasi, dan skill yang dimiliki," imbuh Dedi. Namun, Dedi mengingatkan tugas sebenarnya dari pustakawan tidak sampai disini. Tantangan sebenarnya justru setelah selesai pada kompetisi ini. Masyarakat lebih memerlukan keaktifan para pustakawan berperan mensejahterakan kehidupan. Jangan sungkan untuk terus belajar mengembangkan diri, pesan Dedi.
Senada dengan yang disampaikan Dedi Junaedi Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Woro Titi Haryanti bahwa pustakawan diperlukan dalam upaya memobilisasi pengetahuan. Oleh karena itu, Perpustakaan Nasional mengusung tagline besar di 2018, yakni "Pustakawan Bergerak". Woro menggaris bawahi bahwa pustakawan adalah agen perubahan. "Karena berperan sebagai agen perubahan, maka sudah menjadi kewajiban kalau pustakawan juga harus menggaransi dirinya dengan kompetensi, baik soft skill maupun dengan kemampuan lain yang dimiliki. Masyarakat lebih memerlukan pemahaman tentang ilmu-ilmu terapan, seperti budi daya ikan, hasil olahan, dan kreativitas dari sumber daya alam yang ada. Jika masyarakat tergerak berbuat, maka roda ekonomi akan dinamis sehingga muaranya akan berimbas pada kesejahteraan masyarakat," terang Woro Titi.
Berdasarkan Berita Acara Penilaian Dewan Juri bernomor 2783/4.PPP.03.02/VIII.2018, maka telah diputuskan pustakawan terbaik 2018 adalah sebagai berikut :
Juara 1 : Anang Fitrianto Nugroho (DIY)
Juara 2 : Santoso Mahargono (Jawa Timur)
Juara 3 : Tunardi (Jawa Tengah)
Harapan 1 : Rika Yulianti (Jawa Barat)
Harapan 2 : Hariyah (DKI Jakarta)
Harapan 3 : Putra Pratama (Bangka-Belitung)
Â 
Reportase : Hartoyo Darmawan
Â 
Â 
Â 
Â 
Â

Berita

Kunjungan Kerja Panja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan (PLTP) Komisi X DPR RI di Kota Semarang, Jawa Tengah

Pencarian

Berita Lainnya

Mengenal Iluminasi, sang Penghias Naskah

Perpusnas Terima 22 Film Religi Karya Siswa MAN Jakarta

Jawa Timur Turut Kampanyekan Read Me a Book

Kepala Perpusnas: Pustakawan Mengabdi Melalui Organisasi Profesi

Desa dan Kota Menghadapi Masalah Literasi yang Sama

DIY Kembali Unjuk Gigi di Ajang Pustakawan Berprestasi Nasional 2018