Menggali Potensi Naskah Kuno di Lampung

Menggali Potensi Naskah Kuno di Lampung

Menggali Potensi Naskah Kuno di Lampung

Bandar Lampung, Lampung—Provinsi Lampung memilliki banyak naskah kuno berharga yang harus diolah agar tidak hilang. Meski memiliki kekayaan naskah kuno, Lampung belum memiliki naskah kuno yang ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON).

Ketua Dewan Pakar IKON, Mukhlis PaEni, menyatakan naskah kuno harus diolah agar tidak dilupakan masyarakat. Dia berharap Provinsi Lampung segera mengusulkan naskah kuno dari daerahnya untuk menjadi IKON.

“Bukan hanya sampai di situ, ketika dia ditetapkan menjadi IKON, kita pun harus meng-upgrade pengakuan itu agar naskah ini menjadi Memory of the World Unesco. Hal ini adalah marwah atau harga diri suatu daerah,” jelasnya dalam kegiatan “Penggalian Potensi Naskah Kuno Nusantara sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON)” yang diselenggarakan di Lampung, pada Selasa (29/4/2025). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara serta Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung.

Memory of the World (MoW) merupakan salah satu program Unesco yang dicetuskan pada 1972. Menurutnya, program MoW menyangkut kesadaran bahwa naskah kuno terancam musnah yang dapat disebabkan oleh bencana alam dan dijual.

Manuskrip harus diwariskan karena menyimpan berbagai kekayaan informasi yang tidak ternilai. Dijelaskan bahwa sebuah naskah kuno awalnya adalah benda pustaka. Tetapi ketika kekuasaan tradisional kehilangan degradasi dan kehilangan kekuasaan, maka naskah kuno menjadi warisan yang diturunkan.

“Ketika itulah dia menjadi benda pusaka, ketika tidak dibaca lagi dan milik pribadi, identitas keluarga itu bahwa, ketika engkau memiliki naskah, maka engkau keluarga terpandang. Karena dulu, keluarga terpandang kalau memiliki benda pustaka. Jadi berubahlah fungsinya dari benda pustaka ke benda pusaka,” urainya.

Disebutkan bahwa harus ada upaya untuk mengembalikan image suatu naskah kuno dari benda pusaka menjadi benda pustaka.

Dia menambahkan, setelah melakukan pencatatan, dilakukan pelestarian, selanjutnya penyerahan sertifikat warisan budaya IKON. Setelah itu, harus ada tindak lanjutnya yakni menyebarluaskan isi manuskrip menjadi ilmu pengetahuan tentang kebudayaan.

“Sekarang yang menjadi kesulitan kita adalah, kita hanya berhenti pada koleksi pengetahuan. Dan ketika pemiliknya mati, pengetahuannya ikut ke dalam kubur. Universitas yang ada di sini harus ikut serta mentransfer ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan budaya. Kalau tidak ditransfer, dia hanya menjadi dokumen yang disimpan di perpustakaan atau museum,” tuturnya. 

Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Lampung, Jihan Nurlela, menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi dengan masyarakat untuk pengembangan potensi naskah kuno sebagai memori kolektif di Provinsi Lampung. Di tengah kondisi efisiensi anggaran negara, menurutnya, kolaborasi tersebut dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai budaya masyarakat Lampung.

“Karena naskah kuno sangat penting terhadap identitas budaya kita. Sehingga kita bisa klaim bahwa ini dari Lampung. Dan bisa kita sebarluaskan bahwa nilai budaya Lampung itu luar biasa,” ungkap Duta Baca Provinsi Lampung ini.

Pada kesempatan tersebut, Wagub Jihan mengapresiasi bantuan dari Perpusnas yang diberikan pada tahun lalu. Bantuan berupa alat pengalih media yang membantu mengalihmediakan naskah kuno yang ada di Provinsi Lampung dan bantuan bimbingan teknis pelestarian naskah kuno. Berbagai kegiatan sudah dilakukan di antaranya alih media sebanyak 36 naskah kuno yang terdiri dari tulisan di kulit kayu, tanduk kerbau, dan bambu.

Wagub Jihan mengakui tantangan yang dihadapi pihaknya dalam mengkolektifkan dan mengalihmediakan naskah kuno. Pertama, minimnya ahli yang dapat membaca aksara.

“Kejadian di masyarakat, menyimpan rapat naskah, namun setelah dibaca ternyata tidak mengandung nilai budaya. Ini tantangan kita untuk menyadarkan masyarakat mengenali kandungan dari naskah kuno tersebut, apakah itu naskah kuno yang betul-betul mengandung nilai budaya, agama, dan norma kehidupan,” ujarnya.

Kendala kedua, sikap masyarakat tidak mau membuka ke publik dan ketiga, banyak naskah Lampung yang belum dapat dideskripsikan isinya. 

Dia berharap naskah kuno Lampung dapat menjadi peninggalan budaya yang mendunia, diawali dari kegiatan IKON. Ditegaskan bahwa Provinsi Lampung akan terus mendukung pelestarian naskah kuno melalui kegiatan hunting, penyelamatan, dan kegiatan alih media naskah kuno.

Ditambahkan bahwa sudah terkumpul 100 naskah kuno dari enam kabupaten/kota di Lampung yang menggunakan aksara Lampung (Kaganga), Arab, menggunakan bahasa Melayu, Lampung, dan Arab. Beberapa naskah berisi ajaran agama, cerita rakyat, dan praktik tradisional.

“Naskah kuno yang berhasil dikumpulkan di Lampung adalah tulisan pada kulit pohon halim, tulisan pada tanduk kerbau, tulisan pada kertas eropa, tulisan pada bambu betung, tulisan pada gelumpai, tulisan menggunakan tinta rempah serta buah deduruk,” katanya.

Pegiat budaya dan sejarah Lampung, Arman AZ, menyatakan naskah kuno Lampung tersebar di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri tersebar di Museum Lampung, Museum Keratuan Semaka, hingga perseorangan. Sementara di luar Lampung, naskah tersebar di Perpusnas, Arsip Nasional, di Aceh, Sumatra Selatan, Tangerang, dan Madura. 

Di luar negeri, naskah tersebar di sejumlah perpustakaan dan museum yang berada di Amerika Serikat, Belanda, Denmark, Inggris, Irlandia, Jerman, Singapura, dan Prancis. Yang unik, menurutnya, ada naskah kuno di Tropen Museum Belanda yang statusnya sedang dipinjam oleh Singapura. 

Dijelaskan bahwa naskah tertua dari Lampung adalah tulisan pada kulit kayu yang tersimpan di Bodleian Library, Inggris. Naskah berjudul Hikayat Nur Muhammad tersebut masuk ke Bodleian Library pada 1630.

“Naskah kuno Lampung dapat dipilah dalam beberapa jenis yakni sastra, hukum adat, religi, pendidikan dalam aksara Lampung, kuliner gastronomi, perjanjian, silsilah, rajah, dan surat mati yakni surat dari seseorang kepada pihak lain karena berbagai kendala tidak sampai ke tujuan yang tidak kembali ke pengirim,” pungkasnya. 

 

Reporter: Hanna Meinita

Dokumentasi: Humas Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung

Galeri