Yogyakarta, DIY—Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) menjalin kerja sama dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bidang perpustakaan dan pelestarian naskah di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan Sekretaris Utama (Sestama) Perpusnas Joko Santoso dan Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono, di Kawedanan Widya Budaya Keraton Yogyakarta, DIY, pada Selasa (17/9/2024). Turut hadir dalam penandatanganan nota kesepahaman, Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara. GKR Bendara membawahi museum, pelestarian arsip dan manuskrip, serta pelestarian perabotan rumah tangga.
Sestama menyatakan Perpusnas berkomitmen dalam upaya melestarikan naskah Nusantara, khususnya pelestarian kearifan nilai budaya yang termuat di dalam naskah. Selain penandatanganan kerja sama, sejumlah hal juga menjadi fokus pertemuan tersebut.
“Kita bisa berdiskusi terkait restorasi naskah, kita bisa diskusikan dan setelah melakukan identifikasi upaya-upaya, apa yang penting yang harus kita lakukan melalui restorasi atau perbaikan naskah,” ujarnya.
Digitalisasi juga menjadi perhatian karena hal itu merupakan bentuk upaya pelestarian naskah, khususnya aksesibilitas masyarakat. “Selain dilestarikan juga bisa diakses dan dimanfaatkan, khususnya dalam format digital,” jelasnya.
Dia menjelaskan, Perpusnas siap memberikan dukungan dan kerja sama terkait kodefikasi naskah. “Untuk memastikan naskah-naskah budaya bangsa kita tetap lestari dan didayagunakan dengan maksimal,” urainya.
Jalinan kerja sama antara kedua pihak, tegasnya, harus ditindaklanjuti dengan implementasi pelaksanaan kegiatan. “Yang paling penting implementasinya. Apa yang akan kita lakukan ke depan sehingga kerja sama ini memiliki makna,” tuturnya.
Dia berharap naskah-naskah Keraton Yogyakarta yang memiliki nilai tinggi dapat diekspose agar diketahui masyarakat luas. Pengarusutamaan naskah Nusantara, jelasnya, tidak hanya upaya pelestarian tapi juga harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Dengan demikian naskah itu dapat menjadi sumber kajian berbagai macam bidang, subjek, terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan hal-hal yang lebih praktis di masa depan,” ungkapnya.
Sementara itu, GKR Bendara mengungkapkan terkait digitalisasi, pihaknya melakukan pemilahan naskah yang boleh dan tidak boleh diakses oleh masyarakat. “Karena mungkin tidak sensitif sekarang, tapi bisa jadi sensitif di masa depan. Sensitif di masa lalu, sampai sekarang masih sensitif,” urainya.
Disebutkan bahwa Widya Budaya terbuka untuk akademisi yang ingin studi terkait naskah. Namun, naskah belum dapat diakses dari luar. “Yang ada di sini memang tidak bisa diakses dari luar, sehingga akademisi harus langsung datang ke sini,” pungkasnya.
Usai penandatanganan, Sestama bersama GKR Bendara melakukan kunjungan ke ruang manuskrip Widya Budaya. Dalam kesempatan tersebut diperlihatkan naskah pusaka Babad Ngayogyakarta masa Hamengku Buwono IV dan Hamengku Buwono V. Naskah yang kondisinya rusak berat tersebut diperkirakan dari tahun 1825—1835.
Dalam pertemuan tersebut, disebutkan akan dilakukan upaya pelestarian dengan memberikan bimbingan teknis restorasi naskah kepada petugas Widya Budaya, dilanjutkan dengan praktik, serta perbaikan naskah. Rencananya, restorasi dilakukan di Keraton Yogyakarta.
Kunjungan juga dilakukan ke ruang belajar, ruang utama, depo arsip, ruang restorasi arsip, ruang pengolahan arsip, ruang restorasi kartografi, ruang lab konservasi, dan ruang pendataan kagungan dalem koleksi.
Reporter: Hanna Meinita
Dokumentasi: Gilang Arwin