Jakarta - Perhatian terhadap preservasi dari koleksi bahan perpustakaan dan naskah kuno di Indonesia perlu digaungkan lebih luas lagi.
Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Mariana Ginting saat membuka acara Webinar Konservasi Bahan Perpustakaan dan Naskah Kuno dengan tema “Classical Binding pada Penjilidan Koleksi Langka dan Naskah Kuno” pada Senin (25/09/2023).
Mariana mengatakan bahwa Perpustakaan Nasional sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dalam pasal 1 ayat 5, menyatakan bahwa salah satu fungsi Perpusnas adalah sebagai perpustakaan pelestarian.
“Fungsi pelestarian ini terkait koleksi dalam upaya pelestarian dan pengawetan bahan perpustakaan serta fungsi melindungi bahan pustaka supaya terjaga kelestariannya sehingga dapat digunakan selama mungkin bagi generasi mendatang”, imbuh Mariana.
Mariana melanjutkan, preservasi menjadi penting dan memiliki urgensi tinggi dalam sebuah perpustakaan karena objek yang dilestarikan adalah koleksi. Bagaimana koleksi tersebut dapat bertahan selama mungkin dan memberi kemudahan akses bagi pemustaka dalam mengakses informasi dari koleksi tersebut.
“Saya berharap adanya webinar ini dapat menambah pengetahuan para tenaga konservator di lingkungan preservasi untuk kemudian meningkatkan mutu hasil preservasi,” ujar Mariana.
Hadir sebagai narasumber Sherif Afifi, Kepala Konservasi dan Restorasi Perpustakaan Alexandria (Bibliotheca Alexandrina) di Mesir, menjelaskan bahwa classical binding adalah suatu hal yang penting dipelajari oleh konservator dalam dunia preservasi.
Dengan mempelajari classical binding konservator dapat memahami teknik dan bahan yang digunakan di masa lalu, yang dapat membantu konservator melestarikan dan memulihkan buku dan manuskrip sejarah dengan lebih baik, akurat, dan pendalaman dalam memahami makna budaya buku.
“Buku bukan sekedar benda, mereka menyimpan kenangan budaya dan merupakan artefak berharga. Dengan mempelajari penjilidan sejarah, konservator dapat mengapresiasi konteks sejarah penciptaan buku dan memahami perannya dalam melestarikan warisan budaya”, ungkap Sherif.
Sherif juga menekankan bahwa konservator harus memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang preservasi. Karena jika tidak maka akan membuat kondisi koleksi semakin buruk dan mempercepat kerusakan.
Metode dan perlakuan konservasi, lanjut Sherif, tidak boleh menyebabkan degradasi kimia, fisik, atau biologi terhadap buku-buku langka tersebut. Proses konservasi atau pelestarian yang diterapkan, idealnya harus mencegah buku-buku penting tersebut mengalami degradasi atau pembusukan lebih lanjut.
“Kami selalu bilang jika anda tidak tahu apa yang anda lakukan dan tidak yakin dengan bahan dan perawatan yang dilakukan, mohon jangan dilanjutkan. Karena itulah sebagai konservator harus memahami classical binding, teknik dan bahan yang digunakan di masa lalu”, ungkap Sherif.
Senada, Book Binder, program manager Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS) Perempuan Indonesia, Tarlen Handayani mengatakan bahwa dalam mengerjakan perbaikan naskah syaratnya adalah dengan menguasai cara membuatnya.
“Jadi sebelum mengerjakan, konservator perlu benar-benar menguasai dan memahami teknik perbaikan naskah. Ibaratnya jika kita ingin memperbaiki suatu barang, kita harus paham dulu cara kerja barang tersebut baru kita bisa memperbaikinya”, ujar Tarlen.
Tarlen juga mengatakan bahwa book binding sangat mencerminkan sejarah peradaban literasi setiap budaya. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh cara berpikir seseorang dan cara berpikir kebudayaan tersebut dalam memperlakukan atau dalam membukukan pengetahuannya.
“Jadi bagaimana pengetahuan itu dibukukan, itu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersangkutan”, ungkap Tarlen.
Reporter: Gilang Arwin Saputri