Perpusnas Dorong Perpustakaan sebagai Sarana Pendidikan Non-Formal dan Tingkatkan Akreditasi

Perpusnas Dorong Perpustakaan sebagai Sarana Pendidikan Non-Formal dan Tingkatkan Akreditasi

Perpusnas Dorong Perpustakaan sebagai Sarana Pendidikan Non-Formal dan Tingkatkan Akreditasi

Salemba, Jakarta - Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Adin Bondar menegaskan peran strategis perpustakaan sebagai instrument Pendidikan non-formal.

Menurutnya, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat penyimpanan buku, tetapi juga sebagai ruang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan hidup, dan kualitas sumber daya manusia berbasis informasi dan pengetahuan.

"Perpustakaan kini berperan sebagai ruang kreativitas dan pembelajaran, yang tidak hanya menyediakan buku, tetapi juga sebagai sarana untuk berbagi pengalaman dan meningkatkan keterampilan hidup," ungkapnya dalam Seminar Nasional Transformasi Perpustakaan dan Marketing Informasi dengan tema Membangun Perpustakaan Terakreditasi yang Inklusif dan Berdaya Saing Global, pada Selasa, (18/2/2025).

Deputi Adin mengatakan Perpusnas telah meluncurkan berbagai inovasi layanan, termasuk perpustakaan digital yang memudahkan akses buku berkualitas kapan saja dan di mana saja.

Program-program seperti pojok baca digital, perpustakaan keliling, dan titik baca di desa-desa diharapkan mampu menjangkau masyarakat yang lebih luas.

"Kami berharap melalui Gerakan Indonesia Membaca dan ekspansi perpustakaan ke berbagai tempat, Indonesia dapat mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, dengan meningkatkan literasi, produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Namun, transformasi ini tidak lepas dari tantangan besar, salah satunya akreditasi perpustakaan yang belum merata. Direktur Standardisasi dan Akreditasi Perpusnas Made Ayu Wirayati menjelaskan akreditasi merupakan kunci utama dalam meningkatkan kualitas dan layanan perpustakaan.

Namun, dari 184.246 perpustakaan di Indonesia, hanya sekitar 7,7% yang telah terakreditasi, dengan mayoritas perpustakaan terakreditasi berada di Pulau Jawa dan Sumatera.

"Wilayah Indonesia timur masih banyak yang belum terakreditasi, ini disebabkan danya kesenjangan sarana dan prasarana, serta kurangnya tenaga perpustakaan yang terlatih dan bersertifikasi," jelasnya.

Made Ayu menjabarkan proses akreditasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, melibatkan beberapa tahapan, dimulai dengan pengusulan melalui sistem Sistem Penilaian Akreditasi Perpustakaan Indonesia (SiPAPI), Kemudian diikuti oleh asesmen, verifikasi, dan visitasi oleh asesor. Setelahnya sertifikat akreditasi akan iberikan bagi perpustakaan yang memenuhi standar.

"Untuk mempercepat proses akreditasi, Perpusnas telah menyiapkan berbagai strategi, antara lain memperkuat regulasi, memperbanyak pelatihan bagi petugas perpustakaan, serta melakukan kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait guna mempercepat akreditasi di daerah yang masih tertinggal," paparnya.

Senada, Wakil Rektor I Universitas Lancang Kuning (Unilak) Zamzami menekankan bahwa perpustakaan tidak hanya Sebagai tempat penyimpanan buku, tetapi juga sebagai pusat Pengelolaan informasi yang berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan Pendidikan.

"Digitalisasi telah mengubah cara pengelolaan perpustakaan, mempermudah akses informasi, dan memberikan peluang baru, seperti marketing informasi," katanya.

 

Reporter: Wara Merdeka

Galeri