Salemba, Jakarta - Sebagai sebuah instansi, Perpustakaan Nasional RI dihadapkan pada ancaman internal ataupun internal. Karenanya, harus dirumuskan manajemen risiko untuk melakukan mitigasi dan tahapan dalam menghadapi risiko bencana. Manajemen risiko disusun untuk mengidentifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, dan pengelolaan risiko. Hal ini disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando dalam pertemuan Grand Design Manajemen Risiko Perpustakaan Nasional Tahun 2021-2025 dan Pedoman Risiko Perpustakaan Nasional.
“Tentu semua tahu ada ancaman-ancaman tertentu yang tidak mungkin dihindari, gempa bumi misalnya. Kebakaran, bisa dihindari atau tidak, tergantung keteledoran atau kecerobohan. Atau banyak sekali hal-hal yang menjadi perhatian kita yang harus dirumuskan secara terstruktur,†jelasnya dalam pertemuan awal yang digelar di Ruang Teater Perpusnas Salemba, Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Untuk itu, Syarif Bando meminta semua pejabat eselon satu dan dua di Perpusnas agar menyusun draft ancaman minimal dan maksimal terhadap tugas, pokok, dan fungsi dari setiap unit. Perpusnas menghadapi risiko yang membutuhkan biaya yang sangat besar yaitu pelestarian bahan pustaka. Menurutnya, hal ini dikarenakan kondisi iklim di Indonesia yang memiliki tingkat kelembaban udara, terutama kota Jakarta yang memiliki tingkat polusi udara tinggi.
Kepala Perpusnas berharap perumusan grand design menghasilkan empat pemikiran utama. Yang pertama, manajemen risiko yang secara umum menjadi ancaman antara lain gempa, banjir, dan kebakaran. Kedua, memastikan manajemen risiko dalam pengendalian dan pengelolaan bahan pustaka dengan spesifikasinya. Ketiga, perumusan tentang pengelolaan manajemen risiko yang terkait dengan pengelolaan data center, informasi teknologi dengan penyiapan SDM yang memiliki kemampuan teknologi tinggi dan kemampuan pemahaman seperti badan siber. Terakhir, mempersiapkan dokumen manajemen risiko terkait tuntutan hukum.
“Saya berharap bahwa standarisasi manajemen risiko ini punya level, setiap aktivitasnya punya skor. Karena dengan skor dan standar ini akan memaksa kita untuk menciptakan sumber daya, baik sumber daya manusia, maupun pembiayaan apalagi yang namanya peralatan kerja untuk pengendalian atau mitigasi bencana,†urainya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Joko Santoso menyatakan manajemen risiko merupakan amanah dari delapan Area Perubahan Reformasi Birokrasi yang masuk ke dalam area Tata Laksana. Dalam mencapai sasaran yang tertuang dalam rencana strategis (Renstra) 2020-2024, Perpusnas menghadapi berbagai hal dan bisa mengakibatkan tujuan tidak tercapai sesuai harapan.
“Sehingga selain manajemen risiko 2021-2024, kita juga akan memiliki pedoman manajemen risiko. Nah dengan demikian di dalam hal ini dengan pedoman itu kita bisa mengantisipasi, menangani risiko-risiko yang akan menghambat atau menggagalkan tercapainya tujuan organisasi, dan juga bisa mengintegrasikan proses manajemen yang baik di dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi kinerja yang ada,†pungkasnya.
Reporter: Hanna Meinita
Fotografer: Radhitya Purnama