Rakornas Bidang Perpustakaan Tahun 2022: Digitalisasi Perpustakaan di Indonesia Sudah Jadi Kebutuhan Mendesak

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta—Rapat Koordinasi Nasional Bidang Perpustakaan 2022 telah dibuka oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, di Ballroom Hotel Bidakara Jakarta pada Selasa, (29/3/2022) kemarin. Pada hari kedua ini, Rabu (30/3/2022), Rakornas memasuki acara inti, salah satunya yaitu diskusi panel yang menghadirkan lima narasumber sekaligus, yang khusus membahas masalah dan perkembangan perpustakaan di masing-masing kelompok perpustakaan.

Hendro Wicaksono, Analis Data dan Informasi, Ditjen Paud Dikdas Dikmen Kemdikbud, menyajikan materi bertema Pengembangan eLibrary Sebagai Strategi Keterlibatan Perpustakaan Sekolah/Madrasah dalam Mewujudkan Ekosistem Digital Nasional Guna Mendukung Merdeka Belajar.

Dalam paparannya, Hendro menyampaikan bahwa perpustakaan adalah salah satu pusat interaksi sosial, lintas suku bangsa, agama, profesi dan lainnya. Dalam spesifikasi perpustakaan sekolah, bagian ini adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari segala aktivitas pembelajaran sekolah.

"Keberadaan perpustakaan sekolah di sebuah sekolah menjadi sangat strategis, karena menjadi alternatif ruang publik yang menawarkan suasana berbeda, dari sekedar ngobrol, baca dan refreshing. Bahkan, perpustakaan dipakai siswa yang tak banyak berinteraksi dengan orang lain," bukanya.

Saat ini, menurut Hendro, koleksi perpustakaan sekolah masih konvensional, karena mudah dan murah diakses. Tapi, tantangan di perpustakaan sekolah kini cukup banyak. Yang paling utama adalah kompetensi pengelola perpustakaan sekolah yang rendah.

"Bisa gak, ekosistem digital nasional bisa membantu masalah perpustakaan sekolah?," tanyanya.

Karena menurut dia, ekosistem digital nasional harus bisa menyelesaikan masalah turunannya, yakni meningkatkan efektivitas dan efisiensi perpustakaan sekolah, membantu pengembangan koleksi, meningkatkan kualitas pengelolaan koleksi, membantu reservasi karya lokal dan membantu pengambilan keputusan.

Pembicara kedua adalah Mariyah, Ketua Umum Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia, dengan tema Transformasi Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam Mendukung Kebijakan Kampus Merdeka-Merdeka Belajar. Mariyah menjelaskan, Merdeka Belajar-Kampus Merdeka adalah kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendorong mahasiswa menguasai berbagai dunia keilmuan dalam memasuki dunia kerja. Kampus merdeka memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih mata kuliah yang akan mereka ambil.

"Di sini, karya-karya dosen maupun civitas akademika harus bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia maupun global," katanya.

Maka, Gerakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka harus memiliki perpustakaan yang memadai untuk menunjang segala kegiatan keilmuan itu. Dikatakannya, perpustakaan Perguruan tinggi harus dapat melakukan transformasi untuk menghasilkan lulusan yang mampu melakukan inovasi bagi banyak orang. Salah satunya adalah mengurangi koleksi konvensional, dan beralih ke koleksi digital yang kini lebih ramah pengguna.

"Bagi yang keterbatasan dana, Perpustakaan Nasional sudah menyediakan beribu-ribu e-book yang bisa kita akses untuk kebaikan bersama," sambungnya.

Hal ini terkorelasi dengan kondisi pandemi yang belum usai saat ini. Mariyah menyarankan agar semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perpustakaan agar semakin tinggi memanfaatkan ruang digital yang kini banyak tersedia.

"Ruang maya sekarang sangat potensial, termasuk digital selfservice yang masuk dalam layanan yang harus ditransformasi. Penyediaan dokumen untuk riset secara daring, dan aktivasi laman situs perpustakaan sebagai pintu masuk perpustakaan virtual adalah kewajiban saat ini," katanya.

Jonner Hasugian, Ketua Forum Perpustakaan Digital Indonesia, juga tampil membawakan tema Transformasi Perpustakaan Digital Dalam Penyediaan Konten Open Access Sebagai Sumber Pengetahuan Masyarakat” dalam sesi ini.

Jonner Hasugian tak menampik bahwa di tengah banyaknya seruan mengenai digitalisasi perpustakaan, masih banyak perpustakaan di Indonesia yang bahkan belum tersentuh teknologi. Tapi, perubahan adalah keharusan, meski itu berjalan pelan.

Perpustakaan digital dinilai memiliki banyak kelebihan, karena pengguna bisa melakukan remote access atau akses jarak jauh. Perpustakaan digital juga menawarkan akses tanpa batas (unlimited), multiuser atau satu sumber bisa diakses banyak orang, real time, dan kemudahan akses karena berjejaring.

"Dulu, harga penerbitan sangat tinggi sehingga harga dokumen menjadi mahal saat masuk perpustakaan. Tapi tren sekarang, sebuah dokumen bisa sampai ke peneliti atau periset tanpa harus melewati penerbitan. Inilah keunggulannya. Murah, simple," jelasnya.

Usman Asshiddiqi Qohara, Ketua Umum Forum Perpustakaan Umum Indonesia juga menjadi narasumber, membawakan tema Transformasi Perpustakaan Umum Berbasis Inklusi Sosial untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Dia mengatakan bahwa transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan suatu pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pengguna perpustakaan. 

Katanya, dulu perpustakaan adalah pusatnya orang-orang pintar yang cenderung serius. Tapi image perpustakaan itu kini sudah berubah jauh, bahkan menjadi salah satu tempat rekreasi. Karena perpustakaan kini didirikan untuk menghasilkan pengetahuan, produktivitas, dan kemandirian.

Maka pada konteks perpustakaan berbasis inklusi sosial ini, Usman mengajak para pengelola perpustakaan agar bisa melakukan pelibatan masyarakat. "Masyarakat menjadi aspek penting, melakukan advokasi. Perpustakaan harus membantu masyarakat menghasilkan produk dan bisa mendapatkan informasi akses untuk menjualnya, terserap dan tersalurkan," katanya.

Hendro Subagyo sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi BRIN menutup sesi ini dengan paparan Transformasi Layanan Perpustakaan Khusus dalam Mendukung Open Science dan Open Data. Menurut Hendro, hasil penelitian saat ini tak boleh hanya menyajikan hasil penelitiannya saja, tapi juga data dan langkah untuk mendapatkan hasil penelitian tersebut. Hal ini agar hasil penelitian itu bisa diikuti, dilakukan, dan dinikmati oleh siapapun.

*Tim Humas Perpustakaan Nasional

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN