Satu Data Digital Naskah Nusantara dari Perspektif Tarmizi Hamid, Kolektor Naskah Kuno dari Aceh.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Satu Data Digital Naskah Nusantara dari Perspektif Tarmizi Hamid, Pendiri Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh.

Jakarta - Tarmizi Hamid, Pria Kelahiran Sigli Aceh 55 tahun silam ini menjadi salah satu pembicara pada Webinar Nasional Satu Naskah Nusantara yang diselenggarakan Perpustakan Nasional RI pada Kamis (4/3). Latar belakangnya sebetulnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pertanian. Namun, kecintaannya pada naskah-naskah kuno Aceh mendorongnya untuk mengoleksi naskah tersebut dan kemudian mendirikan Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh.

Sebagai orang yang turun langsung dalam pelestarian naskah kuno, baginya ada dya masalah dan tantangan dalam pelestarian naskah kuno. Masalah pertama adalah banyaknya naskah yang dijual ke luar negeri dan masalah kedua adalah mahalnya biaya pelestarian. “kita pun harus secara jujur  (mengakui bahwa) jual beli dan  berpindah tangannya (naskah kuno) keluar negeri ini sangat luar biasa. Saya prihatin dengan hal ini dan berpikir bagaimana dengan tenaga sendiri dan materi dibantu oleh keluarga mencoba untuk menyelamatkan naskah yang ada di luar negeri. Selain itu Kami juga memiliki batas kemampuan yang terbatas dalam melakukan pelestarian,” ujarnya.

Di Aceh sendiri, pada 2017, teridentifikasi ada 4.441 naskah dari 19 pemilik.. Dari keseluruhan naskah tersebut, baru 1.575 (35,4%) naskah yang sudah didigitasi dan 1.542 (34,7%) naskah yang sudah direstorasi.

482 dari 4.441 naskah kuno di Aceh adalah milik Tarmizi dan lembaganya. Tarmizi mengatakan bahwa koleksi naskah kuno yang ada di tempatnya tidak pernah dipinjamkan dan didigitisasi pihak luar negeri. Tarmizi memberi alasan sederhana. “Karena saya takut keaslian isi yang terkandung di dalam naskah kuno tersebut disalah artikan,” ucapnya.  Isi dari naskah kuno terdiri dari berbagai Bahasa, seperti bahasa Aceh, Arab, dan Melayu. Isi naskah tentunya juga berhubungan dengan konteks kebudayaan lokal asal naskah, sehingga baginya sangat perlu melibatkan orang dari daerah asal naskah kuno tersebut. “ (Saya khawatir) nanti setelah diartikan akan menghasilkan publikasi atau kajian yang menyimpang dari kebudayaan nusantara kita, kalau tidak dilibatkan orang daerah sendiri," tambahnya.

Rumoh Manuskrip Aceh sendiri telah melakukan digitisasi terhadap koleksinya, namun hal itu belum dilakukan terhadap semua koleksinya.

Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh adalah Lembaga non profit yang terbuka untuk umum. Utamanya Lembaga ini terbuka untuk pelajar dan mahasiswa yang ingin mempelajari kandungan dari naskah kuno. Lembaga ini dibentuk pada tahun 2009 karena keprihatinan Tarmizi setelah melihat banyak manuskrip Aceh berada di luar negeri. Dalam menjalankan kegiatannya, Lembaga ini bekerja sama dengan Museum Aceh/Dinas Budaya dan Pariwisata Aceh, Masyarakat Pernaskahan Nusantara yang ada di Aceh, dan Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat.  

Tema koleksi naskah yang ada di lembaganya terdiri dari Alquran/ Hadist,  bahasa/sastra, tasawuf, adat budaya, farmasi, sejarah, ilmu umum, fikih, dan hukum keagamaan. “Di Museum Madinah ada dua Alquran  Naskah kuno Aceh dari abad ke-17 dan 18 lengkap 30 juz yang diletakkan di sana Jadi mungkin ini adalah wakaf yang pertama dari dari Indonesia terkait naskah kuno,” ujar Tarmizi bersemangat.

Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh juga melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang dilakukan secara individu atau kerja sama. Kegiatan itu meliputi (1) restorasi, (2) edukasi berupa praktikum naskah/ magang mahasiswa, diskusi, dan penelitian, (3) kegiatan bedah manuskrip, (4) pameran, (5) publikasi,  (6) preservasi, dan (7) katalogisasi. “Sebelum ada wabah ini hampir setiap minggu kita ada diskusi. Kemudian ada penelitian, para mahasiswa S3 terutama dari Malaysia dan Brunei Darussalam banyak yang pernah melakukan penelitian di tempat kita di Banda Aceh. Alhamdulillah kita masih mampu memberikan yang terbaik bagi orang untuk menuntut ilmu, inilah suatu ibadah bagi kita sendiri," katanya. 

Menurutnya usaha pelestarian Naskah Kuno ini sudah sepatutnya dilaksanakan dengan koordinasi  dan sinergi yang baik dari semua pihak yang berkepentingan. Karenanya, ia sangat mengapresiasi kegiatan Webinar Satu Data Digital Naskah Nusantara ini sebagai Langkah awal dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelestarian naskah.

Digitasisasi untuk menghasilkan satu data digital naskah nusantara juga ia harapkan dapat dimanfaatkan semua pihak untuk memahami kandungan ilmu di dalamnya.  “Apresiasi saya persembahkan kepada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang membuka ruang untuk diskusi pernaskahan nusantara yang bisa kita persembahkan kepada generasi ini, bahwasanya Indonesia adalah negara yang kaya dengan khazanah kebudayaan dan sumber sejarah yang tidak dimiliki negara lain, sehingga dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan untuk sekarang maupun yang akan datang,” tutupnya.

Keseluruhan kegiatan Webinar Satu Data Digital Naskah Nusantara dapat disaksikan melalui tautan youtube di bawah ini. Hadir sebagai pembicara adalah:

  1. Muhammad Syarif Bando, Kepala Perpustakaan Nasional RI,.
  2. Dra Ofy Sofiana, M.Si, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Perpustakaan dan Jasa Informasi
  3. Munawar Holil, Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA)
  4. A.G.N. Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden RI dan Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, Bali
  5. Utami Budi Rahayu Hariyadi, Kepala UPT Perpustakaan Universitas Indonesia
  6. John Paterson, Ketua Yayasan Sastra Lestari (YASRI)
  7. Erick Henriana, M.Si. Kepala UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat yang mewakili Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
  8. Tarmizi Abdul Hamid, Direktur Lembaga Rumoh Manuskrip Aceh.

Reportase: Radhitya Purnama

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung