Dorong Pemanfaatan Koleksi Langka, Perpusnas Gelar Workshop Pembuatan Karya Tulis Sejarah

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta - "Orang boleh pandai setinggi langit, Tapi selama ia tidak menulis maka ia hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

 

Kutipan pernyataan Pramoedya Ananta Toer tersebut disampaikan oleh Ketua Kelompok Substansi Layanan Koleksi Monograf dan Berkala Langka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), Anes Nasrullah, saat membuka acara Workshop Pembuatan Karya Tulis Sejarah di Ruang Serbaguna Lt. 4, Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11 Jakarta, Rabu (7/8/2024).

 

Menurutnya, pernyataan tersebut memiliki kandungan isi yang sangat penting untuk diketahui bahwa menulis merupakan pekerjaan yang mulia karena menulis adalah bekerja untuk keabadian, menyumbangkan kecerdasan, dan mengungkap kebenaran.

 

“Begitu pula dengan menulis sejarah. Salah satu tantangan dalam penulisan sejarah adalah bagaimana sejarah mampu menghadirkan kembali kejayaan masa lampau demi kepentingan masa kini,” ujarnya.

 

Anes mengatakan bahwa di Perpusnas tersedia layanan koleksi langka berupa surat kabar langka, majalah langka, buku langka, mikrofilm, peta, foto, lukisan, dan dokumen lainnya yang dapat menjadi sumber penelitian, namun masih sangat minim untuk dimanfaatkan. 

 

“Saya berharap dengan adanya workshop ini kita bisa sadar bahwa penulisan sejarah bukan soal penulisan sembarangan tapi ada tekniknya, nanti ini yang akan dipelajari bersama dan bisa juga memanfaatkan layanan koleksi langka yang ada di Perpusnas,” imbuh Anes.

 

Sementara itu, Jurnalis Sejarah, Hendi Jo mengatakan bahwa data dalam sebuah penulisan merupakan suatu hal yang penting. Data adalah bahan atau materi utama, termasuk semua tulisan di dunia ini hakikatnya adalah data.

 

Dijelaskan, jenis data tersebut juga beragam, seperti buku, koran, jurnal ilmiah, dokumen, prasasti (data tulisan), serta narasumber (pelaku dan saksi sejarah). “Data-data itu kini disediakan di Perpusnas, kita bisa mengaksesnya dengan mudah. Selain di Perpusnas, data juga bisa diperoleh di ANRI atau perpustakaan lainnya,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Hendi Jo juga menyampaikan dalam mengumpulkan data melalui wawancara, penulis perlu mengenal narasumber terlebih dahulu dan mampu menentukan sikap. 

 

“Kita harus bisa memperlakukan narasumber sebagai makhluk sejarah dan memantapkan sikap, agar bisa melakukan wawancara secara objektif,” kata Hendi Jo.

 

Hadir dalam kesempatan yang sama, Direktur Kompas Institute, Andreas Maryoto, mengatakan bahwa pembuatan karya tulis sejarah tidak berhenti dalam pengumpulan data. Data tersebut perlu diolah lalu dituangkan dalam bentuk tulisan sejarah yang populer.

 

“Menulis sejarah populer ada kuncinya, yaitu fokus pada cerita. Tujuannya untuk menghidupkan kembali masa lalu dan membuat orang-orang biasa peduli dengan sejarah yang telah didedikasikan dalam hidup anda,” ungkapnya.

 

Andres juga menegaskan bahwa peristiwa kecil pun dapat bermakna besar. Menurutnya, menulis sejarah juga membutuhkan keseimbangan, tidak terlalu serius maupun santai. Tindakan penyeimbangan lainnya, lanjut Andreas, seberapa banyak diri penulis sejarah tersebut masuk dalam narasi ceritanya. “Karena sejarah adalah milik orang biasa yang melakukan hal luar biasa,” ujarnya.

 

Workshop Pembuatan Karya Tulis Sejarah dilaksanakan secara luring dengan jumlah peserta sebanyak 100 orang peserta, yang terdiri dari pelajar (SMA), mahasiswa, serta komunitas yang tertarik dengan dunia tulis menulis kesejarahan.



Reporter: Gilang Arwin/Andini Zeni F

Dokumentasi: Ahmad Kemal N

 

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung