Senayan, Jakarta—Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengapresiasi capaian kinerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).
Menurutnya, serapan anggaran Perpusnas baik dan mampu mengantisipasi kebutuhan dan tuntutan. Selain itu, Perpusnas mampu menindaklanjuti masukan secara cepat dan nyata sehingga dapat dirasakan langsung oleh berbagai daerah.
Hal ini disampaikannya dalam rapat dengar pendapat (RDP) perdana antara Perpusnas dan Komisi X DPR RI periode 2024-2029. Lebih lanjut, dia menyampaikan pentingnya kompetensi dan kualitas pustakawan agar dapat memberikan layanan perpustakaan yang baik di masyarakat, khususnya di perpustakaan desa.
“Kita juga melihat bahwa kualitas layanan itu tergantung SDM-nya. Perlu ada upaya memastikan SDM desanya itu ada yang mengerti bagaimana memberikan layanan dan memelihara atau bahkan meningkatkan fungsi dan tata kelola,” tuturnya di Jakarta, pada Rabu (6/11/2024).
Terkait anggaran Perpusnas, dia menyatakan dukungannya agar ke depan dapat meningkat. Diketahui bahwa pada 2024, pagu anggaran Perpusnas sebesar Rp725,8 miliar.
“Kami akan terus mendukung agar anggaran perpustakaan yang terlalu minim ini, harus dilipatgandakan karena kita tahu Presiden kita yang sekarang pun sangat gemar membaca, sangat mementingkan literasi,” jelasnya.
Dia mendorong agar Perpusnas berintegrasi dan bersinergi dengan kementerian lain, khususnya kementerian yang terkait dengan pendidikan, kebudayaan dan dengan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
Wakil Ketua Komisi X My Esti Wijayati mengutarakan agar pustakawan menjadi perhatian, terutama terkait kesejahteraan. “Berikutnya juga kita mungkin tidak memerlukan untuk tingkat kecil, tidak memerlukan pusakawan-pustakawan yang sedemikian hebat harus dengan lulusan dari sekolah jurusan pustakawan,” urai legislator Fraksi PDI Perjuangan ini.
Wakil Ketua Komisi X Himmatul Aliyah menjelaskan permasalahan terkait proses pengadaan buku di perpustakaan yang memakan waktu lama dan birokrasi panjang.
“Perpustakaan harus memiliki sistem pembelian buku yang lebih baik, teratur, dan berkala serta tidak terlalu lama. Harus survei juga terhadap kebutuhan buku yang diinginkan agar koleksi buku yang tersedia lebih relevan dan koleksi bukunya up to date,” ujar legislator dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Sementara itu, anggota Komisi X Bonnie Triyana menyoroti pentingnya digitalisasi terkait koleksi kuno yang ada di Perpusnas.
“Di Perpustakaan Nasional ini banyak koran baik yang lama, korannya sudah lapuk-lapuk baik yang di daerah maupun terbitan nasional itu mestinya digitalisasi,” tutur legislator yang juga dikenal sebagai sejarawan ini.
Senada, anggota Komisi X dari Fraksi PDI Perjuangan Denny Cagur menyampaikan pentingnya digitalisasi dalam bentuk aplikasi agar masyarakat dapat mengakses dan mengetahui buku-buku yang ada di Perpusnas.
Sementara anggota Komisi X Fraksi Partai Demokrat Anita Jacoba Gah menilai baik program Perpusnas dan berharap agar konsentrasi untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) ditingkatkan.
“Perpustakaan keliling atau motor perpustakaan atau buku-buku, bahkan pengadaan-pengadaan itu untuk mengatasi ketimpangan di sana. Saya harapkan ada perhatian khusus supaya kita bisa menjawab kendala pendidikan di daerah terpencil,” tuturnya.
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz menjelaskan pihaknya telah memberikan pelatihan kepada para pengelola perpustakaan dan TBM penerima bantuan 1.000 buku di desa.
“Mulai display buku, ini bagaimana supaya menarik kemudian bagaimana memutarkan buku itu dari satu hari ke hari berikutnya, ke minggu berikutnya itu yang kami berikan latihan praktis. Sampai kepada bagaimana cara membacakan buku bersama orang tua itu yang kami lakukan,” ungkapnya.
Untuk menjangkau wilayah jauh, lanjutnya, Perpusnas menyediakan buku-buku yang dibawa oleh motor perpustakaan keliling dan penyediaan Titik Baca.
“Dari kondisi pada akhir Oktober lalu, kami bisa mencicil lagi motor perpustakaan keliling, ada penambahan sebanyak 64 kemudian ada pojok baca digital 25 unit. Kemudian ada titik baca, jadi kesulitan tadi untuk sinyal itu bisa ditangani oleh titik baca. Titik baca ini tidak memerlukan sinyal,” tuturnya.
Terkait era digital, dia menjelaskan Perpusnas telah mengembangkan tiga platform digital yaitu iPusnas, Khastara (Khasanah Pustaka Nusantara), dan Bintangpusnasedu.
Menanggapi lamanya pengadaan buku di perpustakaan, menurutnya terkendala masalah teknis. Pasalnya, ada proses yang mesti dilewati.
“Karena kami di awal tahun itu menunggu usulan dari daerah, dari masyarakat. Kemudian dia masuk ke dalam proses pengadaan, kemudian baru kami kirimkan kepada mereka yang sudah siap digunakan, diolah. Nah ini memakan waktu berbulan-bulan ya, tidak bisa begitu usul langsung datang,” urainya.
Terkait tenaga pustakawan, dia menjelaskan bahwa sudah lama mengusulkan agar perpustakaan di sekolah, tidak harus ada satu orang pustakawan.
“Sekolah-sekolah yang besar misalnya dengan jumlah murid sekian, harus ada pustakawan yang ngurusnya. Tetapi yang perpustakaan, yang misalnya ala kadarnya, tidak perlu dengan jabatan fungsional pustakawan,” jelasnya.
Meski sudah era digital, dia menegaskan Perpusnas masih akan memberikan bantuan fisik, bukan buku digital, untuk perpustakaan desa dan TBM. “Karena kami menyadari bahwa buku fisik itu punya sensasi sendiri. Ya kalau dibaca, dibawa ke mana dengan lebih bebas,” pungkasnya.
Reporter: Anastasia Lily
Editor: Hanna Meinita
Dokumentasi: Andri Tri Kurnia & Kemal Ahmad Nasution