Lawan Hoax dengan Stop, Think, Act

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Hoax akhir-akhir ini sangat banyak ditemukan beredar di kalangan masyarakat umum. Hoax yang merupakan pemberitaan palsu dan dibuat seolah-olah seperti benar telah meresahkan masyarakat karena penyebarannya yang semakin luas dan banyak pihak telah menjadi korban. Hoax tersebar dengan gencar terutama melalui media sosial karena penggunanya tidak menyaring dan memeriksa kebenaran berita yang diterimanya terlebih dahulu sebelum disebar. Selain itu, kemudahan mengakses media sosial melalui gawai turut memicu cepatnya penyebaran hoax tersebut.

Sayangnya, kini anak-anak tidak dapat lepas dari gawai dan karenanya keseharian mereka juga diwarnai dengan hoax . Yang menjadi pertanyaan adalah apakah anak merupakan pencipta hoax atau korban hoax, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional, M. Syarif Bando dalam sambutannya pada acara diskusi yang bertajuk “Membangun Budaya Literasi Anak-Anak; Melawan Hoax Sejak Dini”. Bertempat di ruang media center Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional, acara tersebut dihadiri oleh peserta dari perguruan tinggi, media, LSM dan perwakilan dari instansi pemerintah dengan narasumber, yaitu Kepala Biro Hukum dan Perencanaan Perpustakaan Nasional Joko Santoso, Direktur Utama Balai Pustaka Achmad Fachrodji, Sekretaris Jenderal Asah Pena Anastasia Rima Hendrarini dan Education Team Leader Wahana Visi Indonesia Nurman Siagian.

Faktor lain yang berkaitan dengan penyebaran hoax adalah kemampuan literasi seseorang. Menurut Kepala Perpusnas dalam sambutannya pada Senin (23/7) terdapat empat formula literasi, yaitu kemampuan mengumpulkan bahan bacaan agar eksis dengan profesinya, memahami apa yang tersirat dari yang tersurat, mengemukakan ide/gagasan dan teori baru dari yang sebelumnya pernah ada dan kemampuan seseorang, lembaga atau bahkan negara dalam menghasilkan barang dan jasa. “Membaca melalui media internet ibarat berselancar di ombak dengan penuh ketidakpastian dan pengetahuan yang sangat dangkal, sedangkan membaca buku teks sama dengan menyelam di laut dalam dengan pengetahuan sampai ke titik paling detail yang bisa kita pahami,” tambahnya.

Kepala Biro Hukum dan Perencanaan, Joko Santoso, dalam hal ini sebagai wakil dari pemerintah memahami bahwa literasi dan hoax adalah persoalan bagi bangsa Indonesia seperti yang ditunjukkan dari berbagai survei, di antaranya mengenai literasi, literasi sains, literasi dan mobilitas sosial serta literasi dalam kaitannya dengan kesejahteraan.

Perpustakaan Nasional terus mengupayakan adanya pemerataan perpustakaan, kemudahan akses, penambahan kualitas dan kuantitas koleksi, diversifikasi dan transformasi layanan serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola perpustakaan. Selain itu, pembangunan perpustakaan yang dilaksanakan mencakup koleksi, pustakawan, gedung dan sarana prasarananya, layanan serta pemustakanya.

Pengalaman Nurman selama berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) membuktikan bahwa yang masih menjadi masalah literasi adalah akses, guru, pengelolaan perpustakaan, pustakawan dan infrastruktur. Anastasia sependapat dengan Nurman mengenai akses terhadap buku yang seharusnya mudah, bukan hanya ketersediaannya saja.

Selain itu, ia menekankan bahwa masalah literasi bersumber dari kurangnya teladan dari orang tua dan kebiasaan yang dibangun sejak dini. Anak tidak diajari untuk mencintai membaca karena dipaksa untuk mampu membaca sebagai syarat masuk SD. Seharusnya membaca dan menulis menjadi alat untuk pendidikan dan bukan hanya menjadi tujuan. Bebaskan anak membaca buku apa pun dan biasakan untuk mendiskusikannya dengan berpikir kritis. Menurutnya di zaman yang serba instan ini harus dibiasakan sejak kecil untuk stop, think, act. “Dalam semua sendi kehidupannya, biasakan untuk berhenti dulu, pikirkan, baru bertindak” tambahnya.

Mengenai upaya melawan hoax, Achmad yang merupakan direktur utama perusahaan penerbit berplat merah, Balai Pustaka, menyampaikan pantun bertema anti hoax:

Buah kedondong sudahlah matang

Buah dipetik dibuat asinan

Berita bohong silakan dibuang

Berita baik jadikan pelajaran

 

Reportase: Eka Cahyani/ Fotografer: Radhitya Purnama

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung