Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Hanya isu-isu yang memiliki kepentingan nasional signifikan dan bisa kerja sama lintas kementerian serta lembaga yang dapat masuk dalam program prioritas nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Joko Santoso dalam Rapat Penyusunan Rencana Induk Nasional Revitalisasi Naskah Kuno Nusantara di Gedung Perpusnas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (14/11).
Menurut Joko, revitalisasi naskah kuno telah menjadi bagian dari rencana kerja pemerintah karena dianggap penting untuk menjaga warisan budaya dan memperkuat identitas bangsa, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Ia mengapresiasi dedikasi tim Perpusnas dan menekankan pentingnya menyebarkan semangat revitalisasi ini agar berdampak lebih luas. “Kerangka kerja proyek ini berbasis pada outcome, yaitu hasil nyata yang berdampak positif,” ujarnya.
Joko menambahkan, prioritas Perpusnas saat ini adalah meningkatkan koleksi naskah kuno. “Saat ini kita memiliki sekitar 8.000 naskah, dan dalam waktu dekat akan bertambah sekitar 516 naskah baru. Ini menjadikan koleksi naskah Nusantara yang dimiliki Perpusnas, salah satu yang terbesar di dunia,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Informasi Mariana Ginting, mengapresiasi pertemuan ini yang sekaligus menjadi ajang silaturahmi bagi para pegiat naskah kuno, baik yang aktif maupun yang telah pensiun, seperti Sanwani.
"Ini momen berharga untuk berdiskusi dan merefleksikan pentingnya pengarusutamaan naskah Nusantara. Pengelolaan naskah ini tidak hanya soal penyimpanan, tetapi juga pengembangan nilai sejarahnya," ungkapnya.
Mariana juga menyoroti bahwa dengan adanya Undang-Undang No. 43 Tahun 2007, pengelolaan naskah kuno menjadi lebih terpusat dan sistematis, termasuk program penerbitan alih aksara dan buku bacaan bermutu yang ditargetkan dapat menjangkau perpustakaan desa di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut, Ketua Kelompok Kerja Pengelolaan Naskah Nusantara Aditya Gunawan menyampaikan pentingnya naskah kuno Nusantara dan penghargaan yang telah dicapai melalui perjuangan selama puluhan tahun.
“Alhamdulillah, perjuangan kita terkait naskah Nusantara ini dihargai. Ini semua berkat jasa orang-orang yang telah terlibat dalam pengelolaan naskah, baik di masa lalu maupun kini,” ungkapnya.
Pustakawan Ahli Utama Woro Titi Haryanti menyoroti percepatan proses digitalisasi naskah yang selama ini hanya tersimpan dalam bentuk mikrofilm.
"Kenapa tidak langsung didigitalisasi saja? Mikrofilm memang baik untuk menyimpan naskah kuno, tapi alat pembacanya semakin langka dan rentan rusak. Kami harus mulai memprioritaskan digitalisasi agar koleksi ini tetap dapat diakses," terangnya.
Ia juga menekankan bahwa digitalisasi merupakan proses berkelanjutan yang memerlukan panduan dan pedoman khusus. "Tidak hanya kontennya, tetapi infrastruktur pendukung dan pedoman kerja harus disiapkan untuk menjaga akuntabilitas di pusat maupun daerah," imbuhnya.
Sementara itu, Pembina Utama Madya Teguh Purwanto mengingatkan urgensitas pembelajaran lintas bahasa dan budaya bagi pegawai muda yang bekerja di bidang pelestarian naskah.
"Saya berharap teman-teman muda bisa belajar dari para senior. Ada yang mahir bahasa Jawa, ada yang dari Sulawesi. Ini kesempatan untuk bertukar keahlian dan saling memperkaya pengetahuan," katanya.
Pertemuan ini juga mendorong para filolog di Perpusnas untuk melanjutkan studi S2 dan S3 melalui beasiswa pemerintah, dalam mendukung kecakapan yang diperlukan untuk menjaga naskah sebagai bagian dari prioritas nasional.
Reporter: Alditta Khoirun Nisa
Dokumentasi: Alfian Tarih Alfatih