Seminar Naskah Kuno: Menjembatani Generasi Muda dengan Sejarah Nusantara

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta-  Memperingati Hari Kunjung Perpustakaan ke-29 dan Bulan Gemar Membaca maka sudah sepatutnya kita sambut dengan semangat nasionalisme yang tinggi dalam rangka upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan berbagai kegiatan yang dapat mempromosikan, mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional RI Mariana Ginting dalam Seminar Naskah Kuno dan Anak: Literasi Bermain, Belajar dan Berkreativitas, Kamis (12/9/2024).

Terkait pengarusutamaan naskah kuno Nusantara, dia menjelaskan Perpusnas mendapatkan penghargaan UNESCO/Jikji Memory of the World dan Naskah Tambo Tuanku Imamku Bonjol sebagai salah satu Memory of The World for Asia and The Pacific (MOWCAP).

“Ini semua berkat dari teman-teman semua, baik stakeholder yang mencintai naskah nusantara, baik dari akademisi, dari Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dan lain-lain,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa semua pihak mempunyai peran yang penting untuk mencerdaskan anak-anak sebagai aset bangsa Indonesia.. 

“Oleh karena itu, Perpusnas mengajak para guru, orang tua, dosen, peneliti, pustakawan, penggiat literasi dan pemangku kepentingan di bidang perpustakaan untuk melayani dan mengabdi kepada masyarakat untuk meningkatkan indeks inspirasi masyarakat menuju sumber daya manusia yang berkarakter dan berdaya saing,” tuturnya. 

Dengan berbagai rangkaian kegiatan yang diadakan oleh Perpusnas, dia berharap dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan meningkatkan tingkat kunjungan masyarakat ke perpustakaan.

Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara (Pujasintara) Agus Sutoyo menjelaskan Perpusnas berusaha mempublikasikan naskah kuno dengan konsep yang berbeda agar sejarah peradaban bangsa dikenal oleh generasi muda Indonesia.

 

“Kami dari Pujasintara, terkait dengan pernaskahan Nusantara ini mencoba menggali, mengkaji kemudian mengalihbahasakan dan nanti akan ada naskah kita yang sudah kita alih aksarakan kemudian dijadikan komik,” tuturnya.

 

Menurutnya, tidak hanya sejarah budaya nusantara saja yang harus diperkenalkan kepada generasi muda Indonesia tetapi termasuk permainan tradisional.

 

“Nah, permainan tradisional ini untuk mencegah hal-hal yang tidak baik yang sudah kita sama-sama tahu dengan kecanggihan teknologi yang ada di gawai ini, kalau kita tidak memanfaatkan dengan baik tentu anak-anak kita juga bisa terjerumus kepada hal-hal yang kurang baik bagi moralitas kita,” ungkapnya.

 

Tujuan seminar ini, lanjutnya, adalah untuk memperkenalkan kembali naskah kuno yang ada di Indonesia terutama yang berada di gedung Perpustakaan Nasional.

 

“Sehingga pemanfaatan dari koleksi naskah nusantara ini bisa diberdayakan terus dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang bisa mengajak masyarakat mengenal lebih jauh tentang peradaban bangsa Indonesia,” pungkasnya.

 

Guru Besar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia Yulianeta memaparkan bahwa manuskrip Nusantara adalah warisan luar biasa sebagai identitas bangsa sehingga tidak lupa pada jati diri dan pada akar budaya bangsa.

 

Menurutnya, alih wahana manuskrip Nusantara ke dalam komik, animasi atau bentuk inovatif lainnya merupakan langkah penting dalam pelestarian budaya.

 

“Karena komik dan film animasi dekat dengan dunia anak-anak, anak-anak sangat familiar dan bahkan menarik. Kalau kita masuk melalui sesuatu yang disukai anak-anak itu akan menjadi lebih mudah sebagai jembatan. Nah, komik dan animasi ini sebagai media edukasi,” tuturnya.

 

Dia menambahkan untuk bisa menghidupkan manuskrip Nusantara dengan cara yang kreatif dan inovatif merupakan tugas bersama dari berbagai pihak.

 

“Sinergi antara Perpustakaan Nasional dengan lembaga-lembaga yang concern, mudah-mudahan manfaatnya bisa kita sebarluaskan untuk mengangkat kekunoan menjadi kekinian dan bermanfaat untuk hari ini juga masa yang akan datang,” pungkasnya.

 

Dalam kesempatan ini, Dosen Antropologi Universitas Indonesia Salfia Rahmawati menjelaskan bahwa bermain bukan hanya sekadar hiburan bagi anak-anak tetapi merupakan bentuk penting dari pembelajaran sosial dan pengembangan identitas diri.

 

“Bermain dan permainan adalah playground krusial dalam kehidupan anak-anak yang dapat  membentuk identitas diri, sarana eksplorasi kehidupan sekitar, belajar interaksi, melatih empati, melatih keterampilan fisik, keterampilan emosional dan keterampilan sosial,” jelasnya.

 

Permainan anak yang terekam dalam naskah kuno koleksi Perpusnas seperti Jongens Spelen (83 jenis permainan laki-laki), Meisje Spelen (85 jenis permainan anak perempuan) dan Kaart-en Dobel Spelen (48 jenis permainan kartu anak) dapat memberikan referensi variasi permainan anak-anak.

 

“Contoh permainannya seperti kodokan, cablekan, plinthengan (katapel), egrang, kitiran, bandhulan (ayunan), gobag sodor, gobag bunder, gobag gerit, malingan yeng yeng te, kidang tlangkas, lepetan, lok lok tik, simbar garit, jelungan (petak umpet), gamparan angkling, dan sebagainya,” jelasnya.

 

Dosen dan Peneliti Universitas Indraprasta PGRI Agung Zainali memaparkan alasan dari visualisasi naskah kuno Nusantara adalah terdapat keterbatasan pengetahuan anak-anak dalam mengakses naskah kuno.

 

“Sedangkan pengetahuan yang bersumber dari naskah-naskah kuno banyak yang dapat dijadikan teladan bagi generasi saat ini,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, dia menjelaskan ada tiga hal yang dihadapi desainer atau seniman dalam bekerja dengan tradisi. Ketiga hal tersebut adalah preservasi, revitalisasi dan transformasi.

 

“Preservasi fokus pada usaha untuk melindungi karya tradisional dari kepunahan, revitalisasi fokus pada usaha melindungi karya-karya tradisional agar dapat diterima pada kondisi saat ini dan transformasi adalah perubahan atau peralihan dari karya-karya tradisi menjadi karya kekinian melalui inovasi,” jelasnya. 

 

Penulis dan ilustrator buku Babad Pajajaran, M.R. Candiaz berbagi pengalamannya dalam menulis buku tersebut. Dia menyampaikan ada wahana selain komik dan animasi yakni buku bergambar (picture book)

 

“Dari situ saya membuat buku sejarah tetapi full visual. Dimana setiap gambarnya harus di riset karena ini sejarah, jadi setidaknya harus historically accurate dari bentuknya dari konturnya,” tuturnya.

 

Untuk menulis buku tersebut, lanjutnya, dibutuhkan riset yang mendalam dari berbagai naskah kuno yang memuat sejarah kerajaan Pajajaran dan Bangsa Portugis di masa lampau.

 

Buku yang berhasil mewakili Indonesia di UNESCO’s International Mother Language Day tahun 2023 ini bercerita tentang konflik rempah antara kerajaan Pajajaran dengan bangsa Portugis dan pembuatan sebuah prasasti oleh seorang raja yang sangat bersedih akibat kekalahan yang dialaminya.  

 

Reporter: Anastasia Lily

Dokumentasi: Aji Anwar/ Deny Irawan

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jumlah pengunjung