Salemba, Jakarta—Perpustakaan baik di desa maupun di kota berperan penting dalam memperbaiki kondisi tingkat kegemaran membaca dan kecakapan literasi masyarakat Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) E. Aminudin Aziz menyatakan perpustakaan yang dimaksud baik yang berada di desa, kabupaten, kota maupun di tingkat nasional.
Dalam menjalankan peran tersebut, seluruh jenis perpustakaan ini menghadapi tantangan. Pertama, tantangan dari perubahan lingkungan eksternal akibat disrupsi teknologi di mana munculnya informasi yang tidak dapat dibendung dan sangat masif.
“Ini tentu saja menuntut kecakapan literasi yang sangat tinggi dari para pengguna perpustakaan atau pengakses informasi itu,” ujarnya saat menyampaikan sambutan pada Sidang Terbuka Orasi Ilmiah Pustakawan Ahli Utama di Aula Perpusnas Salemba, Jakarta, pada Kamis (12/12/2024).
Kedua, terjadinya perubahan penguasaan ilmu pengetahuan yang senantiasa harus diperbaiki. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, menurutnya, ada beberapa hal yang dapat dipelajari dan disesuaikan oleh perpustakaan. Pertama, diperlukan adaptasi terhadap sudut pandang tentang hakikat dari perpustakaan. Perpustakaan tidak dapat hanya dipahami sebagai tempat menyimpan buku, tanpa ada pemanfaatan nilai hidup.
“Kedua, perlu adanya adaptasi terhadap program-program yang ditawarkan di dalam perpustakaan. Program ini tidak dapat mengacu kepada masa lalu, tetapi harus mampu memberikan pemecahan terhadap persoalan yang muncul pada saat ini. Dan apabila dimungkinkan, antisipasi terhadap persoalan-persoalan yang akan datang kemudian,” urainya.
Ketiga, diperlukan adaptasi terhadap strategi layanan perpustakaan yang dihasilkan dari kreativitas pengelola perpustakaan jenis apapun.
“Di situlah sesungguhnya peran pustakawan ahli utama sangat menentukan. Karena mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman memiliki pengetahuan dan memiliki kebijaksanaan di dalam berpikir,” jelasnya.
Yang keempat, diperlukan adaptasi terhadap evaluasi keberhasilan pelaksanaan pelayanan perpustakaan. Keberhasilan layanan perpustakaan tidak hanya dilihat dari statistik pengunjung perpustakaan, tetapi kepuasan para pemustaka dan dampak dari layanan itu sendiri.
Jika keempat adaptasi ini sudah dilakukan, lanjutnya, diharapkan citra dan kinerja perpustakaan membaik. Selain itu, perbaikan hasil kerja dari perpustakaan di mata masyarakat akan benar-benar terwujud.
Pada akhir sambutannya, dia berharap para pustakawan ahli utama yang telah memberikan orasi tidak berhenti berpikir kreatif. Menurutnya, orasi ilmiah merupakan awal dari tuntutan yang lebih besar sebagai pembuktian layak untuk menjadi pustakawan ahli utama.
Orasi ilmiah disampaikan oleh para pustakawan ahli utama, yakni Ustadzi dari Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, Maria Sobon Sampe dari Perpusnas, Erna Harmain dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Gorontalo, R. Deffi Kurniawati dari Perpusnas, dan Subeti Makdriani dari Perpusnas.
Maria Sobon memaparkan orasi berjudul “Penguatan Literasi Masyarakat Melalui Penerbitan Buku”. Adapun yang menjadi latar belakang judul karya ilmiah tersebut adalah karena budaya literasi masyarakat Indonesia masih rendah, di mana membaca dan menulis tidak menjadi prioritas utama.
Untuk mengatasi permasalahan rendahnya literasi dan penerbitan di Indonesia, menurutnya, diperlukan pendekatan multi-sisi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, penerbit, perpustakaan, dan komunitas.
“Dengan bekerja sama, angka melek huruf dan ketersediaan buku berkualitas di Indonesia bisa ditingkatkan,” ungkapnya.
R. Deffi Kurniawati memaparkan orasi berjudul “Komite Pengarah Nasional Pengorganisasian Informasi di Indonesia. Dia menjelaskan tujuan dari pembentukan Komite Pengarah ini adalah untuk mendukung penguatan peran perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi yang terekam dalam koleksi perpustakaan agar dapat diakses dan dimanfaatkan secara luas oleh berbagai kalangan pemustaka atau pengunjung perpustakaan.
Perpusnas, jelasnya, memiliki peran strategis dalam pengorganisasian informasi di Indonesia.
“Sebagai pembina dan rujukan perpustakaan dan pustakawan di Indonesia, sebaiknya Perpusnas menjadi inisiator mencari solusi pengorganisasian informasi di Indonesia dan menghapus kesenjangan kemampuan pengelolaan informasi, serta membuat regulasi pengorganisasian informasi,” pungkasnya.
Dalam orasi ilmiah ini, hadir pula Sekretaris Utama Perpusnas Joko Santoso, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Mariana Ginting, dan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Adin Bondar.
Reporter: Anastasia Lily
Editor: Hanna Meinita
Dokumentasi: Alfiyan Tarih Alfatih & Deny Irawan