Era New Normal (kenormalan baru) di tengah pandemic Covid 19 bakal segera berlangsung, kita bakal mengarungi kehidupan dalam kepungan wabah penyakit corona yang menular dan kemungkinan besar tidak dapat hilang dan akan menjadi endimik baru sebagaimana pernyataan WHO beberapa waktu lalu. Intinya kita harus mengakselerasi inovasi dan pacu produktivitas dengan tetap mematuhi protokol kesehatan agar tidak menjadi korban atau mediator penyebaran covid 19, mengingat virus ini tidak tampak mata sehingga tidak dapat dikenali secara fisik. Data hingga 3 Juni 2020 pagi di Indonesia tercatat ada 27.549 orang terinfeksi covid 19, dinyatakan sembuh 7.935 orang dan meninggal 1.663 orang;Â sedangkan di seluruh dunia (188 negara) tercatat ada 6.472.375 orang terinfeksi covid 19, dinyatakan sembuh 2.757.468 orang dan meninggal 387.712 orang.Â
Penggunaan kata “the new normal†dirasa tidak tepat, mengingat kehidupan yang bakal dijalani dalam kondisi tidak normal di tengah wabah corona; yang semestinya menggunakan kata “the abnormal†sehingga semua orang memiliki perhatian dan kewaspadaan lebih terhadap kondisi tersebut agar ekstra hati-hati, sembrono/berlaku semaunya sendiri yang dapat menimbulkan malapetaka baru. Apa pun, kondisinya marilah kita bersiap untuk menjalaninya dibarengi kewaspadaan yang tinggi, termasuk merogoh kocek lebih untuk melindungi diri seperti membeli masker maupun pemeriksaan rapid test dan /PCR (Polymerase Chain Reaction) yang sangat mahal, terutama bagi mereka yang mobilitas. Yang harus juga menjadi perhatian jangan sampai era new normal tersebut justru menimbulkan korban-korban baru, seperti yang terjadi di Korea Selatan begitu menyatakan the new normal ada ribuan orang terinfeksi covid 19. Pun, demikian payung hokum yang terkait seperti aturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merujuk UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Keppres No.12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Covid 19 harus dicabut terlebih dahulu sebagaimana pendapat pakar.
Akselerasi Inovasi & Kualitas SDM
Guna mendorong pertumbuhan industry yang terpuruk karena dampak covid 19 maka 3 (tiga) hal menyangkut investasi, teknologi dan SDM (Sumber Daya Manusia) harus ditingkatkan lebih cepat lagi. Percepatan/akselerasi inovasi harus dilakukan guna memacu produktivitas dengan tetap mendayagunakan SDM trampil dan unggul yang ditingkatkan melalui pendidikan dan latihan yang berbasis kompetensi. Di sisi lain, industry migas tetap berupaya mempertahankan produksinya agar mencapai target (atau bahkan melebihi) di tengah covid 19; antara lain melakukan penyesuaian terhadap kegiatan operasional disesuaikan dengan ketentuan protokol kesehatan sehingga tetap berproduksi.
Dalam era the new normal nantinya, diharapkan para pengusaha/pimpinan perusahaan memaksimalkan pekerja sebagai asset perusahaan, termasuk mempekerjakan kembali mereka yang dirumhakan tanpa upah maupun yang di PHK. Janganlah sekali-sekali berfikir melakukan efisiensi dengan mengorbankan kepentingan pekerja maupun kesejahteraannya. Mengingat biaya operasional untuk SDM berkisar anatara 5-7% dari seluruh biaya operasional perusahaan. Hendaknya dibangun hubungan industrial yang setara, dinamis dan progresif antara pimpinan perusahaan dan serikat pekerja/buruh agar terwujud sinergi positif dalam mencapai target-target perusahaan maupun kepentingan pekerja/serikat pekerja/buruh. Tidak perlu demo dan mogok kerja sepanjang para pihak mau duduk bersama, saling berbicara secara terbuka dan tidak mendholimi untuk mencari win-win solution.
Pun, Inovasi digital perlu dipacu sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi informatika dan komunikasi bersamaan dengan era revolusi industry 4.0 maupun society 5.0 ala Jepang. Semua lembaga riset di Kementerian/lembaga maupun industry harus fokus dan bersinergi menciptakan hal-hal baru melalui program R&D secara terpadu serta tidak mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) yaitu keseimbangan antara People, Planet dan Profit (Three Buttom Lines) Jhon Elkingtons dalam memenuhi kebutuhan masa sekrang tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan dating dalam memenuhi kebutuhannya. Penggunaan teknologi industri 4.0 seperti artificial intelegent, internet of things, wearable (augmented reality/virtual reality), advanced robotic dan 3D printing harus benar-benar dikuasasi untuk kepentingan manusia antara lain untuk mempermudah kehidupannya maupun meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Untuk keperluan tersebut diperlukan anggaran yang besar sehingga perlu dicari sumber-sumber pembiayaan yang efisien dan optimal, namun tidak membebani rakyat.
Pacu Produktivitas
Sektor yang dibuka pada awal era new normal adalah industry karena kontribusi terhadap perkonomian nasional cukup signifikan. Kemudian, sektor perhubungan, pariwisata, perhotelan, restoran. Pasar modern/tradisional maupun manufaktur; namun tetap mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Harapannya, dampak ekonomi yang ditimbulkan dari wabah covid 19 dapat berangsur-angsur pulih; termasuk mempekerjakan kembali para pekerja yang terkena PHK.   Strategi yang perlu dlakukan dalam upaya meningkatkan kinerja industri nasional ke depan, antara lain : a) penguasatan struktur, system dan SDM (Sumber Daya manusia); b) pengembangan infrastruktur industri, c) penguasaan teknologi, dan d) akselerasi inovasi melalui penguatan R&D (Research and Development), dan mengutamakan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Namun, kesiapan daerah yang dapat menjalankan the new normal adalah daerah yang memiliki RO covid 19 dibawa angka 1. Oleh karena itu, daerah yang dapat melaksanakan new normal harus dilakukan penilaian resiko oleh BNPB mengacu pada ketentuan WHO menyangkut aspek epidemiologi, surveilen kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan. Salah satu indikator yang dimaksud adalah pantauan terhadap basic reproduction number (R0) atau yang dikenal juga sebagai basic reproductive rate. Ini adalah angka yang menunjukkan daya tular virus corona dari satu kasus positif. Saat ini, RO Indonesia berada di angka 2,5-2,6, artinya 1 orang positif corona bias menularkan kepada 2 atau 3 orang. Dan ada daerah-daerah yang RO-nya dibawah 1.
Kondisi ekonomi yang sudden death akibat covid 19 harus diupayakan untuk bangkit kembali di tengah wabah corona yang belum mereda, sembari disiplin menerapkan protokol kesehatan. Pacu produktivitas kerja untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa, juga akan meningkatkan indeks produktivitas pekerja maupun perusahaan (negara). Berdasarkan data dari Asian Productivity Organization (APO) Â produktivitas pekerja Indonesia sekitar USD 24.900 setara Rp 348 juta. Sementara itu produksi pekerja Singapura USD 131.900, Malaysia USD 56.400 dan Thailand USD 28.300. Indonesia berada di urutan ke-4 di antara negara-negara ASEAN, berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Â Sehingga kita perlu akselerasi antara lain melalui peningkatan kesehatan, gizi, ekonomi dan pendidikan. Juga peningkatan pendidikan vokasi melalui perubahan kurikulum yang lebih fleksibel guna menyesuaikan dengan tuntutan zaman yang serba digital dan cepat berubah. Â Redefinisi BLK-BLK untuk mengatasi persoalan re-skilling, up-skilling dan skilling agar persoalan ketidaksesuaian dengan dunia industri dapat diatasi. Perlu penyiapan tenaga kerja memasuki pasar tenaga kerja dengan melakukan harmonisasi standardisasi dan sertifikasi kompetensi melalui kerjasama lintas sektor. Meningkatkan akses pekerja kepada sumber daya produktif melalui peningkatan keterampilan pekerja dengan cara melakukan pelatihan. Peningkatan akses angkatan kerja kepada sumber daya produktif. Peningkatan fungsi pasar tenaga kerja dengan cara memastikan job matching dilaksanakan dengan tepat. Mendorong pengembangan ekonomi perdesaan dengan cara meningkatkan prasarana dan sarana perekonomian daerah dan perluasan akses kredit bagi pelaku ekonomi.
Insentif Demografi 2030
Pada 2030 Indonesia bakal mengalami insentif/bonus demografi yaitu jumlah orang usia produktif manakala tidak dipersiapkan dengan benar dan baik sedini mungkin. Sepuluh tahun lagi termasuk waktu yang relative singkat, sehingga perlu akselerasi penyiapkan kualitas penduduk yang bakal memasuki usia produktif, antara lain menyiapkan kesehatan dan pendidikan yanag berkualitas sesuai prediksi kebutuhan yang akan datang. Pada saat itu, kelopok usia produktif (umur 15-64 tahun) jauh melebihi kelompok usia tidak produktif (anak-anak usia 14 tahun ke bawah dan orang tua berusia 65 ke atas). Insentif/bonus demografi ini tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio ), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Â Pada 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah, yaitu 44%; artinya rasio kelompok usia produktif dengan yang tidak produktif mencapai lebih dari dua kali (100/44), yang diharapkan mampu melakukan lompatan produktivitas guna menyokong perekonomian nasional. Sementara itu, di negara-negara seperti Jepang, Kanada dan Skandinavia produktivitasnya relative menurun karena menyusutnya populasi usia produktif.
Kita harus benar-benar focus dan bias belajar dari Jepang dan Korea Selatan saat menyiapkan insentif demografi di negaranya. Ini penting agar kita tidak gagal dalam memanfaatkan insentif demografi seperti Afrika Selatan dimana persoalan kemiskinan yang membelit warganya. Dan Brazil yang gagal karena terjebak dalam middle income trap akibat dari ketimpangan ekonomi antaramasyarakat masih sangat tinggi maupun kurang perencanaan.
Patuhi Protokol Kesehatan
Effort dan disiplin setiap orang untuk mematuhi protokol kesehatan menjadi salah satu penentu sukses tidaknya menjalani the new normal. Dari hasil evaluasi daerah-daerah yang melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih dijumpai pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan dalam protokol kesehatan. Intinya, semua orang dituntut untuk disiplin tinggi agar tidak menimbulkan malapetaka baru. Bagi warga yang hendak melakukan mobilitas pun harus ekstra menyiapkan uang, meluangkan waktu untuk mengurus persyaratan administrasi, pemeriksanaan medis dan lain-lain. Ke depan, kita akan menghadapi kondisi yang tidak mudah karena kondisi masih membahayakan, juga terkait transformasi budaya. Terlebih tingkat kesadaran masih relative rendah dan sanksi atas pelanggaran terhadap protokol kesehatan dirasa belum mengakibatkan efek jera bagi pelakunya. Hendaknya semua pihak baaik perorangan, komunitas maupun kelembagaan untuk bersama-sama mematuhi ketentuan protokol kesehatan demi kemaslahatan bersama.
Dengan demikian, kita akan dapat menjalani kehidupan kenormalan baru walaupun dalam kepungan covid 19 agar mampu mengakselerasi inovasi dan meningkatak produktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Oleh : KRAT. Suharyono S. Hadinagoro, M.M. (Pemerhati Ketenagakerjaan & Ekonomi Kerakyatan, Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti, Alumni Lemhannas RI (IKAL 59)