Kalibata, Jakarta - Mengelola literasi sama dengan mengelola manusia dan merupakan hal esensial dalam rangka pemajuan bangsa guna memaksimalkan pembangunan nasional.
Demikian disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), Mariana Ginting dalam sambutannya pada kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) untuk Kesejahteraan bersama Universitas Trilogi Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Lebih lanjut, Mariana menambahkan perpustakaan sebagai episentrum ilmu pengetahuan memiliki peran krusial bagi kemajuan masyarakat. Seiring berkembangan masyarakat, kebutuhan perpustakaan tidak sekedar tempat untuk membaca. Perpustakaan harus meningkatkan perannya sebagai agent of change. Bertransformasi meningkatkan layanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat berbasis inklusi sosial.
“Hal ini penting dikedepankan dan diarus-utamakan karena gerakan literasi sejatinya adalah milik bersama. Jangan lagi berpikir ego sektoral atau bergerak secara parsial. Gerakan literasi tetap memerlukan sinergi intelektual, ekonomi, serta budaya untuk sehingga tujuan pembudayaan kegemarana membaca tercapai. Inilah yang disebut Gerakan Literasi Berbasis Inklusi Sosial,” jelasnya.
Sependapat, Wakil Rektor Sumber Daya dan Kerja Sama Universitas Trilogi Jakarta, Dendi Anggi Gumilang mengatakan tajuk yang diangkat pada kegiatan ini yakni Sinergi Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Membangun Kecakapan Kolaborasi Abad 21 sangat sesuai untuk dibahas.
“Era digitalisasi saat ini menjadi tantangan tersendiri untuk semakin meningkatkan kegemaran membaca, menulis, dan berdikusi masyarakat. Ini penting karena menjadi tugas bersama dan harus digaungkan oleh semua institusi. Untuk mewujudkannya, sinergi perlu untuk dibangun karena peradaban bangsa sangat dipengaruhi oleh budaya literasinya,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah mengungkapkan apresiasinya kepada Perpusnas karena telah secara berkelanjutan mengadakan kegiatan yang sangat bagus, terlebih karena berkolaborasi dengan universitas-universitas di Indonesia dalam pelaksanaannya.
“Tujuan nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 ialah untuk mencerdaskan anak bangsa. Sehingga benar yang dikatakan ibu Deputi tadi kolaborasi sangat diperlukan, tidak bisa lagi parsial, jadi harus ada core utamanya karena masing-masing institusi saat ini masih mengaplikasikan literasi dengan berbeda,” katanya.
Dia menegaskan kehadiran perpustakaan sebagai sumber informasi sangat penting dan masih diperlukan di tengah masyarakat. Pengalaman yang diberikan saat membaca buku secara fisik juga berbeda dengan ketika membaca secara digital. Untuk itu, gedung perpustakaan yang modern sangat dinanti keberadaannya.
“Menumbuhkan kegemaran membaca harus dimulai sejak usia dini. Terima kasih kepada Perpusnas karena telah membangun perpustakaan modern dan ada tempat bermainnya, dengan demikian mampu menarik minat masyarakat untuk datang. Perpustakaan sekarang ini wajib menjadi tempat bagi masyarakat untuk berkumpul dan beraktivitas sehingga tumbuh ide dan gagasan baru,” tegasnya.
Wakil Rektor I Universitas Trilogi, Anies Lastiati menerangkan bahwa Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan penggunaan internet yang tinggi dan mengalami penurunan tingkat literasi. Hal ini mengakibatkan kesengsaraan bagi para mahasiswa yang termasuk ke dalam kategori Gen Z untuk menjalankan kegiatan akademiknya.
“Ketika ekspos terhadap internet lebih tinggi dan menyebabkan reading habits menurun, maka kesengsaraan akan menghampiri para mahasiswa. Karena kecakapan untuk membaca menjadi hal penting. Adapun poin dari literasi adalah mengerti dan merespons terhadap tulisan yang dibaca, kalau cuma mampu membaca itu bukan literasi Namanya,” terangnya.
Menurutnya, yang harus dikembangkan tidak lagi kegemaran membacanya, tetapi literacy culture atau budaya untuk menjadi literat dengan mengubah reading menjadi thinking. Sehingga masyarakat terutama mahasiswa tidak hanya membaca namun mampu memaknai yang terkandung di dalamnya.
Pegiat Literasi, Nandha Julistya membenarkan rendahnya tingkat literasi di Indonesia disebabkan oleh belum terciptanya kolaborasi yang baik di antara stakeholders, semua masih berjalan masing-masing. Padahal, kolaborasi merupakan satu kecakapan yang harus dimiliki oleh semua kategori individu.
“Berbeda dengan kompetisi di mana akan ditemukan pihak yang menang dan kalah, dengan kolaborasi semua pihak bisa menang. Dan dengan kolaborasi juga kita bisa bergerak cepat,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Pegiat Literasi, Aryasatyani Sintadewi, menginfokan bahwa ada aplikasi Let’s Read yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh pembaca pemula, dari PAUD hingga kelas 4 SD. Selain menyediakan buku dengan tema beragam untuk dibaca, buku-buku tersebut juga telah diberikan lisensi creative commons dan diperbolehkan untuk diunduh.
“Semua buku Let’s Read diberi lisensi creative commons, artinya teman-teman semua sangat diperbolehkan dan diizinkan untuk mengunduh, bahkan mencetak asalkan untuk kebutuhan non komersial. Misalnya ada kebutuhan untuk penambahan koleksi di sekolah masing-masing, tinggal dicetak saja, atau dialihwahanakan juga boleh contohnya hanya ingin menggunakan gambar atau teksnya, asal menyebutkan atribusi penulis, ilustrator dan penerbitnya ya,” paparnya.
Reporter: Basma Sartika
Dokumentasi: Universitas Trilogi