Medan Merdeka Selatan, Jakarta--Nilai-nilai agama menjadi modal dasar yang sangat besar bagi bangsa Indonesia dalam ikut andil merajut dan menyatukan masyarakat heterogen dan beragam. Makanya kenapa nilai agama lantas menjadi amat penting saat ini. Indonesia dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai agama, apapun etnis dan latar belakang kesukuannya. Alasan itulah yang membedakan (nilai khas) Indonesia dengan negara-negara lain. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin saat menjadi narasumber Seminar Internasional Penaskahan Nusantara dengan tema' Nilai-nilai Luhur Keagamaan dalam Naskah Nusantara sebagai Acuan Kehidupan Beragama di Indonesia' di Teater Soekarman Perpustakaan Nasional, Rabu, (19/9).
Menteri Agama melanjutkan bahwa untuk memahami nilai agama perlu kearifan yang bisa diperoleh dari wawasan dan pengetahuan yang memadai. Pada prinsipnya semua agama mengacu pada teks. Teks ini kemudian menjadi pegangan, sesuatu yang niscaya yang harus dipahami. Namun, hal yang lebih penting adalah memahami esensi dari agama.Â
"Pemahaman esensi agama bisa berbeda dari setiap orang. Apakah kulit luar dari suatu agama yang harus dipertahankan sebagai jatidiri bangsa atau yang dipertahankan itu esensinya, seperti nilai-nilai luhur dari suatu agama," ujar Lukman Hakim Saifudin dihadapan ratusan pegiat filologi, masyarakat pegiat penaskahan nusantara dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta. Â
Belajar dari masa lalu, menjadi sangat penting untuk bagaimana mempersiapkan diri menuju masa depan. Indonesia bisa seperti  sekarang karena masa lalu, dan seperti apa masa depan sangat tergantung bagaimana mempersiapkan diri saat ini. Jadi ada keterkaitan yang tidak terputus antara masa lalu, sekarang dan masa depan. " Tema ini penting karena nilai-nilai agama menjadi modal dasar yang sangat besar bagi bangsa Indonesia dalam ikut andil merajut dan menyatukan masyarakat yang sangat heterogen dan beragam. Semua manusia memiliki agama atau kepercayaan tapi bisa menjadi potensi konflik karena hanya memahami konteks luarnya. Bukan esensi agama," tambah Menag.
Menag Lukman setuju jika dikatakan manuskrip memberikan pelajaran penting. Memahami manuskrip itu tidak mudah. Perlu wawasan dan pengetahuan yang cukup memadai. Artinya, tidak bisa tunggal. Berdiri sendiri. Perlu disiplin ilmu yang lain memahami manuskrip. Penafsiran mau dibawa kemana karena masing-masing punya pemahaman sehingga mengkontekstualisasikan nilai-nilai yang terdapat dalam manuskrip. Saat ini, pihaknya sedang membuat Pusat Kajian Manuskrip Nusantara dan program doktoral (S3) yang sudah berlangsung sejak 2014 untuk berbagai disiplin keilmuan.
Hadir dalam seminar tersebut selain Menteri Agama adalah budayawan Mudji Sutrisno dan filolog Erwin Mieringa. Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara merupakan bagian dari rangkaian Festival Naskah Nusantara ke-IV yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manasa). Festival Naskah berlangsung selama sepekan (16-22 September) di Perpustakaan Nasional Jalan Merdeka Selatan Nomor 11, Jakarta Pusat.
Â
Reportase : Hartoyo Darmawan
Â
Â
Â
Â