Salemba, Jakarta—Maju mundurnya suatu peradaban menentukan institusi strategis yang Namanya perpustakaan. Perpustakaan adalah medan magnet bagi siapapun, terutama bagi kaum cendikia dan pendidik. Di era industri 4.0, daya tahan (endurance) masyarakat untuk membaca makin lama makin tergerus oleh kemajuan peradaban.
“Perpustakaan seiring waktu akan mengalami metaformosa yang sangat cepat. Namun, biar bagaimana pun perpustakaan harus menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban menuju masyarakat yang maju, besar dan sejahtera,†kata Ketua Bakohumas Pusat Widodo Muktiyo pada peluncuran Buku Perpustakaan Nasional RI : Ikon Peradaban dan Ilmu Pengetahuan, Jumat siang, (6/12).
Saat ini dunia memasuki era yang disebut milenial. Era dimana masyarakat banyak dijejali dengan teknologi informasi dan komunikasi. Nyaris setiap orang mempunyai hand phone ataupun smart phone. Nyaris semua aktivitas dan rutinitas masyarakat tidak lepas dari teknologi genggam. Bahkan, membaca pun dilakukan melalui hand phone. “Padahal membaca melalui hand phone tidak bisa berlama-lama. Dalam waktu 2-3 jam mata udah memerah,†tambah Widodo.  Â
Widodo yang juga menjabat sebagai Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan apresiasinya atas peluncuran buku Ikon Peradaban dan Ilmu Pengetahuan ini. Di hadapan peserta Bakohumas, Widodo meminta seluruh Humas K/L menyebarluaskan informasi penting ini. Setiap kegiatan yang diselenggarakan K/L harus memiliki impact. “Jangan kalah dengan Humas instansi swastaâ€.
Sementara itu, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengingatkan bahwa fokus pembangunan  saat ini sesuai arahan Presiden adalah salah satunya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dan perpustakaan merupakan tempat strategi menciptakan hal tersebut. “Transfer knowledge hanya dua, membaca dan vokasi. Dua program inilah yang menjadi titik awal (start) dari kebijakan Presiden,†ucap Syarif Bando.
Terlepas bagaimana setiap K/L memaknai arahan Presiden, namun yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah ketersediaan bahan bacaan. Jadi, Bakohumas harus bisa menjawab bahwa bukan minat baca yang rendah tapi yang hendak dibaca tidak ada. Rasio ketersediaan buku dengan penduduk masih kurang, 1 : 5.000.
“Ada tiga faktor yang menyebabkan, yakni kesenjangan antarwilayah, pemerataan, dan kesesuaian bahan bacaan yang dibutuhkan. Jadi, setiap daerah yang memiliki penulis harus tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat,†lanjut Kepala Perpusnas.
Pada akhir peluncuran, Kepala Perpusnas menyerahkan buku Perpustakaan Nasional RI : Ikon Perdaban dan Ilmu Pengetahuan kepada Ketua Bakohumas dan Direktur Eksekutif Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Asmono Wikan, serta melakukan soft launching Press Corner Perpusnas. Di sesi diskusi menghadirkan nara sumber penulis buku Maya Fransisca, Direktur Eksekutif SPS Asmono Wikan, dan pendiri Wellbeing Institute Jadi Suriadi.
Reportase : Hartoyo Darmawan
Fotografer : Rd Radityo    Â
Â