Pustakawan Sebagai Penggerak Budaya Literasi Masyarakat

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta- Perubahan fundamental paradigma perpustakaan yang awalnya berpusat pada manajemen koleksi saat ini telah berubah menjadi manajemen pengetahuan. Peran pustakawan sangat penting sebagai bagian penggerak transfer pengetahuan pembentuk budaya literasi. Pustakawan diharapkan punya kemampuan yang mumpuni untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang unggul dan sejahtera melalui literasi

Hal tersebut disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando saat membuka acara webinar dalam rangka mensosialisasikan Gerakan Nasional Gemar Membaca yang mengangkat tema "Pustakawan Dalam Mewujudkan Kualitas SDM Unggul Indonesia Maju Melalui Budaya Literasi" pad Rabu (20/1).

“Dengan jumlah pustakawan yang saat ini masih terbatas di Indonesia, ini memang bukan hal mudah. Pustakawan harus memiliki inovasi terkait cara-cara mentrasfer pengetahuan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Syarif menjelaskan saat ini tugas pustakawan adalah merangkul masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi maupun sosial terutama di masa pandemi ini untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan baru yang dapat menjadi solusi atas masalah yang dihadapi.

“Menurut data BPS dan Bappenas hanya 8-10% masyarakat yang mampu menjangkau perguruan tinggi. Maka untuk mencapai SDM unggul Indonesia maju maka penting untuk menyediakan pendidikan vokasi melalui penyediaan sumber pengetahuan dan buku-buku ilmu terapan juga pelatihan-pelatihan bagi 90% masyarakat yang belum memiliki keterampilan tertentu,” imbuhnya.

Syarif juga menegaskan akan memaksimalkan peran Perpustakaan Nasional dalam hal mendigitalisasi berbagai macam koleksi yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia yang jauh dari sarana prasarana perpustakaan.

Sejalan dengan itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana mengungkap bahwa di era semakin bertumbuhnya ekosistem perpustakaan digital seorang pustakawan harus bisa berkreatifitas untuk menjadikan perpustakaan sebagai tempat masyarakat berkomunitas dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan melalui layanan yang diberikan.

“Contohnya di negara maju pustakawan memberikan saran dan pelatihan kepada masyarakat untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu serta kemampuan yang dimiliki pada suatu jenis pekerjaan. Sedangkan perpustakan menjadi sarana masyarakat mengakses internet dalam upaya menemukan sumber pengetahuan. Sehingga munculah digital literasi dari sisi pustakawan dan pemustaka,” sebut Bima.

Bima menyebut istilah cybrarian sebagai orang yang mampu mengintegrasikan pengetahuannya dengan teknologi meggunakan internet untuk membantu masyarakat atau komunitas dan pemerintah memecahkan masalahnya. Dan pustakawan memiliki pilihan untuk berubah menjadi cybrarian dan berkembang kearah yang lebih baik serta bermanfaat untuk masyarakat.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/ Bappenas Subandi juga mengungkap hal yang sama. Dalam hal perpustakaan sebagai sebuah pusat pengetahuan dan informasi serta pembelajaran bersama melalui program perpustakaan berbasis inklusi sosial seorang pustakawan harus memiliki kemampuan dalam menjalankan peer learning activities dan pelatihan kecakapan hidup berbasis literasi.

“Ternyata jika di luar negeri perpustakaan merupakan sumber informasi, orang bisa mencari pekerjaan bisa disana, bahkan diberikan bekal keahlian, maka perpustakaan kita pun mengarah kesana melalui program perpustakaan berbasis inklusi sosial. Dan ini benar-benar harus didukung oleh pustakawan sebagai penggerak modal kerja yang ada di perpustakaan,”terang Subandi.

 

Reportase: Eka Purniawati

Fotografer: Radhitya Purnama

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Copyright 2022 © National Library Of Indonesia

Jumlah pengunjung