Kemayoran, Jakarta—Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) E. Aminudin Aziz menyatakan kegemaran membaca akan terbangun apabila pembaca merasa tertarik dengan bahan bacaannya. Dia menjelaskan, jilid buku menjadi hal yang penting dan menarik, baru setelah itu substansi dari buku tersebut.
“Nah memang ada istilah jangan menghakimi buku dari jilidnya. Nah selama ini yang kita temukan adalah rendahnya jumlah buku yang sangat relevan dengan daya tarik minat dari para calon pembaca. Maka yang harus kita kerjakan adalah memberikan fasilitasi, menyediakan sebanyak mungkin buku berbeda untuk pangsa pasar berbeda,” urainya usai Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan Tahun 2024 yang diselenggarakan Perpusnas di Jakarta, pada Selasa (14/5/2024).
Dia menambahkan, substansi buku harus berbeda sesuai dengan usia pembacanya. “Untuk anak seperti apa, untuk remaja seperti apa, untuk dewasa seperti apa. Tidak bisa misalnya dibuat gelondongan saja,” jelasnya.
Disebutkan bahwa Perpusnas berupaya membangun kegemaran membaca dengan beberapa cara. Pertama, berkolaborasi bersama para mitra. “Kami menyediakan buku yang banyak ragamnya dengan jumlah yang juga besar. Dengan ketersediaan buku yang relatif besar itu, kami berharap masyarakat pengguna buku itu mulai melirik buku itu,” ujarnya.
Kedua, pada tahap pembaca awal, buku tidak dapat diserahkan kemudian diminta untuk membaca. Menurutnya, pengelola perpustakaan dan pegiat literasi harus difasilitasi untuk memahami tahapan dari cara memanfaatkan buku, membaca bukunya seperti apa, mengulasnya, memilihnya, serta memajang buku tersebut.
“Nah cara-cara menarik seperti itu yang jarang sekali ditemukan di perpustakaan yang ala kadarnya. Kita ingin semua orang bergerak pada arah yang sama, memanfaatkan buku itu dari mulai memajang buku sampai kepada pemanfaatannya,” tukasnya.
Ketiga, yang disiapkan Perpusnas adalah program yakni program pemanfaatan buku, frekuensi membaca, siapa yang harus terlibat, kemudian ujungnya. “Ini semua harus terprogram. Kalau misalnya silakan saja, bukunya sudah ada, silakan dimanfaatkan saja. Nah itu tidak bisa,” ungkapnya.
Dia menegaskan hal ini akan dikawal Perpusnas mulai dari perencanaan, implementasi, hingga monitoring.
Literasi harus dimaknai sebagai kemampuan untuk mengolah data, baik itu teks maupun nonteks. Selanjutnya, literasi harus dapat dimanfaatkan untuk kecakapan hidup. “Mengelola literasi bukan hanya bicara tentang buku-buku, buku cetak, atau bahan cetakan lain, koran atau majalah,” jelasnya.
Menghadapi dinamika dunia yang semakin digital, menurutnya, Perpusnas juga harus menghadapinya. Untuk itu, digitalisasi di dunia perpustakaan menjadi hal yang penting. Bimbingan tentang pemanfaatan literasi digital harus optimal.
“Tapi untuk wilayah tertentu yang belum memiliki akses internet yang bagus, tetap kita prioritaskan dengan non-digital, buku-buku cetak, dan sebagainya,” jelasnya.
Menurutnya, Perpusnas harus melihat kedua sisi yakni digital dan non-digital. “Sehingga anak-anak SD, anak-anak PAUD di manapun berada, bisa mengaksesnya secara mudah, secara digital. Platform ini yang akan kita sediakan dan Perpusnas berkomitmen untuk meyediakaan fasilitas tersebut,” pungkasnya.
Reporter: Hanna Meinita
Dokumentasi: Ahmad Kemal/Aji Anwar/Alfiyan A.