Perpusnas Dorong Kolaborasi Lintas Sektor untuk Majukan Literasi
Jakarta, Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), E. Aminudin Aziz, menyebut terdapat enam persoalan mendasar literasi nasional. Dia menekankan bahwa peningkatan literasi tidak dapat dilakukan secara parsial, namun memerlukan kolaborasi menyeluruh dari berbagai pihak.
"Pertama, masalah kita adalah komplikasi pemahaman tentang apa itu literasi. Definisinya seringkali dibuat rumit, hingga para pelaku literasi kebingungan sendiri," ungkapnya dalam Rapat Koordinasi Daerah bidang Perpustakaan dan Kearsipan Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Kalimantan Timur secara hibrida, Kamis (3/7/2025).
Dia menegaskan bahwa literasi pada hakikatnya adalah kecakapan dalam memanfaatkan informasi, baik tekstual maupun nontekstual untuk meningkatkan kualitas hidup.
Masalah kedua, lanjutnya, minimnya sumber bahan bacaan yang relevan dengan minat pembaca. Menurutnya, minat baca masyarakat Indonesia tidak rendah. "Masyarakat ingin membaca, asal sumber bacaan yang sesuai tersedia," tegasnya.
Ketiga, masih kurangnya fasilitas pendukung pasca kegiatan membaca, seperti sarana untuk mengimplementasikan hasil bacaan. Keempat, banyak program literasi yang tidak tepat sasaran dan tidak mendukung peningkatan kecakapan hidup secara langsung.
Masalah kelima adalah rendahnya kompetensi sebagian penggiat literasi. "Niat mereka besar tapi kompetensi belum merata. Ini PR kita bersama," katanya. Terakhir, persoalan komitmen pemerintah daerah yang belum mendukung pembangunan literasi turut memperlambat kemajuan.
Kepala Perpusnas menjelaskan hasiol dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang menunjukkan posisi Indonesia masih di bawah rata-rata global. "Kita berada di peringkat ke-6 dari negara-negara ASEAN. Ini mencerminkan literasi kita masih jauh dari harapan," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyebut Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) nasional baru mencapai angka 73,75 masuk dalam kategori sedang. Provinsi Kalimantan Timur berada sedikit di atas rata-rata nasional dengan skor 78,34, namun tingkat kegemaran membaca masih di bawah rata-rata nasional.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Perpusnas mengembangkan tiga program prioritas nasional. Diantaranya, penguatan budaya baca dan kecakapan literasi, pelestariuan naskah nusantara, dan standardisasi serta akreditasi perpustakaan.
Kepala Perpusnas juga memaparkan berbagai program lainnya, seperti KKN Tematik Literasi yang dijalankan di 16 provinsi bekerja sama dengan 22 perguruan tinggi. Selain itu, program Relawan LIterasi Masyarakat (ReLiMa) digerakkan untuk menjangkau lebih banyak wilayah, termasuk Kabupaten Berau, Paser, Kukar, dan Kota Balikpapan di Kalimantan Timur.
"Tidak mungkin kita membangun literasi sendirian. Butuh ekosistem literasi di daerah, yang didukung oleh pemerintah, akademisi, masyarakat, media massa, masyarakat dan juga komponen swasta yakni dunia industri," paparnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Asisten III Administrasi Umum, Ismiati, menyampaikan transformasi bukan hanya tentang digitalisasi semata.
“Kita perlu melihat perpustakaan sebagai ruang terbuka bukan hanya tempat meminjam buku saja tapi juga tempat untuk bertemu, bertukar ide, berdiskusi, belajar dan berkembang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ismiati, menekankan pentingnya sinergitas dan kolaborasi berbagai pihak untuk mencapai pengelolaan literasi dan kearsipan yang unggul dan terdepan.
“Kami mengajak seluruh jajaran baik itu provinsi maupun pemerintah kabupaten kota untuk dapat bersinergi koordinasi berbagi praktik baik dan saling mendukung satu sama lain. Jangan bekerja sendiri-sendiri, kita harus berkolaborasi karena masa depan literasi dan kearsipan Kalimantan Timur ada di tangan kita bersama,” ajaknya.
Reporter: Wara Merdeka / Anastasia Lily
Galeri

