Jakarta - Wujud pembinaan dan pengawasan terhadap semua jenis perpustakaan terimplementasikan melalui kegiatan akreditasi perpustakaan.
Sebagai pembina perpustakaan di Indonesia salah satu tugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) yaitu mengembangkan Standar Nasional Perpustakaan (SNP). Dalam hal ini, SNP adalah kriteria minimal yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan perpustakaan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demikian disampaikan Direktur Standardisasi dan Akreditasi Perpusnas, Supriyanto dalam sambutannya di apel pagi Senin (27/5/2024).
“Ada enam standar untuk semua jenis perpustakaan di indonesia yaitu standar koleksi, sarana prasarana, pelayanan, tenaga, penyelenggaraan, dan pengelolaan. Dalam perkembangannya penyelenggaraan perpustakaan selain mengacu pada keenam standar juga mengacu pada komponen inovasi dan kreativitas, komponen tingkat kegemaran membaca, dan komponen indeks pembangunan literasi masyarakat,” papar Supriyanto.
Lebih lanjut, dia mengatakan akreditasi perpustakaan merupakan rangkaian kegiatan proses pengakuan formal yang dilakukan oleh Perpusnas untuk menetapkan bahwa suatu perpustakaan telah memenuhi SNP. Selain itu, akreditasi perpustakaan juga menjadi mandatori Perpusnas dalam penerapan regulasi tentang pemerintah daerah.
“Kehadiran akreditasi perpustakaan secara bertahap memberikan dampak meningkatkan kepercayaan masyarakat (pemustaka) terhadap kinerja perpustakaan. Perpustakaan yang terakreditasi dituntut memberikan layanan terbaik, layanan prima kepada pemustaka dan masyarakat. Akreditasi perpustakaan menjadi indikator kuat menuju perpustakaan berkualitas,” ucap Supriyanto.
Ciri-ciri perpustakaan berkualitas meliputi adanya pengakuan masyarakat, melalui kepuasan pemakai (survei), prestasi lembaga dan pustakawan (akreditasi, sertifikasi pustakawan, lomba, pengurus organisasi profesi), dan apresiasi masyarakat (tempat seminar, studi banding); peningkatan kinerja, melalui peningkatan transaksi kunjungan perpustakaan, peningkatan transaksi peminjaman buku, dan peningkatan transaksi akses informasi baik manual maupun elektronik; konsistensi perpustakaan, melalui kegiatan perpustakaan berkembang, anggaran perpustakaan berkembang, organisasi perpustakaan berkembang, dan sumber daya perpustakaan berkembang.
Perpusnas selalu mendorong pengelola perpustakaan menuju perpustakaan berkualitas melalui penguatan kelembagaan (pusat perpustakaan), regulasi lembaga induk (pendirian, kebijakan), peningkatan kontribusi perpustakaan dalam kinerja lembaga induk (akreditasi, sertifikasi) serta pengakuan profesi pustakawan oleh lembaga induk (formasi, kepala perpustakaan, anggaran).
Pada kesempatan yang sama, Supriyanto juga menegaskan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan perlu bertransformasi menuju perpustakaan yang berkualitas. Transformasi perpustakaan minimal menyentuh pada transformasi digital untuk menciptakan ekosistem digital (layanan digital, konten digital, konten kreatif), transformasi layanan menuju perpustakaan sebagai pusat aktivitas masyarakat (kenyamanan, jemput bola, diversifikasi layanan, silang layan, layanan ekstensi), serta transformasi inklusi sosial (dampak perpustakaan, manfaat ekonomi, pengetahuan, dan keterampilan).
“Akreditasi perpustakaan merupakan salah satu sarana pemerintah pusat untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan di daerah. Di era otonomi daerah wewenang pemerintah daerah begitu besar terhadap penyelenggaraan pemerintah. Untuk memastikan pelaksanaan pemerintahan khususnya pelayanan masyarakat, maka pemerintah pusat menggunakan sarana akreditasi atau penilaian kesesuaian terhadap standar dalam melakukan kontrol pelaksanaan pemerintah daerah. Akreditasi perpustakaan juga memastikan bahwa pemerintah pusat hadir dalam setiap penyelenggaraan perpustakaan di seluruh wilayah Indonesia,” pungkasnya.
Reporter: Ranny Kusumawardhani