Salemba, Jakarta - Di era digital saat ini, perpustakaan bukan lagi satu-satunya sumber informasi bagi masyarakat. Maraknya informasi yang bertebaran memaksa masyarakat untuk pintar memilah dan memilih agar tidak terjebak dalam informasi palsu atau hoaks. Apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini eksistensi perpustakaan sebagai sumber informasi sehat bagi masyarakat menjadi sesuatu yang diharapkan.
"Kehadiran perpustakaan dibutuhkan sebagai media penerang di tengah ramainya informasi yang sumir. Maka itu, peran perpustakaan sebagai wahana pembelajaran bersama harus diperkuat. Ini dilakukan demi mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan," tutur Deputi Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas Deni Kurniadi dalam Webinar Pembudayaan Kegemaran Membaca yang mengangkat tema "Library, Literacy dan Local Wisdom", pada Jumat, (18/9).
Perpustakaan dan literasi memiliki keterkaitan dalam upaya melestarikan kebudayaan lokal. Perpustakaan berperan menyelamatkan banyak peninggalan tertulis maupun peradaban budaya lainnya yang bisa jadi punah karena tergerus jaman. Hal ini sejalan dengan tiga arah kebijakan Perpusnas 2020-2024 dimana salah satunya, yakni meningkatkan pengelolaan, pelestarian dan pemanfaatan bahan pustaka dan naskah kuno sebagai warisan dokumenter budaya bangsa untuk menumbuhkan nilai budaya dan kearifan lokal Indonesia.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Pekerja Profesional Informasi Sekolah Indonesia (APISI) Hanna Chaterina mengatakan budaya dan kearifan lokal dapat dielaborasi sebagai bahan pengembangan program perpustakaan. Manfaatkan perpustakaan sekolah sebagai salah tu mediumnya. Tujuannya, agar para siswa dapat memahami, menghargai kekayaan yang dihasilkan dari suatu kebudayaan sejak dini sehingga diharapkan muncul kepedulian dan tanggung jawab untuk melestarikan budaya dan kearifan lokal yang ada.
Hanna mengatakan, kerjasama dan berjejaring dengan berbagai pihak terkait menjadi satu kunci sukses bagaimana pengembangan program perpustakaan lewat budaya dan kearifan lokal bisa dilakukan.
"Pada praktiknya, program perpustakaan berbasis budaya lokal memerlukan kolaborasi dan dukungan menyeluruh dari pemangku jabatan dan komunitas sekolah," lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Budaya Restu Gunawan menyampaikan berdasarkan data yang disusun oleh Bappenas dan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa budaya literasi dalam Indeks Pembangunan Kebudayaan berada pada skor 55,03. Masih jauh dari yang ditargetkan. Padahal, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
Kekayaan budaya sarat dengan kearifan lokal, seperti tradisi lisan, manuskrip, bahasa, teknologi tradisional dan seni. Inilah potensi kemanfaatan yang banyak sekali untuk dieksploitasi secara positif guna mengembangkan pendidikan karakter dan diplomasi budaya.
"Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, harus bersama-sama dan lintas sektoral. Menjadikan ini sebagai kegiatan bersama dengan nama Gerakan Literasi Berbasis Sistem Lokal Wisdom untuk kemajuan Indonesia,"ujarnya.
Reportase : Wara Merdekawati