Senayan, Jakarta–Workshop UU Serah Simpan telah dilakukan serentak di tiga kota, yakni Palembang, Surabaya, dan Makassar, (21-22/11). Workshop melibatkan seluruh stake holder yang berkepentingan guna memberi masukan secara substansi maupun redaksi, seperti Komisi X DPR-RI, Perpustakaan Nasional, IKAPI, ASIRI, para pustakawan dan pegiat informasi, akademisi, seluruh seluruh perpustakaan daerah Kabupaten/Kota.
Masukan yang diterima di tiga kota tersebut langsung di konsinyeringkan untuk mendapatkan rumusan substansi yang lebih komprehensif. Rapat Pleno dan konsinyering Badan Legislasi dilakukan bersama anggota Komisi X yang diketuai oleh Wakil Ketua Komisi X DPR-RI Ferdiansyah dan Perpusnas. Dari tujuh bab yang dimuat dalam RUU Serah Simpan terbaru, tiga bab diantaranya menjadi masukan fokus Panitia Kerja (Panja) RUU.
Pada Bab I, Pasal 1 Ketentuan Umum, antara lain dalam rumusan definisi, perlu didiskusikan kembali batasan karya (cetak/rekam/elektronik) yang wajib serah simpan. Rumusan ‘karya elektronik’ perlu dilakukan sinkronisasi sehingga rumusannya menjelaskan adanya perbedaan antara karya berbentuk digital dan karya analog. Definisi penerbit perlu disinkronkan lagi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti UU Perbukuan. Penggunaan istilah perpustakaan daerah hendaknya disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan, yaitu perpustakaan provinsi. Pengaturan mengenai hubungan antara negara dan swasta belum diatur terutama dalam hal penyelenggaraan perpustakaan, khususnya mengenai penghimpunan koleksi deposit.
Pada Bab II Penyerahan KCKR dan Karya Elektronik, penjelasan pasal perlu diperbaiki, sehingga hanya menjelaskan mengenai karya cetak yang wajib diserahkan untuk disimpan, termasuk cetakan kedua dan seterusnya yang mengalami perubahan isi atau bentuk. Pengaturan mengenai ‘warga negara asing’ yang menerbitkan KCKR dan karya elektronik yang berisi konten mengenai Indonesia perlu ditinjau kembali apakah efektif dalam pelaksanaannya. Jika tetap dirumuskan, perlu diperjelas batasan konten yang berisi ‘karya intelektual’ atau karya ‘karya ilmiah’.
Di Bab III Pengelolaan KCKR dan karya elektronik, tahapan pengelolaan seperti penerimaan, pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian, dan pengawasan. Lalu, aksebilitas masyarakat dan penyandang disabilitas terhadap koleksi deposit perlu ditambahkan. Kemudian, substandi ‘penyusutan’ perlu dihapus mengingat esensi terhadap koleksi serah simpan adalah menyimpan KCKR sampai selama-lamanya. Untuk sanksi administrasi RUU Serah Simpan terbaru perlu dirumuskan kembali dan disesuaikan dengan pelaksanaan di lapangan. Sanksi pidana yang juga diatur dalam RUU perlu dianalisa kembali apakah dapat dilaksanakan dengen efektif dan implementatif.
Reportase : Hartoyo Darmawan