Salemba, Jakarta – Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI melalui Pusat Pengembangan Pustakawan menggelar Talkshow Bincang-Bincang Pustakawan mengambil tema "Menguak Kabut Pencanangan Hari Pustakawan Indonesia", yang diselenggarakan secara hybrid pada Rabu, (6/7/2022).
Belum ditemukannya bukti historis mengenai Hari Pustakawan yang diperingati pada 7 Juli, maka diharapkan pencanangan Hari Pustakawan bisa segera diusulkan.
Kepala Perpusnas Periode 2010-2016, Sri Sularsih menyampaikan, berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 18 Tahun 1988 pustakawan sudah diakui sebagai jabatan fungsional. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, posisi pustakawan sudah dihargai.
"Mengenai Hari Pustakawan memang belum dicanangkan, ini dapat menjadi pendorong menumbuhkan spirit bagi para pustakawan. Saya harap hari pustakawan ini dapat diusulkan secara formal," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Staff Ahli Perpusnas Supriyanto. Supriyanto menyatakan, perlu pencanangan hari pustakawan untuk mendukung pustakawan lebih profesional.
"Dalam UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan menyatakan bahwa tenaga perpustakaan, pendidikan dan organisasi profesi itu masuk dalam satu paket. Saya apresiasi pusat pembinaan pustakawan ini tidak hanya tentang kecakapan tetapi juga secara organisasi profesi," tuturnya.
Pakar bidang Perpustakaan, Blasius Sudarsono mengatakan pustakawan adalah pribadi yang memiliki karakter mengembangkan karakter kepustakawanan. "Bagaimana kalian memaknai akhiran-wan yang melekat pada kata perpustakaan. Pada kata pustaka tentu anda harus mempelajari apa itu pustaka. Pustakawan tidak hanya membaca tetapi juga menulis," katanya.
"Harapan saya dengan adanya hari pustakawan, perpustakaan merasa diwongke (dimanusiakan) dan berisikan jurnal-jurnal positif untuk berkarya dan belajar lebih lanjut," harap Pakar Bidang Perpustakaan, Sulistyo Basuki.
Sedangkan, Pustakawan Ahli Madya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Atikah menyebut, kongres perpustakaan pertama dilakukan di tahun 1953. Kongres tersebut dimuat dalam surat kabar Java Bode. Selanjutnya di tahun 1954 juga ada konferensi perpustakaan di Indonesia yang dibuka oleh utusan UNESCO sebagai konsultan perpustakaan Indonesia.
"Karena pada masa awal kemerdekaan, Indonesia sudah menyadari perlunya sistem perpustakaan secara nasional. UNESCO mengirimkan utusannya, dan mulailah berdiri organisasi API yakni Asosiasi Perpustakaan Indonesia," terangnya.
Atikah menjelaskan, selanjutnya berdiri Perhimpunan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia (PAPSI), Perhimpunan Ahli Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (PAPADI), Asosiasi Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI), Himpunan Perpustakaan Chucus Indonesia (HPCI), dan Perkumpulan Perpustakaan Daerah Istimewa Yogyakarta (PPDIY).
"Dalam kongres pustakawan Indonesia pada 7 Juli 1973 terbentuklah Ikatakan Pustakawan Indonesia, yang menjadi wadah organisasi bagi para pustakawan," jelasnya.